Êrsta dan Jâjaruse memasuki jalan utama. Berbeda dibanding saat mereka berangkat ke rumah Jâjaruse, kali ini terdapat beberapa orang yang juga berjalan kaki membelakang ataupun menghadap matahari yang beberapa jam lagi akan terbenam. Cahaya yang menerpa punggung Êrsta, sebagaimana cahaya mentari sore sekedar membelai hangat. Pada tirai yang lain, orang yang juga berjalan kaki, tidak seperti mereka berdua, berjalan sendiri-sendiri. Jâjaruse menyapa ataupun disapa beberapa orang yang lewat bagai mengenalnya. Begitu memasuki jalan utama, Êrsta seperti mempercepat langkahnya. Meskipun pada akhirnya malah harus menyelaraskan dengan Jâjaruse yang menyempatkan membalas sapaan yang ditujukan padanya.
Pada suatu vektor, setitik fokus cahaya mengarah lurus langsung ke rambut Êrsta; dengan sangat mencolok memantulkan cahaya yang membuat rambutnya menggelora bagai emas putih. Jâjaruse yang mengikuti dari belakang terpana sesaat melihat fenomena itu. "Rambutmu bisa bersinar, ya!"
"Hah? Apa maksudmu?" Seperti biasa, Êrsta cuman bisa bingung mendengarnya celotehan random seperti itu. 'Bukannya yang kita berdua miliki tidak berbeda jauh?'.
Setelah lima belas menit dan melewati beberapa persimpangan, terlihatlah simpangan di depan kompleks rumah Êrsta. Disini sudah mulai terlihat kendaraan, -walau masih jarang. Êrsta dengan tidak sabar menyebrangi persimpangan, bergerak lurus langsung ke rumah (meski dibilang tak sabar pun, gadis itu hanya terlihat berjalan seperti biasa). Senyum tipis di wajah Êrsta yang normalnya lebih dingin dari cuaca di Thab menunjukkan itu. Mereka sampai di depan rumah yang jika dibandingkan dengan rumah sebelumnya, membuat bangunan merah dengan cat yang luntur, jurai es kecil pada dinding juga langit-langit akan membuat statusnya sebagai bangunan tempat manusia bermukim dipertanyakan.
Begitu berjarak beberapa meter di depan rumahnya sendiri, terdengarlah calak dari seekor anjing kecil, begitu riang kala dielus pemiliknya. Ada juga tiga anjing lain yang berturut turut dari jaraknya ke Êrsta: anjing domestik dengan biakan Malamute; bisa terlihat dari badannya yang paling besar dibanding dua lainnya, bulu yang tebal dan terlihat keras, juga telinganya melengkung dan rendah menyamping, dengan mata coklatnya, Gruis tampak sangat tenang menyambut mereka berdua. Setelahnya di halaman samping ialah biakan husky berwarna putih di seluruh tubuh, membuatnya menyatu dengan pijakan tempatnya meronta-ronta demi terlepas dari rantai agar dapat segera menyentuh majikannya; bulu Altair tipis di bagian jidat terhubung dengan mantel bulu di seluruh tubuhnya yang berwarna abu-abu, menutupi bulu putih bersih di bagian dalam. Karena memiliki biakan anjing penarik, ia hampir sama besar dengan Malamute tadi. Sekilas ia terlihat mirip dengan Gruis kecuali sepasang mata biru bersinarnya dan juga telinganya yang tinggi meruncing. Terakhir, berdiam diri di teras rumah dengan tenang, Deneb; seekor anjing asli Grœnland (Gronlandshund) yang lebih murni dari dua anjing yang tadi. Ia hampir sama besar dengan Gruis, namun tubuhnya terlihat lebih fit. Seperti Altair, Deneb memiliki bulu tipis di daerah jidat namun berwarna hitam kecoklatan dengan mata coklat almond. Yang terakhir ini adalah kesayangan Knud, Meski Êrsta-lah yang menamainya, Knud yang membiakkannya dan merupakan partner berburu favoritnya.
Sekilas terlihat seperti Jâjaruse dan anjing-anjing Êrsta telah membiasakan diri satu sama lain. Namun dengan kuda-kuda siaganya, Jâjaruse nampak tak berharmoni, yang dengan cepat disadari Êrsta. "Ada apa denganmu?" Êrsta sedikit risih melihat Jâjaruse yang menoleh kesana kemari.
"Ada apa? Tentu aku mencari 'si hitam'. Kalau-kalau dia menyerudukku dari belakang,"
"Hydrus? Dia sangat jinak, tak usah khawatir. "Tapi memang benar, dia yang paling aktif. Mungkin kau dipikirnya mainan...."
"Aku serasa digebok waktu itu," Jâjaruse membeberkan kejadian beberapa hari lalu. "Sedari awal mereka memang bukan anjing biasa, kau tahu ...." ujar Êrsta membanggakan.
"Oh ya. Kau-" "-Tenang saja! Mereka semua bersertifikat," Êrsta menambahkan secepat kilat.
"Lalu mengapa ada yang dirantai dan tidak. Jujur itu sedikit menggangguku," keluhnya lagi.
Êrsta berjalan pelan menghampiri Gruis. Mengelus-elus kepalanya, tidak ada yang tahu apakah majikan atau peliharaannya yang lebih antusias. Rona manis di wajah gadis itu, tak seorang pun yang akan mampu mengalihkan pandangan dari senyuman seperti itu.
"Entahlah. Padahal dia manis begini...," jawabnya tanpa beban.
Sesaat kemudian ia terpikir akan potensi percabangan perkataannya itu. Dimulai dari kemungkinan Jâjaruse akan berpikir bahwa dia tertekan oleh kehidupan bertetangganya -"bagaimana kalau dia berpikir aku seorang yang depresif dalam bermasyarakat? ...," atau si Gruis ini ternyata punya riwayat penyerangan -"Apa dia akan mengira aku menyembunyikan fakta kalau Gruis ini 'monster buas'?" juga pernyataan Jâjaruse betapa terganggunya ia melihat rantai dan pengekang yang melingkar di leher Gruis -" Apa dia melihatku seperti sedang menyiksanya? Dua yang lain tidak dipakaikan...," dan lain sebagainya.
Dari status 'jalan riang menikmati hari sebaik juga seefisien mungkin' (di atas pepatah: orang bodoh pastilah yang paling energik), kaki Êrsta berakselerasi kilat dalam langkahnya ke dalam rumah. "Hei...! Apa yang terjadi!?" seru anak laki-laki itu.
Belum sedetik kalimat Jâjaruse selesai, Êrsta telah kembali dengan kepala masih mendung. Sembari berlari kecil, kunci terombak kasar di dalam kantong parkanya, -tidak untuk waktu lama.
"Nih! Dia semanis anak kecil! Ayo sini!" Sambil mengelus kepala Gruis yang memantul kesana kemari, Êrsta memanggil kawan barunya mendekat. Laki-laki malang itu pun mengiyakan setengah terpaksa.
"Iyaaa! Aku tahu ini aman," ucap Jâjaruse. Meskipun tak sepenuhnya mencerminkan tindakannya yang memaksimalkan jangkauan terjauh dari tangannya, siap siaga jikalau ada sesuatu di luar skenario. Gruis begitu besar, hampir seperti melihat seekor serigala di kota. Namun begitu tahu betapa jinak 'si putih', Jâjaruse pun tertawa lega. Êrsta tak menyembunyikan kebahagiaannya melihat mereka berdua ternyata cukup cocok. Altair 'si abu-abu' dan 'si coklat' Deneb yang cemburu berputar mengelilingi majikannya meminta bukti cintanya. Potret kelimanya bagai keluarga bahagia.
"Jâjaruse keliatan sulit. Aku akan memanggilmu Jay, setuju?"
Jâjaruse sedikit terkejut akan permintaan tiba-tiba itu. Tapi itu bukan pertama kalinya ia dipanggil 'Jay' jadi ia setuju-setuju saja.
"Woof! WOOF! WOOF!" Dari kejauhan suara yang mendekat dengan cepat adalah Hydrus; biakan husky yang hanya menyisakan beberapa tempat bagi bulu berwarna putih di tubuhnya; bulu mantel hitam meliputi seluruh tubuhnya. Berlari kencang bagai terbang di udara, dengan cepat menghantam Jâjaruse, yang tahu apa yang akan terjadi.
Hantamannya cukup keras, anak laki-laki itu sedikit terhempas. Jika ditanya, mungkin Jâjaruse akan menjawab sesuatu seperti: 'tertabrak pria dengan berat delapan puluh kilogram yang berlari pada kecepatan sedikit diatas rata-rata'.
"Ka-Kau tidak apa-apa?!" "Y-ya! Dia hanya ingin bermain kan! Aku terbiasa kok!"sahut Jâjaruse yang menahan sakit.
Êrsta memukul kepala anjingnya. Hydrus hanya melongo mengeluarkan lidah, sesekali mata birunya melirik ke laki-laki itu yang tengah mencoba bangkit.
"Hei! Tak perlu sampai begitu, kan? Aku bilang aku oke kok!" tambahnya lagi. Êrsta hanya melirik sesaat karena khawatir, lalu bereaksi seperti tak terjadi apa-apa.
Sekali lagi Êrsta melihat ke mereka berlima. Gruis berubah menjadi antusias dengan kedatangan Êrsta. Altair dan Deneb seperti sedang bermalas-malasan di pangkuan Jâjaruse. Hydrus yang seperti biasa sangat aktif, berlari-lari di sekitar kawan baru si gadis. Si gadis sendiri terpaku sesaat pada visualisasi dari vista akan bagaimana kelanjutannya. Melihat Hydrus juga membuatnya teringat satu hal lain. Tanpa berbicara ataupun meninggalkan satu petunjuk, Êrsta kembali masuk ke dalam rumahnya diikuti anjing kecilnya, Vulpecula.
***
Selesai memberi makan kelima anjingnya beberapa kilogram daging, mereka tampak siap berseluncur. Êrsta memakaikan pengekang dan tali, melingkarkannya di leher dan mengikatnya di seluruh tubuh anjing-anjingnya lalu menghubungkan mereka ke kereta luncur yang telah disiapkan. Terbuat dari kayu yang kelihatannya cukup berkualitas beserta perangkatnya; tambah berat mereka berdua yang akan naik diatasnya, timbul keraguan di benak Jâjaruse, yang tak terlihat sedikitpun di wajah Êrsta. Tempat duduknya hanya cukup untuk satu orang duduk dengan nyaman. Namun ada tempat untuk seseorang berdiri tanpa perangkat perpanjangan di bagian belakang.
"Duduklah Jay!" tunjuk Êrsta.
Mereka berdua telah naik di atas kereta. Jay duduk di tempat yang tersedia, Êrsta berdiri pada pijakan kaki di belakangnya. Keempat anjing telah berada pada posisinya. Altair dan Deneb yang terlihat lemas tadi, kelihatan menatap kejadian selanjutnya. Hydrus yang tidak sabar mengayun-ayunkan kakinya disamping Gruis yang berada di posisi depan. Semuanya terlihat sudah pada tempatnya, tapi mereka belum berjalan.
"Kau tak punya pengalaman, kan Jay?" tanya Êrsta kepada laki-laki didepannya. Jâjaruse tak menanggapi, tak tahu apa yang akan dihadapi.
"Ingat! Jangan melawan arah mereka bergerak. Pastikan kau seimbangkan! Tapi jangan terlalu berusaha untuk seimbangkan!" Jâjaruse tak mengerti apa yang dimaksudkan. Êrsta pun setuju, pengalaman-lah yang akan jadi guru terbaik.
"Pegang kuat-kuat!" tegas Êrsta. Segera, Êrsta meniup peluit dengan kencang juga panjang.
Perlahan mereka mencapai kisaran sepuluh kilometer per jam. Jâjaruse sedikit tersentak. Meski sedikit khawatir, ia merasa masih bisa menanganinya. Tak terdengar cepat memang, sangat jauh dengan kendaraan bermotor. Tetapi sensasi anjing yang berlari sekuat tenaga menarik mereka, kereta yang berguncang-guncang sampai ke indra mereka. Namun tantangan pertamanya bahkan belum dimulai. Di depan adalah simpangan pertama. Êrsta meniup peluit pendek sekali. Kawanan melambat sedikit. "Kanan!" seru Êrsta lantang. Mereka berbelok ke kanan, ke arah perpustakaan Ornigassarput.
Jauh melenceng dari bayangan Jâjaruse seperti apa belokan pertama ini. Ia memegang pegangan, namun tak mampu menahan perpindahan momentum sehingga ia terhempas dan terlempar keluar dari kereta. Êrsta dengan cepat meniup peluit pendek dua kali membuat kawanan berhenti. Êrsta berlari menghampiri Jâjaruse yang tergeletak di jalan bersalju di atas parka birunya.
"Kau tak apa Jay?" tanya Êrsta. "Ini tak ada apa-apanya dibanding serudukan si hitam tadi!" sahutnya. Êrsta terkikik melihat Jâjaruse yang mencoba bersikap jantan.
Jâjaruse telah kembali ke tempat duduknya, Êrsta pun telah berada di posisinya. Ia pun meniup peluit panjang sekali dengan kencang. Kawanan kembali berlari, kali ini lebih bersemangat karena antusias mereka terpotong oleh jeda insiden tadi. Mereka melaju dengan cukup cepat untuk ukuran kereta luncur. Kecepatan mereka bertambah beberapa kilometer dari sebelumnya. Tak begitu lama, mereka telah melewati depan dari perpustakaan. Beberapa saat setelahnya Êrsta meniup peluit pendek sekali, lalu memerintahkan kawanan berbelok ke kiri. Kali ini Jâjaruse, belajar dari pengalaman, mencengkram pegangan dengan sangat erat. Ia juga mengingat tips dari Êrsta akan cara menyeimbangkan.
Meskipun dengan segala upaya, namun entah kenapa dirinya masih terlempar keluar. Tak patah arang, ia kembali ke kereta yang menunggunya. Kawanan telah berada di samping halaman perpustakaan. Mereka bergerak menuju ke bukit yang berada di belakang bangunan tersebut. Hanya perlu berbelok kecil satu kali. Tak terhempas lagi keluar, Jâjaruse menjalankan instruksi dengan baik. Êrsta dibelakang, juga dengan sempurna membantu menyeimbangkan kereta.
Namun kali ini ialah tantangan selanjutnya. Mereka akan menanjak bukit. Terlihat tak terlalu curam, malah cukup landai untuk sebuah bukit. Êrsta kembali meniup peluit panjang sekali. Tetap saja, tak ada aspal saat musim panas, tapi salju yang cukup tebal membuat kereta meluncur dengan lancar. Kali ini, laki-laki itu mulai takut. Ia berpikir 'Bagaimana bisa empat ekor anjing menarik dua manusia ke atas bukit?'. Ia mencengkram pegangan lebih kuat dari sebelumnya. Jâjaruse telah bertekad untuk tak terjatuh lagi. Perjalanan lebih berguncang dari sebelumnya. Mereka harus menghindari beberapa pohon di jalur, membuat perjalanan ini sangat menegangkan baginya.
"Huuuuuuh...." Jâjaruse menghela napas panjang. Mereka telah sampai di atas bukit di belakang perpustakaan.
