Sejak kemarin, perut Dheira belum terisi apa-apa, yang ia lakukan hanya berdiam di dalam kamar setelah berusaha beristirahat namun tidak bisa.
Hari Sabtu kedua orang tua Dheira bertengkar hebat yang tidak di duga-duga datang secara cepat. Dheira menggunakan hari Minggunya dengan terus berdiam di kamar, tanpa memakan sedikitpun nasi yang pembantunya bawakan untuknya.
Dheira merasa nafsu makannya turun drastis, Dheira hanya tiduran, menatap kosong ke arah jendela, mensilent ponselnya. Dheira benar-benar ingin sendiri, tidak mau di ganggu oleh siapapun, kecuali Reisya. Dheira sedikit bercerita kepadanya tentang orang tuanya yang kembali bertengkar hebat yang membuat Dheira ketakutan dan terus menangis. Reisya berusaha menenangkan Dheira untuk segera beristirahat di malam yang selarut ini.
Pagi ini, bahkan Dheira tidak sarapan, ntah kenapa hari ini ia hanya ingin cepat sampai sekolah tanpa ingin kembali ke rumah. Dheira sudah siap dengan seragam SMA miliknya, ia tidak memoles bibirnya sedikitpun dengan lip balm. Bibir Dheira terlihat pucat, namun Dheira tetap memaksa untuk pergi ke sekolah.
****
Upacara akan segera di mulai, dan barisan masih belum terlihat rapi. Bahkan kata 'rapi' jauh dari perkiraan Dheira. Dheira baris di sebelah Reisya yang bisa di bilang barisan terakhir kelas. Tidak tahu kenapa, hari ini Dheira ingin berbaris di belakang karena merasa sedikit pusing.
Reisya selalu menanyakan keadaan Dheira, namun Dheira selalu mengatakan kalau dia baik-baik saja. Reisya yang sangat khawatir ketika melihat wajah Dheira yang mulai pucat, Reisya langsung berdiri sigap di sebelah Dheira selalu.
Amanat demi amanat mulai berlalu, dan Dheira mulai merasa lemas. Matahari hari ini cukup panas, pusing menghantuinya, dan keadaan sekitar menjadi buram.
Bruuukkk
"DHEIRAA!!!" teriak Reisya histeris.
Jatuh sudah badan mungil Dheira di aspal lapangan, cukup kencang jatuhnya. Nanta mematung di tempat, ia melihat wajah pucat Dheira, bibir putih, dan aliran darah di bagian kening sebelah kanan Dheira. Yang tertutup dengan beberapa helai rambutnya.
Pala Dheira di alasi dengan paha dan tangan Reisya, darah di kening Dheira semakin bercucuran. Anak PMR di sekolahnya, sangat lambat sekali dalam menangani kejadian seperti ini.
"Bego! Nih anak keburu sekarat." kesal Azhar, keadaan sekitar semakin ramai, dan bantuan untuk menggotong Adara belum datang juga.
"Biar gue yang bawa," ucap Nanta dengan nada cepat.
Reisya mengangguk dan mengikuti langkah Nanta dari belakang.
Nanta segera membopong tubuh Dheira dan berjalan cepat ke arah UKS, semua mata siswa-siswi SMA Jakarta Raya tertuju ke arah Nanta dan Dheira sekarang, dan juga banyak siswi yang iri dengan posisi Adara sekarang.
Nanta memasuki UKS, ada dua petugas PMR di sana. Ia membaringkan tubuh Dheira di salah satu kasur kabin, gadis itu masih dengan kondisi mata terpejam.
Para petugas itu dengan gerak cepat mengobati luka Dheira dan berusaha memberikan minyak kayu putih di hidung Dheira. Setelah itu para petugas keluar dari UKS, untuk membuatkan Dheira secangkir teh hangat.
Nanta membiarkan gadis itu berbaring di sana. Pintu UKS terbuka, ada seseorang yang masuk dengan langkah terburu-buru.
"Gimana Dheira? Dia nggak apa-apa, kan?" tanya Reisya begitu cemas.
"Dia cuma kurang istirahat," ungkap Nanta menjelaskan.
"Dia nggak makan sejak kejadian itu, mangkanya dia drop sekarang," ujar Reisya membuat Nanta terdiam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
RandomMungkin kita pernah sedekat mata kiri dan mata kanan, hanya saja tak pernah saling menatap. -Dheira Ravinza