Sebagian besar part sudah di unplublish untuk kepentingan penerbitan.
________________
WARNIIIIIIIIIIIIIIIING
This is an ACTION story with EXTREMELY ROMANCE.
Sorry, jika plot and scene di setiap chapternya bikin EXTREMELY BAPER.
Diminta kebijaksanaa...
"Kenapa papa lama sekali? Siapa tante jelek ini?" suara gadis kecil yang terlihat nyaman dalam pelukan Dylan dengan lidahnya yang masih cadel itu seperti menamparku. Dia menunjukku degan jari mungilnya.
Dylan menoleh ke arahku dan tersenyum melihat ekspresiku yang masih membeku melihat gadis kecil dalam pelukannya. Aku yakin mukaku sudah pucat sekarang.
"Tante ini namanya Thea," ucap Dylan.
Dia bahkan tidak membelaku sedikitpun dengan sebutan tantejelek dari si anak kecil ini.
"Hello, aku Thea," aku tersenyum seceria mungkin.
Panggilan papa masih begitu terngiang di telingaku dan itu menggangguku. Sangat menggangguku. Gadis itu masih terdiam menatapku, dia tidak menjabat tanganku walaupun aku sudah mengulurkan tanganku kepadanya. Dylan hanya tersenyum melihat gadis kecilnya itu.
"Mama sudah menunggu papa," gadis itu berbisik ke telinga Dylan.
Apaaaaaa, mama? itu berarti istri Dylan, aku ingin sekali berteriak saat itu juga. Tentu saja aku masih mendengar dengan baik bisikan gadis itu ke Dylan yang membuatku makin membulatkan bola mataku.
Ya Tuhan, apa lagi ini, pikiranku tiba-tiba kacau. Kata papa sudah cukup menjadi pukulan yang keras bagiku. Aku masih berpikir istrinya sudah tidak ada di dunia ini atau mungkin sudah bercerai. Tapi sekarang muncul kata mama, dan orangnya sudah menunggunya sekarang, di rumahnya, rumah yang aku datangi ini, dan aku beberapa detik lagi akan bertemu dengannya.
Apa yang ada di pikiran Dylan? Jika dia sudah beristri, berarti aku adalah seorang selingkuhan, dan dia mau memperkenalkan aku ke istrinya? Tidak tidak, ya Tuhan. Ini gila.
Aku mungkin sudah berlari kalau Dylan tidak menggengam kembali tanganku dengan kuat dan menggandengku memasuki rumahnya. Tangan kirinya masih menggendong bocah kecil itu dan tangan kanannya menggenggamku kuat. Genggaman yang terasa amat sakit di tanganku. Ekspresi senyum tanpa dosanya masih terlihat di wajahnya. Aku ingin sekali membunuhnya saat ini. Aku kesal, sungguh kesal melihat ekspresinya yang tersenyum tanpa dosa itu, serasa yang terjadi saat ini adalah hal kecil yang tidak berarti.
Dylan mempersilakanku masuk ke rumahnya. Rumah dengan design modern dan elegan. Itu kesan pertama yang aku tangkap. Dia memintaku duduk di ruang tamunya. Dia hanya tersenyum melihat ekspresiku, ekspresi yang mungkin pertama kali dilihat olehnya.
"Tunggulah di sini," pintanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak ada kata-kata lain yang keluar dari mulutnya. Dia pergi meninggalkanku, memasuki ruangan yang lain, mungkin ruang keluarganya. Dia masih menggendong gadis kecil itu yang dari tadi diam menatapku serasa aku adalah sebuah kuman yang yang perlu dibasmi olehnya.