抖阴社区

09. Tahap Pemulihan

20 3 0
                                    

Haris Yasa Yudhistira. Penyanyi muda yang sangat mencintai profesinya itu tak pernah merasa sebahagia ini ketika bangun dari tidurnya. Lelaki jakung itu bahkan sibuk merias diri di depan cermin panjang di sudut ruangan studio. Dia melirik pantulan dirinya yang terbalut blazer hitam semi-formal. Kemudian bergantian dengan memakai leather jacket sebagai outer lainnya.

"Satunya kayak interview kerja, satunya lagi kayak preman." Gumam Haris. Kemudian, dia beralih melirik sang manajer yang sedari tadi sibuk memerhatikan dirinya. "Coba lihat jaket lo!"

Bintang tak menimpalinya dengan protes. Laki-laki yang sedang menyantap sebungkus nasi pecelnya itu langsung menarik jaket denim di atas punggung sofa untuk dilemparkan pada Haris. Setelah menerima jaket miliknya dan memakaikan pada tubuhnya, Haris merasa pakaian itu yang paling cocok untuknya.

"Oke, gue pakai ini."

"Lo itu mau ke mana, sih?" Bintang akhirnya bersuara.

Manajernya itu jengah melihat Haris yang sibuk sedari tadi. Sibuk merias diri hingga memantaskan pakaian yang bahkan tak pernah dia pedulikan sebelumnya. Haris bahkan jarang memberi protes pada penata busana untuk di panggung selagi pakaian tersebut nyaman bagi dirinya. Namun, hari ini perilaku artisnya itu cukup membuat tanda tanya besar baginya.

"Coba cek dong, jadwal gue hari Sabtu malem. Ada kerjaan, nggak?"

"Nggak ada, kerjaan lo udah gue kurangin." Jawabnya singkat, masih melirik Haris yang menyemprotkan parfum di tubuhnya, "mau ngapain lagi lo jangan bikin kerjaan gue nambah."

Lelaki jakung itu berbalik badan. Menghampiri Bintang lalu merebut sesendok pecel itu untuk dia masukkan ke dalam mulutnya. "Sesuai perintah, gue mau main."

Belum sempat Bintang bertanya lebih lanjut, lelaki itu sudah hilang dari studio. Dia hanya bisa menghela napasnya pasrah. Berharap tak ada pertanyaan dari berbagai pihak yang mengharuskannya untuk bekerja hingga larut malam nanti.

Sedangkan di sisi lain, Haris melajukan kendaraannya dengan bersenandung ria. Suara enerjik Freddie Mercury dari Queen pada I Was Born to Love You, menemaninya berkendara di pagi tak terlalu menyengat ini. Sungguh cuaca yang indah untuk berkencan. Dan tentu saja bukan dirinya.

Tak lama kemudian, mobilnya berhenti di depan studio musik yang tidak terlalu besar. Lalu pandangannya jatuh pada swalayan yang berada di samping studio. Bukan, bukan karena swalayan, tetapi seseorang yang terlihat memutari rak camilan di dalamnya.

Tanpa berpikir panjang, lelaki itu melepas sabuk pengaman, kemudian berjalan ke arah swalayan. Haris mendorong pintu kaca tersebut dan mendapat sapaan dari salah satu pramuniaga. Dia balik menyapanya sebelum berjalan mengitari beberapa rak di sana.

Niat hendak menyapa Gita yang berjongkok di depan rak obat-obatan jadi urung. Dia berakhir mengikutinya dari belakang. Hingga perempuan berambut pendek itu selesai melakukan pembayaran, lalu berjalan menuju studio. Melihat hal tersebut Haris segera mengambil minuman botol secara acak, lalu berjalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Selesainya, dia langsung mengikuti Gita dari belakang.

Terlihat Gita sedang berbincang dengan salah satu staff laki-laki yang mengantarkan dirinya menuju studio tempat mereka berlatih. Haris masih mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya sampailah dia di depan salah satu ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa alat musik.

Haris masih mengamati dari luar hingga pintu studio tiba-tiba dibuka dari dalam yang membuat staff berpakaian formal itu tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

Dengan cepat Haris meletakkan jari telunjuknya di depan bibir hingga staff tersebut refleks melakukan hal yang sama.

"Mas Haris mau latihan? Itu tadi temennya, ya?" Tanya staff lelaki itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

? Terakhir diperbarui: May 14 ?

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unwritten ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang