Hyunbin tak berhenti tersenyum, matanya seolah tak bisa lepas dari sosok berkepala mungil yang bahkan sudah masuk lagi ke dalam rumah. Menyisakan siulan sahabatnya yang sibuk menggodai.
Jaehwan yang membawa gitar dengan segera menyanyikan sebuah lagu jatuh cinta bersama Seongwu sementara Daniel tak dapat menahan tawa kencangnya.
“Dia manis kan?” tanya Hyunbin, menyeringai.Minhyun yang mendengarnya pun melirik tak suka, “Tentu saja. Dia adikku," jawabnya.
“Tunggu sebentar,” sambung si sulung Hwang lagi. Pergi ke dapur setelah mendengar sang ibu memanggil.
“Ada apa, bunda?” tanya Minhyun pada sang ibu yang baru saja mengeluarkan muffin dari oven dengan sarung tangan.
“Kuenya sudah jadi. Teman-temanmu suka kue? Kalau mau akan bunda bawakan,” jawab Luhan seraya menata beberapa cup muffin yang beraroma sedap itu ke piring.
Minhyun tertawa, “Mereka sudah pasti mau. Biar aku yang bawa, bunda.”
“Adikmu, kenapa?” tanya Luhan. Membiarkan Minhyun mengambil alih piring kue itu.
“Aku rasa aku terlalu keras padanya,” jawab Minhyun, menghela napas dengan berat.“Habisnya Jinyoung menemui pacarnya tapi pakaiannya tidak sopan begitu. Bukan menyalahkan adik, tapi aku sendiri tidak bisa percaya pada pacarnya begitu saja meski dia temanku.”
Luhan mengangguk paham, senyum tipis tercetak di wajah cantiknya sebelum ia bicara serius, “Tak apa, kau bermaksud baik, nak. Kau kakak yang baik. Bunda yang salah karena menyuruh adikmu.”
“Tidak, aku yang salah karena terlalu keras pada Jinyoung. Kalau begitu aku kembali ke depan dulu. Terima kasih kuenya, bunda.”
Setelahnya Minhyun kembali ke beranda dengan nampan di tangannya, melirik sekilas kamar Jinyoung yang pintunya tidak ditutup rapat. Baru saja berdamai, kini ia harus melunakkan kucing nakal itu lagi karena telah membuat kesal.
“Dia benar-benar cantik.”
Suara Hyunbin terdengar jelas dari keberadaan Minhyun sekarang. Si sulung Hwang itu tersenyum, karena ya— memang benar, adiknya cantik.
“Dan lucu seperti kucing. Kucing kecil penggoda— kalian mengerti kan maksudku? Terutama kau Daniel, pecinta kucing— hahaha”
Langkah Minhyun tersendat. Dahinya tampak berkerut jelas.
“Jangan macam-macam dengan Jinyoung. Bukan hanya Minhyun, tapi aku juga akan menghajarmu jika kau memperlakukannya dengan tidak baik,” tegur salah seorang lainnya.Minhyun tahu, itu Seongwu. Pasalnya, Seongwu juga sudah seperti seorang kakak untuk Jinyoung.
“Santai saja, Wu. Tak usah munafik. Kau lihat kan kekasihku tadi? Uhh, he looks so damn sexy and i think i have to get a room with him someday.”
“Jaga bicaramu, Hyunbin.” Kali ini Jaehwan yang menegur. Merasa temannya itu mulai keterlaluan.
“Ya, jika kau ingin bersenang-senang, lakukan saja dengan gadis-gadis murahanmu. Bae Jinyoung jelas bukan orang seperti itu dan lagi— hargai Minhyun!” timpal Daniel.
Minhyun menghela napas kasar, disimpannya nampan kue yang ia pegang di meja dinding tak jauh dari tempatnya berdiri. Untung hanya satu temannya yang seperti Hyunbin, kalau tidak sudah pasti Minhyun akan meledak dan menghajar mereka satu per satu sekarang.Ternyata memang benar kekhawatirannya, setelah ini ia akan bicara pada Jinyoung untuk tidak berhubungan dengan Hyunbin.
“Aku hanya mengutarakan pendapatku soalnya. Lagi pula, bukannya terlalu menyia-nyiakan? Dia mempesona. Jinyoung kalau aku bawa ke bar langgananku pasti akan sangat laku. Dia manis, dan tubuhnya—“
Bugh!
Brakk
Semua terjadi dengan cepat. Ketika Minhyun tanpa pikir panjang meninggalkan ruang tamu menuju beranda dengan langkah lebar. Kedua tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih dan urat muncul di pelipisnya.Dicengkeramnya kerah kemeja Hyunbin, memaksa pria yang sedikit lebih jangkung darinya itu berdiri. Sebuah pukulan keras ia layangkan ke rahang kiri sahabatnya itu— yang sekarang ia tak sudi lagi menganggapnya teman.
“Minhyun! Hentikan! Hey, bantu aku melerai!!” teriak Seongwu berusaha memisahkan. Jaehwan buru-buru meninggalkan gitarnya, membantu Seongwu menarik Minhyun menjauh.
Hyunbin yang belum siap akan serangan mendadak Minhyun langsung saja limbung ke lantai marmer itu. Sikunya terhantam keras di sana. Dilihatnya dengan jelas kemurkaan Minhyun di wajah. Matanya berkilat marah, dirinya diliputi emosi yang sudah memuncak. Minhyun tak akan tanggung-tanggung jika itu soal adiknya.
“Brengsek!!” maki Minhyun. Bersamaan dengan tinjuannya di pelipis kanan Hyunbin.
“Aku sudah memberimu kesempatan tapi kau main-main hah!?”
Suara ringisan dan pukulan saling bersahutan. Hyubin tak tinggal diam, didorongnya kasar Minhyun menjauh, memberi celah untuknya bangkit.
“Kau kenapa sih?! Sok posesif.”
