抖阴社区

CHAPTER 25 - Teman yang Baik

2.9K 191 0
                                        

Hujan masih rintik. Aku masih berada di komplek perkantoran tempat Barata mengajar kelas IT. Sudah beberapa kali aku mengikuti kelas IT yang diadakan oleh Barata dan aku mengagumi caranya mengajar. Ternyata Barata adalah seorang lulusan Magister Teknologi Informasi yang juga bekerja di sebuah perusahaan IT internasional. Dan ia sempatkan untuk membuka kelas IT di luar jam kerjanya.

Azkaa sudah mengetahui bahwa aku mengikuti kelas IT ini dan dia mengizinkan. Malam ini katanya ia akan menjemputku karena ia tak pulang larut. Aku tak tahu bagaimana mendefinisikan hubunganku dengan Azkaa saat ini. Kami terikat dalam pernikahan, tapi kami tak seperti suami istri. Mungkin hanya saat di depan mertuakulah kami baru terlihat seperti sepasang suami istri. Seperti permintaan Azkaa, kupikir kami akan tetap menjadi teman sampai semua ini berakhir.

"Azalea, kamu belum pulang?" sapa Barata yang kini sudah berada di sampingku.

Aku hanya menggeleng dan tersenyum.

"Kalau kamu tidak keberatan, boleh saya antar? Hujannya kayaknya bakalan awet," kata Barata lagi sambil menoleh ke arah langit.

"Terima kasih, Mas Barata. Tapi saya sedang menunggu jemputan," jawabku.

"Sama pacar kamu?" tanya Barata ragu.

"Suami saya."

Barata terdiam beberapa saat menatapku lalu bertanya, "Kamu sudah menikah, Azalea?"

Aku mengangguk.

Barata masih menatapku tapi ia tak mengatakan apa-apa. Kami saling tak bicara beberapa saat. Tak lama hujan mulai berhenti dan mobil Azkaa tiba. Mobilnya terparkir di depan pelataran yang berjarak sekitar sepuluh meter. Kulihat Azkaa keluar dari mobil dan memutar ke arah bagasi, sepertinya ingin mengambil payung. Aku memutuskan untuk menghampiri mobilnya saja karena aku tak ingin ia menjemputku dengan payungnya.

"Mas Barata, saya duluan, ya. Permisi," ucapku seraya beranjak.

"Azalea..."

Aku seperti mendengar Barata memanggilku, tapi aku tak yakin karena aku setengah berlari menuju mobil Azkaa.

"Azalea, saya baru saja ambil payung," ujar Azkaa dengan payung yang baru saja ia kembangkan ketika aku sampai di dekat mobinya.

Azkaa langsung membukakan pintu depan untukku. Ia meletakkan payung dari pintu belakang mobil, lalu memutar untuk ke kursi pengemudi di sampingku. