"Simple as that, lo bukan prioritasnya." Gurau Ryan.
Namun di sisi lain, seseorang terbatuk secara tiba-tiba. Haris. Lelaki itu mengaku bahwa dirinya tersedak kuah bakso yang terlihat cukup pedas. Gita langsung mencabut beberapa tisu yang di dalam ranselnya kemudian dia letakkan di tangan Haris. Lalu, dia meraih botol minum yang selalu dia bawa di ranselnya untuk diserahkan pada lelaki itu. Haris menerima botol tersebut dan menegak air putih di dalamnya, melupakan es jeruk di sampingnya yang telah dipesan.
Ryan, yang melihat interaksi keduanya, hanya diam dan memerhatikan.
Gita yang merasa diperhatikan pun langsung terbatuk pelan. Bahunya melemas. Kepalanya berusaha meyakinkan diri, yang dirinya lakukan adalah sebuah standar minimal untuk membantu seseorang ketika butuh bantuan. Iya, Gita hanya ingin membantunya.
Detik berikutnya, Gita mendengar kekehan dari samping. Ryan kembali mengubah posisi duduknya menghadap depan, "I know."
"Apa?"
"Nothing."
"Jawab gue, nggak?" Gita mendesaknya dengan mencengkram pelan kerah jaket Ryan. Hal tersebut membuat Haris meringis. Tangannya terangkat untuk mencoba lepaskan cengkraman itu. Namun, karena mendapat lirikan tajam dari Gita, Haris langsung mengurungkan niatnya.
Ryan malah tertawa. "Bang, ini temen lo kerahnya lagi ditarik. Tolongin gue, please!"
Saat itu pula, Samuel langsung datang dengan membawa nampan berisi dua mangkuk bakso yang dia letakkan di atas meja. Kemudian, lelaki berkacamata itu menepis pergelangan tangan Gita dengan cukup pelan agar perempuan itu melepaskan cengkraman di jaket Ryan.
"Kenapa, sih, nggak bisa ditinggal bentaran doang udah ngajakin orang berantem. Heran deh!" Omel Samuel sembari mendorong mangkuk bakso itu tepat di depannya. "Makan tuh bakso, biar nggak rese. Katanya laper."
Sedangkan orang di sebrang, tepatnya di samping Samuel, Haris hanya terkekeh pelan tanpa terdengar suaranya. Dia masih menyantap bola daging berserat itu seraya dengarkan perdebatan Gita dengan teman-temannya.
Namun, Gita malah merasa terbakar. Pelatuk yang kebetulan tadi diujarkan oleh Ryan seolah hanya sebuah kelakar. Stimulus yang setidaknya buat lelaki itu terpicu untuk sesaat mungkin hanya seperti angin lewat baginya. Gita, tak akan pernah memahami isi pikirannya.
"Lo nanti malem kayak biasa, kan?" Samuel bertanya pada Gita, "balik dianter Juna, kan?"
Mendengar pertanyaan tersebut, netranya langsung tertuju pada seseorang di sebrangnya. Haris juga sedang menatapnya. Kemudian, lelaki itu menandaskan segelas es jeruk di sampingnya.
"Inget, ya, Jalan Sudirman sampai Panjaitan ke Utara itu lagi nggak aman. Kalau Juna nggak bisa nganter, lo telepon gue." Lanjut Samuel. "Gue nggak sibuk, kok!"
"Nurut, Git!" Ucap Ryan seraya menyikut lengan perempuan itu hingga tubuhnya sedikit terhuyung. Setelah itu dia berpamitan untuk pergi menghadiri kelas.
Setelah memperdebatkan peristiwa beberapa hari belakangan di sekitaran kampus ini—semalam—Samuel tak berhenti mewanti-wantinya. Tindakan yang membuat wilayah menjadi tidak aman dan merasa terintimidasi terutama bagi pihak perempuan itu tentu membuatnya ketakutan. Namun, Gita juga merasa tak enak hati jika terus merepotkan teman-temannya.
"Kalau-kalau lagi nggak sengaja ketemu Bang Haris, sekalian aja bareng. Lebih enak." Tambah lagi Samuel.
"Maksudnya?"
"Ya bareng, maksudnya, kayak tadi malem. Biar nanti nginep di kontrakan gue." Ujar Samuel.
Lelaki itu kemudian menyambung ceritanya dengan sedikit bernostalgia ketika penyanyi itu masih berkuliah. Yang berarti saat Haris masih menjalin hubungan romansa dengan dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unwritten Chapter
RomanceMereka kira ceritanya sudah selesai. Ternyata masih ada bab yang belum diurai. --- Haris Yasa Yudhistira, penyanyi muda yang tiba-tiba naik daun dan jadi idola para kawula muda. Seperti musisi pada umumnya, Haris memiliki jadwal yang cukup padat. Ad...
06. How's Your Day?
Mulai dari awal