抖阴社区

06. How's Your Day?

7 2 0
                                    

Terkadang, memutus pikiran dari kesadaran terhadap lingkungan sekitar adalah hal yang perlu dilakukan sesekali. Atau bahkan berkali-kali. Melihat angan yang berada dalam bayangan, menari-nari di atas kepala. Sukacita, ambisi, impian, harapan, hingga kekhawatiran berpadu dalam kondisi terjaga. Tak melakukan apa-apa, hanya termenung membaringkan kepala. Amati objek yang ditangkap indra pengelihatannya.

Pohon besar berjejer berambut tebal. Yang kuning kecokelatan berjatuhan sebab itu adalah waktu dirinya untuk berdamai dengan tanah. Sebagian lagi masih berayun kokoh menghijau meski diterpa angin. Kadal bersayap turut hinggap merayap di batangnya. Bajing melompat riang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Sungguh menyenangkan jika seandainya jadi bajing kecil itu. Melompat-lompat di tempat yang tinggi hingga tak perlu merasakan sakitnya batal janji bertemu dosen pembimbing.

Kakinya menendang udara ketika Gita tersadar dari lamunan damainya. Dia kembali merasa jengkel karena beberapa waktu lalu dosen pembimbingnya membatalkan janji bimbingan secara mendadak. Ketika dirinya sudah menyiapkan mental dan psikisnya untuk menghadapi semua komentar pedas hingga sarkasme dengan duduk manis di depan jurusan.

Ternyata, ya, dia tak tahu harus merasa lega atau kesal. Karena dia sedang merasakan keduanya. Dan yang dia lakukan adalah melamun di lapangan belakang yang nyaris tak pernah dijamah warga, kecuali ketika dekan cup. Gita merebahkan tubuhnya kursi beton dengan ransel yang dia gunakan sebagai bantalan. Kegiatan berharganya terganggu karena pikirannya kembali teringat karena pembatalan janji itu. Mengingatnya lagi, dia jadi jengkel.

Fokusnya semakin terpecah karena rasakan getar dari gawai yang ada di saku celananya. Menatap layar utama, dia temukan nama Samuel yang sedang melakukan panggilan masuk. Tanpa berlama-lama lagi, dia menggeser tombol hijau dan menekan pengeras suara.

"Apa?"

"Buset, lemes amat. Abis diroasting, Neng?"

"Boro-boro diroasting, ketemu aja, enggak."

Terdengar suara gelak tawa dari balik sambungan. "Ya, udah. Ke depan, gih! Gue ajak makan warung Pak Tri."

"Gue nggak pakai kemeja, emang nggak apa-apa."

"Aman, cepet sini. Gue udah di depan nih!"

"Ya."

Setelah itu, Gita langsung mematikan sambungannya. Perempuan itu bangkit, lalu beralih menggendong ranselnya di pundak, lalu berjalan ke depan fakultas. Mengingat dirinya sedang berada di lapangan olahraga—tempat yang jarang dilewati mahasiswa atau bahkan staff—butuh waktu untuk Gita sampai di depan fakultas. Hingga netranya langsung bertemu dengan Samuel yang melambaikan tangannya. Hal itu buat Gita sedikit mempercepat langkahnya.

"Lama banget, abis sidang skripsi dulu tadi?" Tanyanya, "kalau anak FIB lihat ketampanan gue gimana? Kalau banyak yang naksir gimana? Gue yang repot."

"Iya." Responsnya sangat singkat, kemudian menaiki jok belakang motor Samuel.

"Lemes banget, padahal belum diroasting dospem."

Gita memasang wajah masam. "Raimu koyok gudheg."

Suara tawa Samuel langsung menggema, hingga beberapa mahasiswa yang duduk di taman depan fakultas, menoleh ke arahnya. Hal tersebut buat Gita malu setengah mati hingga menutupi setengah wajahnya, sedangkan tangan yang lain dia gunakan untuk tepuk punggung lebar Samuel guna memberi sinyal agar lelaki itu segera melajukan kendaraannya.

Beberapa waktu lalu, Gita sempat mengatakan padanya bahwa perempuan itu merindukan bakso Pak Tri. Makanan yang disantap tepat setelah dia pulang dari KKN hari itu. Dia dan teman-temannya sempat mampir di kantin teknik untuk makan malam sebelum esok harinya mengadakan ekspo di lapangan universitas. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi dirinya untuk menyantap makanan berkuah itu.

Unwritten ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang