Pagi itu, di ruang rahasia kantor De Viremont Corp, tumpukan dokumen baru saja dicetak dari hasil penyelidikan intensif Manthis dan tim keamanan digital. Faelina, Caelan, Luca, dan Sebastian menatap layar monitor yang menunjukkan nama-nama perusahaan cangkang, transfer mencurigakan, hingga tanda tangan digital milik Vincent Baemont.
“Ini cukup,” ucap Manthis dengan suara berat. “Ini cukup untuk menjatuhkan mereka secara hukum.”
“Dan kita akan menggunakannya,” sahut Caelan. “Tapi kita juga harus siap… Mereka pasti takkan tinggal diam.”
Seolah menjawab, alarm sistem keuangan De Viremont tiba-tiba menyala.
Luca menoleh cepat. “They’ve started…”
Manthis segera mengetik cepat di laptopnya, membuka jaringan pertahanan digital. “Baemont’s trying to crash your offshore accounts. Aku sudah duga ini akan terjadi.”
Dalam waktu lima belas menit, serangan cyber itu berhasil dibalikkan. Akun-akun kembali aman. Bahkan, Manthis berhasil menyusup ke sistem Baemont Group dan mengunci beberapa akses penting mereka.
“Tell Evaline—she picked the wrong opponent,” gumam Sebastian.
---
Di tempat lain, Evaline Baemont menghancurkan gelas kristal yang ia pegang. “They countered everything?!”
Asistennya menunduk takut. “Kami tak menyangka mereka akan bereaksi secepat ini…”
Evaline berjalan gelisah, wajahnya merah karena marah. “Sebastian, Faelina… kalian pikir ini sudah selesai? I’ll make sure this war ends with fire.”
---
Malam menjelang ketika Faelina menerima pesan misterius di ponselnya.
“Meet me tonight at Le Coeur Café, 10 PM. Come alone. You want the truth, don’t you?”
Tatapannya dingin, namun tenang. Ia sudah tahu.
“It’s Evaline,” gumamnya pada dirinya sendiri.
Saat Sebastian dan Caelan membaca pesan itu, mereka langsung menolak.
“Kau tidak akan pergi sendiri, Fael,” tegas Caelan.
“Terlalu berisiko,” sahut Sebastian. “Kita nggak tahu apa yang direncanakan Evaline.”
Namun, Luca justru berdiri dan menepuk meja ringan. “Faelina tetap akan pergi… sendiri. Tapi tidak sepenuhnya sendiri.”
Semua menoleh ke arahnya.
“Aku, Sebastian, Caelan, dan Manthis akan mengawasi dari café seberang. Dan Maëlle—dia akan menyamar sebagai pelayan di café itu. She’ll be your shadow.”
Faelina menatap mereka satu per satu, lalu mengangguk mantap. “Let’s finish this.”
---
Pukul sepuluh malam, suasana Le Coeur Café terlihat tenang. Lampu-lampu hangat menggantung di langit-langit kayu, menambah kesan damai yang semu. Faelina duduk sendiri di kursi dekat jendela, dengan secangkir teh di tangannya. Sementara Maëlle, dalam seragam pelayan, mengamati dari dekat sambil menyajikan minuman ke meja lain.
Di seberang jalan, dari dalam mobil hitam, Sebastian dan tim memantau dengan headset.
“Target mendekat,” ujar suara Manthis.
Pintu café terbuka. Sosok misterius bertopi dan mengenakan jas panjang masuk, lalu duduk di hadapan Faelina.
Pertemuan pun dimulai.
---

YOU ARE READING
We were Just a Season " Bound by Destiny ' s "
Romance"Takdir menyatukan mereka dalam diam-di antara musim yang berganti, kata-kata yang tak pernah terucap, dan cinta yang terus berdiam." Dalam dunia para pewaris keluarga besar dan tekanan nama marga yang menjulang, Faelina Evangeline de Viremont hanya...