抖阴社区

37. Teruntuk [Kamu]?

Mulai dari awal
                                        

"Kak, mau kemana?" tanya Jihan yang menatap kakak nya dengan heran.

"Ke kampus."

"Ngapain? Udah sholat belum?"

"Udah."

"Yaudah deh. Gue nitip beliin jajan ya." teriak Jihan pada Raihan yang mulai menjauh.

Raihan telah memasuki gerbang kampus. Kampus lumayan sepi, tetapi masih ada sekitar sepuluh orang di sana untuk sekedar belajar bersama, nongkrong atau makan di kantin.

Raihan berjalan menuju perpustakaan. Tampak sepi. Kemana si penjaga perpus? Raihan melangkahkan kakinya menuju meja depan dan mendengar suara isak tangis perempuan. Raihan meneguk ludah karena merinding, ia mengelus tengkuknya.

"Siapa itu?" teriak Raihan hati-hati dengan berjalan ke arah sumber suara.

Betapa terkejutnya Raihan melihat bahwa ada gadis yang sesenggukan. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

"Hei." ucap Raihan.

Shafa mendongakkan wajahnya dan menatap wajah Raihan tepat di depannya. Matanya sedikit sembab, hidungnya memerah dan tubuhnya pun bergetar.

"Kamu ngapain disini?" tanya Raihan tak bisa menahan kekhawatirannya.

"Paman... hiks.. paman..."

"Kenapa sama paman?"

"Paman..hiks..me-- me.." ucap Shafa dengan masih sesenggukan.

"Paman meninggal." tangis Shafa pecah seketika setelah mengucapkan kata tersebut.

Raihan terkejut mendengarnya.

"Bagaimana bisa? Dimana paman kamu sekarang?"

"Di-- di.. rumah."

Raihan segera menarik lengan Shafa. Dan membawanya ke parkiran.

Flashback On

Setelah makan di kantin dan sholat ashar. Shafa berjalan menuju perpustakaan untuk meminjam buku yang akan dipelajari untuk ujian besok. Shafa baru sadar, ia tak membuka ponselnya dari tadi pagi semenjak ujian berlangsung hingga sekarang.

Shafa berjalan di perpustakaan dengan pelan sembari mengaktifkan ponselnya. Betapa terkejutnya Shafa melihat notif SMS yang cukup banyak dari Bi Mirna.

Bi Mirna
Fa, pamanmu dari tadi ngaduh kesakitan. Mau bibi antar ke rumah sakit gak mau.

Bi Mirna
Angkat telepon bibi Fa.

Bi Mirna
Fa, pamanmu mencarimu terus. Dia memanggil namamu terus. Kamu harus minta ijin pada gurumu untuk datang melihat pamanmu.

Bi Mirna
Pamanmu sudah tiada Fa, ia sudah kembali pada sang pencipta. Kamu segeralah pulang.

Shafa sangat kaget membaca SMS tersebut. Ia membaca itu berulang kali karena ia berpikir bahwa ia salah baca. Tapi ternyata masih sama, seluruh badan Shafa melemas dan air mata bercucuran membasahi pipinya. Jeritan tangisnya pecah. Beruntunglah karena di perpustakaan tak ada orang lagi selain dirinya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar ia berjalan dan pulang. Ia masih belum bisa menerima kenyataan ini.

Beberapa menit kemudian, Shafa merasakan pintu perpustakaan di buka oleh seseorang. Tangis Shafa mulai reda, namun isak tangisnya masih tak bisa ia tahan. Sampai akhirnya sebuah suara membuatnya mendongakkan wajah yang ia tenggelamkan di antara kedua lututnya.

Flashback Off

Sesampainya Shafa di rumah, ia melihat jenazah pamannya yang terbaringkan di ruang dekat pintu masuk rumahnya. Shafa segera berlari menuju jenazah paman nya dengan jerit tangisnya. Bi Mirna yang melihat kejadian tersebut pun ikut menangis.

Setelah pemakaman pamannya. Shafa masih tetap diam memandangi nisan yang ada di depannya. Kenapa Allah cepat sekali memanggil pamannya?

Semua teman Shafa masih setia menemani Shafa yang duduk di samping makam Ilham. Fathia tak tega melihat Shafa yang begitu rapuh saat ini. Mereka semua mendengar kabar meninggalnya Ilham karena Raihan yang memberitahunya. Aluna dan Jihan pun turut hadir dalam pemakaman meskipun hanya sebentar. Berbeda dengan Wijaya, ia hanya menatap kepergian Ilham dengan raut wajah datarnya lewat kaca mobilnya dari kejauhan.

"Fa, ayo pulang. Bentar lagi mau hujan lo." ucap Meysha dengan nada lembut.

"Kalian pulang aja dulu. Aku masih mau di sini." ucap Shafa mencoba tersenyum dengan teman-temannya.

Mereka semua berpamitan, karena cuaca yang mendung memungkinkan hujan akan datang. Raihan masih ingin di sana, tapi Papanya sudah berada di seberang jalan dekat pemakaman bersama dengan Aluna dan Jihan yang telah menaiki mobil. Wijaya melirik Raihan dengan tajam.

Raihan menggelengkan kepalanya menatap Wijaya. Ia sangat menyesali perbuatannya yang tak pernah menjenguk Ilham. Namun, ia melihat Mamanya yang berada di kursi belakang sedang mengangkat tangannya sebagai tanda permohonan kepada Raihan untuk segera meninggalkan pemakaman dan memasuki mobil. Raihan menatap Shafa lalu ikut duduk bersimpuh di sampingnya.

TbC

NB : Kuliah mereka seminggu masuk 6 kali ya guys.

Kamu [SELESAI]?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang