Di sebuah rumah kecil, tinggalah seorang gadis bersama ibunya yang sudah hampir tua. Sapa saja gadis itu dengan nama Keina. Ayah Keina telah meninggal, saat ia duduk di bangku kelas sembilan. Walau begitu, impian beliau ingin menyekolahkan anaknya di sekolah ternama tercapai. Keina sekolah di SMA Gajah Mada, di mana sekolah tersebut memiliki fasilitas dan pendidikan yang memadai.
Namun, mengingat kondisi ekonomi yang kurang membaik, Keina harus bekerja keras membantu ibunya mencari uang, membayar sekolah juga menabung untuk masuk di salah satu Universitas terbaik.
Pukul 05.45 pagi.
Keina sibuk menyiapkan perlengkapan untuk ibu berjualan. Meja yang terletak di dalam rumah, kini telah dipindahkan ke depan teras.
"Kei, sudah biar Ibu saja yang menyiapkan semua ini, kamu siap-siaplah untuk ke sekolah," ucap sang ibu.
"Tidak apa Bu, sebentar lagi," balas Keina.
"Oh ya Bu, kerupuknya di mana?" tanya Keina saat di depan teras.
"Ada di dapur." Dengan cepat Keina melangkahkan kakinya menuju dapur, lalu kembali lagi ke depan.
Kini perlengkapan jualan ibu telah siap, Keina tersenyum. Lalu bergegas mengambil tas untuk berangkat sekolah.
"Bu, sudah jam enam. Keina berangkat sekolah, ya." Keina menyalami ibunya.
"Baiklah, hati-hati ya, Nak," balas ibu seraya mengelus kepala Keina yang tertutup jilbab putih.
Keina menaiki sepeda merah mudanya, lalu melambaikan tangan ke arah ibu.
"Bye Ibu, Assalamu'alaikum."
•••
Berbeda tempat dengan waktu yang sama, seorang lelaki kini telah tiba di sekolah lebih awal, tidak seperti biasanya.
Sekolah masih terlihat sepi, bahkan guru-guru pun belum ada yang datang, dengan santai lelaki itu memasuki kelas XI IPS 1 yang masih terlihat kosong. Lelaki itu tersenyum penuh arti.
"Mumpung sepi." Tangannya bergerak mengambil sebuah benda yang berada di dalam tasnya, benda bewarna putih itu ia taburkan di atas lantai.
Tidak hanya itu, meja dan kursi pun ia geser ke sembarang arah, tidak teratur, bahkan ada beberapa meja yang ia tumpuk menjadi satu. Papan tulis yang semulanya kosong, kini sudah penuh dengan coretan abal-abalnya.
Satu lagi, ember yang habitatnya di sudut belakang, kini hijrah ke tempat selokan. Sudah bisa dibayangkan, seperti apa bentuk kelas itu.
"Hari ini pasti akan seru," ucap lelaki itu seraya menatap sekitar kelasnya dengan senyuman jahil.
Lelaki berkulit hitam manis itu melangkahkan kaki ke luar, mengunjungi tempat andalan bersama teman-temannya.
•••
"Eh si Manis masih pagi sudah datang saja, teman-temannya ke mana?" sapa bi Tut—salah satu penjual makanan di kantin.
"Biasa, Bi. Teman-teman saya suka datang siang, tidak seperti saya suka datang pagi," balas lelaki itu dengan bangga.
"Eh tetapi, biasanya si Manis juga datang siang, ini kok tumben-tumbennya."
Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Em ... tidak apa, Bi. Saya kan mau jadi anak paling rajin di sini, datang lebih awal. Kalau kata pak Slogan, lebih baik menunggu tiga puluh menit, daripada telat satu menit. Gitu, Bi." Lelaki itu beralibi dengan wajahnya yang seolah meyakinkan.
"Eh jangan-jangan ... si Manis mau buat ulah lagi ya?" selidik bibi seraya memicingkan matanya.
"Tidak, tidak. Ih Bi Tut, tidak boleh menuduh sembarangan," balas lelaki itu.
"Eh, Bibi bukannya menuduh, 'kan biasanya si Manis juga suka buat ulah," ungkap bibi seraya menyiapkan dagangannya.
"Em, iya juga sih, Bi. Tenang saja, hari ini aman terkendali," balas lelaki itu sambil tersenyum, si bibi hanya mengangguk-angguk mengiyakan.
"Oh ya, Manis mau makan?" tawar bibi.
"Hehe, iya nih. Nasi goreng satu ya, Bi."
"Cabe rawitnya lima, pakai tomat, kerupuknya dibanyakin. Bukan begitu?"
"Ah Bi Tut pintar!"
"Ya sudah tunggu sebentar ya, Manis."
Bi Tut pun menyiapkan nasi goreng untuk lelaki itu. Keadaan kantin sangat sepi. Maklum, semua siswa belum pada datang.
Sambil menunggu nasi goreng datang, lelaki itu melamun membayangkan bagaimana reaksi temannya nanti kala melihat keadaan kelas yang nyaris seperti ... ah sudah tidak tahu lagi bagaimana itu bentuknya.
"Aku tidak sabar melihat wajah-wajah lucu temanku nanti," ucap lelaki itu tertawa kecil.
•••
"ASTAGFIRULLAHALADZIM YA ALLAH YA TUHAN ALLAHU AKBAR INI KELAS KENAPA SEPERTI KANDANG BEBEK YA ALLAH!!!" Lisa—salah satu anggota kelas XI IPS 1 sangat histeris melihat keadaan kelasnya sendiri. Ia melongo tidak percaya. Apakah ia sedang bermimpi?
"Eh, Lisa kenapa kamu berteriak pagi-pagi?" tegur salah satu temannya yang baru datang—Indi.
"Indi, lihat ini!!" Indi mengikuti arah mata Lisa.
"Ya ampun Lis, siapa yang melakukan ini?" tanya Indi serasa tidak percaya.
"Aku tidak tahu, Lis. Aku juga baru datang. Bukankah kita sudah membersihkan kelas ini Jumat kemarin? Mengapa kelas ini kotor kembali?" Lisa tidak habis pikir dengan pemandangan yang ia dapat pagi ini, sungguh sangat mengejutkan.
"Apa kemarin kelas ini tidak dikunci?" tanya Indi memastikan.
"Hem ... sepertinya tidak, Ndi."
"Wajar saja. Hem, ya sudahlah ayo kita bersihkan, jika tidak pak Slogan akan marah nanti. Tiga puluh menit lagi akan upacara." Dengan pasrah Lisa mengikutinya, walau dalam hatinya sudah mengucapkan sumpah serapah pada orang yang melakukan ini.
Menit demi menit kini berlalu, semua siswa maupun siswi sudah mulai berdatangan. Di waktu yang sama, kehadiran seorang lelaki berpenampilan sedikit urakan membuat Lisa ingin memberhentikan langkahnya.
"BERHENTI ZAYN!" Lelaki bernama Zayn itu berhenti, menatap Lisa dengan alis yang saling bertautan.
"Ini pasti ulahmu, 'kan?" selidik Lisa sambil memperhatikan Zayn dengan tatapan tajam.
"U-ulahku? Memang aku berbuat apa?" tanya Zayn bingung.
"Tidak usah berpura-pura! Ini pasti ulahmu, 'kan? Siapa lagi jika bukan dirimu yang melakukan ini!" ucap Lisa menggebu-gebu.
"Hei, coba kau pakai matamu itu. Lihat, aku ini baru datang, tetapi kau sudah menuduhku yang tidak-tidak, membuatku tidak mengerti."
"Bisa saja kamu datang lebih awal, mengotori kelas ini lalu pergi lagi, dan datang dengan waktu yang berbeda."
"Hah? Oh sungguh aku tidak punya pekerjaan seperti itu, hanya membuang waktuku saja," balas Zayn membuat Lisa berdecak kesal.
"Mungkin, memang bukan Zayn pelakunya, Lis," sahut Indi dari sudut kanan.
"Lalu siapa?" tanya Lisa seraya berpikir. Zayn yang tidak peduli, pergi menuju tempat duduknya.
"AH AKU TAHU!" seru Lisa setelah beberapa detik.
"Siapa?" tanya Indi penasaran.
"Jangan-jangan ini ulahnya ... Ar—"
"Good morning, Lisa."
"ARGA!!!"
Assalamualaikum, ku membawa cerita baru semoga suka💚 Jangan lupa tekan ⭐
15 Juni 2021