Rating: 17+
Warning || violence, harsh language and disturbing scenes sometimes
"Jangan jadi kuat, tetapi jadilah pemberani. Hidup yang hanya sekali ini, buatlah berguna, minimal untuk diri sendiri," kata mereka.
Memang mudah mengatakannya.
Saat m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang gadis terbangun dalam ruang hampa, terduduk diam mengumpulkan kesadaran. Dia mengenakan piyama putih yang setengahnya basah karena permukaan tempatnya bersimpuh digenangi air sampai mata kaki. Dia tidak tahu dari mana asal air itu, tetapi dia sadar betapa kacau dirinya sekarang. Cermin besar di hadapannya memaparkan tampilan gadis itu seutuhnya. Rambut gimbal, kantung mata menghitam, wajah lusuh dan sembab, bahkan pupil mata yang seperti tidak memiliki harapan hidup, semuanya begitu jelas dipamerkan dari pantulan cermin. Setelah menyadari betapa menyedihkan dirinya, dia terisak. Tangisannya menggema di dalam ruangan itu, suara beradu seakan berlomba tangis siapa paling parau.
Dasar payah.
Gadis itu menutup telinganya rapat-rapat.
Bodoh.
Dia meringkuk dan menenggelamkan wajahnya di lutut.
Pembunuh.
"Hentikan!" pekik gadis itu keras sampai tubuhnya tersentak. Dia bahkan tidak sadar bisa berteriak histeris seperti itu. Dia yang kini berdiri, menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis kumal itu mimisan. Dia kaget dan mulai panik, mengusap darah dari hidungnya sembarangan hingga mengenai piyamanya, dan jatuh menetes ke genangan air. Darah tidak berhenti mengucur sedikit pun. Kala dia menoleh lagi ke cermin, bukan pantulan dirinya di sana, melainkan gadis rambut jelaga sebahu yang dia kenal.
"Lyma?" panggil gadis itu. Dia berlari mendekati cermin tetapi tidak juga sampai, seolah cermin itu sangat jauh dan dia hanya berlari di tempat. Dia frustrasi.
"Lyma!"
Memalukan.
"Diam!"
Kau melabeli orang sebagai keluargamu dan lihat apa yang terjadi?
Kau mengulangi kesalahan yang sama pada keluargamu.
"Tidak!"
Kau terbangun dalam keadaan jantung berdebar kencang dan napas terputus-putus. Terlonjak dari tidur ke posisi duduk membuatmu sedikit pusing. Matamu mengerling ke sekitar, meneliti ruangan tempatmu saat ini. Ruangan yang jauh berbeda; putih bersih dengan perabotan kamar lengkap, dan kau sendiri di atas kasur.
Tadi hanya mimpi.
Keringatmu bercucuran, padahal terdapat pendingin ruangan. Selain bau obat yang pertama kali menusuk penciumanmu, seorang nenek pendek dengan jas putih beserta jepitan sanggul seperti tabung suntik muncul dari balik tirai, membuatmu sadar.