*Kuusahakan vol pertama selesai tahun ini. Sejauh ini chapter ini dan yang pertama paling pendek
*logbook.
Kabar terupdet, bakal terus di post di chapter ini (beserta sedikit spoiler):
Ada beberapa perubahan dari beberapa nama, seperti kota Nuuk diubah menjadi Thab (nama tua dari kota Nuuk). Greenland menjadi Groenland, dsb. Nama anjing Ariel dirubah menjadi Altair (seriously? Ariel not even a star lol). Alur cerita pada dasarnya sama, kecuali perubahan pada segi penulisan dan materi-materi tambahan. Juga banyak perubahan pada sudut pandang (kayaknya(?)). Sebagian besar cerita akan diambil dari sudut pandang ketiga.
Chapter selanjutnya (+ arti dari judul chapter sebelumnya):
Chapter 1. Êrsta Pedersen> Nama "singkat" Êrsta. Ê pada 'Êrsta' itu ditulis sebagai "Ee", huruf vokal di bahasa modern yang dibacanya jadi "i" (Jadi Irsta). Cuman dari pada namanya selalu kepanjangan nulisnya, ku singkat aja pake huruf lama.
Chapter 2. The Rendezvous of Aurora and Polaris> Diartikan menjadi "Pertemuan Aurora dan Polaris." 'Rendezvous' disini bukan pertemuan biasa, melainkan pertemuan khusus.
Chapter 3. Pendant of Falling Greenflames> diartikan mungkin jadi "Liontin nyala api hijau". Lebih rumit dari kelihatannya. Greenflames ditulis bersambung bukan dipisah 'Green' dan 'Flames' .
Chapter 4. Dark Winter> Musim Dingin Gelap.
Chapter 5. The Two Lobes are Separated by a Plasma Sheet> Diartikan sebagai "Dua daun telinga dipisahkan oleh lapisan plasma". Mungkin judul paling saintifik sejauh ini. Diambil dari ilmu medan magnet, dan sedikit ekstra.
Chapter 6. Auroral Bond> Auroral bukan bahasa Inggris (aku yakin!). Diartikan sebagai "Ikatan yang memiliki sifat Aurora".
Chapter 7. Dawn of Thrill> Fajar dari 'Thrill'. Thrill bahasa inggris yang berarti sesuatu yang mendebarkan jantung, menciptakan sensasi, dll.
Chapter 8. White as Snow, Warm as Magic, Cold as Front> Jelas terinspirasi dari C.S Lewis "The Lion, the Witch, and the Wardrobe". 'Cold as Front' diambil dari istilah cuaca "Front Cold".
Chapter 9. Vulpecula> Rasi bintang yang dilambangkan sebagai rubah.
Chapter 11. Pathological Liar> Yang diartikan sebagai "pembohong yang kebohongannya menjadi penyakit (tak disadar, berbohong).
Chapter 12. A Star in Wonderland> "Bintang (satu) di dunia ajaib". Rujukan dari cerita "Alice in Wonderland". Salah satu cerita favorit author.
Chapter 13. Room of Heart> Ruang dari hati. Beberapa kali di mention di chapter sebelumnya (chapter 8). "Kurang tau si, dah pernah di updet disini pa blum. Tapi jika belum, kemungkinan ke depannya tidak. (Hdd p)
Chapter 14. Angular Momentum. > Berbicara fisika erat kaitannya dengan "moment of inertia", yaitu akibat yang dihasilkan. Chapter ini banyak berkaitan dengan geografi dan astronomi. (Hdd p.)
Chapter 15. Guardian Spirit> Roh Pelindung> tentang sihir.
Chapter 16. Gradient Pressure
Chapter 17. Arrow of Time
Chapter 18. Collapse of the Wave Function
Chapter 19. Opticks
Chapter 20.
Chapter terakhir, sementara dibuat.