Aku punya lima ekor anjing di rumahku. Empat dari mereka adalah husky. Satu sisanya merupakan half breed dari husky dan serigala. Jika aku hendak kemana-mana aku cukup mengajak dua dari mereka. Namun akan berbeda jika aku membawa sesuatu yang berat di papan luncurku. Aku biasanya membawa empat ekor untuk urusan seperti itu.
Empat. Jika ada pertanyaan yang satu kemana, aku hanya bisa menjawab bahwa aku terlalu menyayanginya dan ia kutinggalkan di rumah.
Meski alasan sebenarnya adalah karena Vulpecula ini merupakan seekor halfbreed husky yang punya kelainan. Tubuhnya kecil, juga kurus kering. Nampak jelas di wajahnya yang tirus dan tidak berisi seperti empat kawannya yang lain. Jika keempat lainnya adalah anjing yang aktif dan penuh inisiatif, Vulp adalah anjing yang pemalas dan penyendiri. Aku tidak tahu mana yang benar antara dia pemalas sejati atau dijauhi oleh temannya. Namun jika ditilik dari taksonominya, Vulp ini anjing yang 'aneh'. Itu karena biakan dari husky dan serigala adalah biakan yang langka tapi juga salah satu yang tertangguh, memegang tampuk sebagai tangan kanan pemburu di dataran ini.
Satu hal yang kusuka darinya, ia benar-benar penyayang. Padahal ia begitu mungil dan rapuh. Ia sering kali datang ke tempat tidurku di malam hari. Menyalak padaku ketika aku sedang bersedih. Atau pun hanya diam menatapku kala sunyi. Ketika aku akan pergi keluar dengan anjing lainnya, ia akan berada di pintu depan. Meski tidak seperti di film Hachigo, ia menungguku pergi jauh lalu masuk ke dalam rumah.
Vulpecula adalah anjing yang kami pungut di jalanan. Saat itu adalah pertengahan periode terang di Greenland.
"Ayah! Kau lihat! Ada sesuatu di balik tiang ...." aku tidak melihat sosok dalam bayangan itu terlalu jelas. Namun aku bukannya takut sampai harus memanggil ayah. Itu karena aku melihat sosok itu tergeletak di jalan penuh salju.
"Iya aku melihatnya. Jangan mendekat Êr. Itu mungkin saja anjing gila yang kelaparan. Jangan mencoba terlalu dekat dengannya."
Namun aku mengadahkan peringatan ayah. Aku justru pergi ke sana. Semakin dekat, terlihat tubuh kurusnya. Semakin dekat, terlihat luka di sekujur tubuhnya. Saat itu aku berusia 13 tahun.
"Lihat. Anjing itu terluka," kataku sambil menunjuk seekor anjing yang suatu hari kunamai Vulpecula.
Anjing itu hanya terbaring lemas dibawah tiang lampu jalan. Aku melihat matanya, yang kudapat adalah perasaan seolah dia ingin menunjukkan kehampaannya padaku. Aku melirik ke arah ayah. Tentu, berharap bahwa dia mengizinkanku mengadopsinya.
"Ayah. Bolehkah kita membawanya? Dia pasti akan mati jika diabaikan begini," aku bertutur padanya selembut mungkin.
"Hmm. Bagaimana yah." Sambil menggaruk-garuk kepalanya, ayah berpikir keras.
Ayah adalah seorang pemburu. Ia menjadikan itu sebagai mata pencaharian utamanya. Jadi mengadopsi anjing tentu sangat menguntungkan dalam perburuan. Namun kupikir yang dipertimbangkan adalah pada anjing ini. Ia sangat kurus, tubuhnya sangat kecil. Dan lagi dia sekarat.
"Mungkin anjing ini masih bisa diselamatkan jika kita membawanya di rumah dan merawat lukanya. Namun maafkan aku Êrsta, tidak ada untungnya bagi kita merawatnya. Ia sangat kecil. Aku bahkan ragu ia akan berguna dalam berburu...
"Maafkan ayah, Êrsta ...."
Bahkan sejak aku masih kecil aku tidak pernah minta macam-macam ke ayah. Itulah mengapa dengan berbicara seperti itu, aku harap tidak terkesan merengek padanya.
Seketika ayah terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Kepalanya mengangguk-angguk.
"Kalau dipikir rumah kita sepi sekali yah. Lagipula tambahan seekor anjing kecil tidak akan terlalu berpengaruh. Dan juga soal mandi dan-" belum juga ia selesai menyelesaikan kalimatnya aku segera memeluknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora:Polaris (Prototype)
Fantasy?rsta adalah seorang gadis yang sangat menyukai bintang dan buku lebih dari apapun. Hari itu disaat ?rsta yang berumur tujuh belas tahun, berencana pergi ke perpustakaan ia menabrak seorang laki-laki misterius yang ternyata adalah teman kelasnya yan...