Bolzano, Italia.
Seorang pemuda tengah duduk di samping tempat tidurnya sembari melamun. Udah sebulan lebih dia nggak bisa ngehubungin orang tercintanya.
Xavier ngepalin tangannya diiringi dengan air mata yang siap ngalir kapan aja kek sungai Amazon. Jiakh!
"Hey! Your mom is calling you." hardik seorang bule Italia dengan tampang sangar nan garangnya. Nyuruh Xavier ke ruangan Myo, dipanggil katanya.
Xavier cuman ngangguk sambil berusaha bersikap netral.
Sesampainya di ruangan Myo, Xavier dikejutkan dengan pemandangan ibunya itu lagi bertautan bibir sama bapaknya, Ryan!? Kok bisa sih?
"Ekhem...! Katanya anda tadi memanggil saya untuk ke sini. Apa yang mau anda bicarakan?" ujar Xavier yang sukses ngebuat Myo dan orang yang diduga bapak tirinya Ryan terlonjak kaget. Pasalnya mereka baru nyadar kalo si Xavier sedari tadi udah ngamatin aksi ciuman mereka. Xavier juga mulai menggunakan kata ganti 'saya'/'anda' semenjak ia dipekerjakan menjadi agen sama ibunya.
"Dam? Can you get out my room please? I have a talk with my son." pinta Myo memelas kepada Damar, yang notabenenya adalah bapak sambungnya Ryan.
"Jadi, saya mau membicarakan tentang cara kamu memerhatikan para tawanan. Saya dapat info dari Xiao Mei kalau kamu memberi perhatian khusus kepada setiap tawanan. Bahkan sampai mengucapkan permintaan maaf sebelum membunuh mereka." tegas Myo dengan tatapan tajam.
"Ya, benar." jawab Xavier lancang.
"Lebih baik kamu hentikan sifatmu yang seperti itu. Saya di sini membutuhkan agen yang lebih bermutu, kuat dari segi fisik maupun mental." tegas Myo lagi, kali ini dengan nada memerintah.
"Tapi..." Xavier terdiam sejenak, tampak sedang berpikir.
Brak!
"Tidakkah anda merasa kasihan kepada para tawanan itu? Meskipun tahu cepat atau lambat mereka akan segera mati, bukankah tidak salah jika saya memberi sedikit perhatian agar mereka bisa sedikit lebih tenang?!" gertak Xavier yang mulai naik pitam. Ia bahkan sempat menggebrak meja kerja Myo sampai tangannya berdarah.
"Hah? Untuk apa? Mereka cuma binatang." Myo tersenyum remeh sambil natap Xavier.
Xavier nggak jawab, dia langsung minggat dari ruangan ibunya. Mungkin dia capek adu mulut sama ibunya yang gatau diri itu.
Hari sudah mulai gelap, kini Xavier udah rebahan di ranjang asramanya. Jadi di asrama yang Xavier tempati sekarang ini tuh merupakan asrama untuk ngedidik agen dan bawahannya Myo Cassano. Asrama ini cukup terkenal di kawasan Bolzano karena setiap tahunnya dapat menghasilkan agen-agen baru yang sudah terdidik dan bermutu.
"Aku kangen Ryan, andai kita bisa ketemu." Xavier mulai ngebatin sambil rebahan natap langit-langit kamar asrama itu.
"Tapi, emangnya Ryan mau ya ketemu sama pembunuh kayak aku?" sambungnya lagi, kini sorot mata Xavier udah berubah 180 derajat. Jadi sendu banget.
Di tengah-tengah kesedihannya itu, dia tiba-tiba aja kepikiran tentang bapak tirinya Ryan, alias Om Damar. Tapi, kenapa orang itu tiba-tiba ada di sini? Kenapa dia tadi berciuman sama Myo? Apa mereka punya hubungan? Tapi, Om Damar kan udah menikah sama Mamanya Ryan. Kok dia begitu sih?
Sejenak Xavier mikir...
"Mata-mata. Jangan-jangan, Om itu sengaja menikahi Mama mertua biar bisa mata-matain Ryan." gumam Xavier panik. Udah gitu segala nyebut Mamanya Ryan dengan sebutan 'mama mertua' cenah, berani banget bocah.
"Jadi, selama Om itu terus berada di sekitar Ryan, berarti Ryan dalam bahaya dong." batin Xavier mulai ngerasa resah. Dia takut Ryan bakal disakitin kapan aja. Belum lagi, Om itu kan punya hubungan gitu sama Maminya Xavier.
"Arrrggghhh!" teriak Xavier frustrasi.
To Be Continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Could It Just End Up Like This? [On Going]
Teen FictionYo! Perkenalkan gue makhluk tampan anaknya Mak Elis (sebenernya mak gue ga terkenal sih, auk ah kan gue emang anaknya Mak Elis) di sini gue bakal ceritain semua pengalaman gue sama orang yang pernah gue cintai. Gue bakal ceritain semuanya biar kalia...