Shafa hanya terdiam di kamar mengingat kejadian yang menimpanya dan Fathia. Setelah kejadian tersebut, Raihan dengan Regan segera membawa Shafa dan juga Fathia ke rumah sakit terdekat untuk mengobati luka yang menimpanya.
Aluna dan Jihan sedang berada di samping Shafa untuk menenangkan gadis tersebut yang masih syok dengan apa yang telah terjadi satu jam yang lalu. Sedangkan Raihan berada di ambang pintu kamar Shafa.
Sudah larut malam namun Shafa masih tetap duduk dengan tatapan kosong.
"Shafa, sudah larut malam nak.Tidurlah besok kamu kuliah."
"Baiklah tante. Maafkan shafa sudah merepotkan kalian." ucap Shafa yang menatap sendu ke arah Aluna.
"Tidak Shafa, kamu tidak merepotkan sama sekali. Tante sudah anggap kamu seperti anak tante sendiri." ucap Aluna sambil mengusap tangan Shafa yang masih sedikit bergetar karena ketakutan.
Shafa segera membaringkan tubuhnya. Lalu Aluna, Jihan dan juga Raihan melangkahkan kakinya berjalan untuk menuju kamarnya masing-masing karena sudah larut malam.
***
Adzan shubuh telah berkumandang. Shafa segera mandi lalu mengambil air wudhu untuk sholat shubuh. Setelah sholat shubuh ia membaca surah Al-Fajr untuk mengawali paginya.
Shafa melangkahkan kakinya menuju dapur dan menyiapkan sarapan. Aluna sedang melihat Shafa yang lihai dengan ritual masaknya pun tersenyum.
Raihan menatap pantulan dirinya di cermin. Ia melihat sudut bibirnya yang masih bengkak karena kejadian semalam. Jam menunjukkan pukul 07.30, Raihan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju ruang makan untuk sarapan.
Ia melihat Aluna, Shafa, dan juga Jihan yang sudah siap menyantap makanannya. Raihan memposisikan duduknya di samping Shafa. Shafa terkejut sekaligus deg-deg an berdekatan dengan Raihan. Raihan menatap Shafa yang makan sayur wortel pada soup nya dengan tenang. Pelipisnya masih terbalut dengan kasa dan plester, sudut bibirnya yang masih bengkak. Dan Raihan membulatkan matanya melihat lengan Shafa yang nanar dan lebam.
"Shafa, lengan kamu kenapa?" ucap Raihan refleks memegang tangan shafa. Namun Shafa segera menarik tangannya.
"Ti--tidak papa kok han." ucap Shafa sambil menunduk.
"Tidak papa apanya, " Raihan mengambil es batu di lemari dan mengompres lebam di lengan Shafa dengan es batu tersebut yang ia lapisi dengan kain tipis. Shafa menatap lurus ke arah mata Raihan yang menunjukkan kekhawatirannya. Aluna dan Jihan juga menatap Shafa khawatir.
"Apa tidak sebaiknya Shafa di bawa ke rumah sakit aja, biar sembuh total." ucap Aluna dengan menatap kasihan ke arah Shafa.
"Iya kak, kasihan kak shafa tuh tangannya sampe biru-biru gitu." ucap Jihan sambil meringis melihat lebam di tangan Shafa.
"Eh gak usah, bentar lagi ini juga sembuh." ucap Shafa sambil tersenyum.
Shafa tahu itu hanya lebam sedikit akibat pukulan dari salah satu laki-laki malam tadi. Setelah dua atau tiga hari pasti lebam itu akan hilang. Ia tidak ingin membebani keluarga Raihan.
"Kalau gitu, kamu gak usah kuliah dulu." ucap Raihan yang masih setia mengompres lengan Shafa.
"Gak bisa han, hari ini aku ada kuis setelah itu harus beli buku keperawatan di toko buku sama Fathia mumpung lagi dikon." jelas Shafa.
"Baiklah," ucap Raihan dengan menghela nafas.
"Nanti kalau Shafa beli buku, kamu harus temenin lo Mas." ucap Aluna pada Raihan.
"Kan Shafa udah sama Fathia, Ma." jawab Raihan.
Aluna langsung memelototi Raihan dan mau tidak mau ia harus menuruti perkataannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu [SELESAI]?
RomanceTak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sepucuk kertas yang kutulis dengan torehan tinta sederhana mampu merubah kenyataan hidupku. Aku selalu dan akan selalu percaya akan takdir yang Allah gariskan untukku. Kuharap, esok nanti dirimu masih sama sepe...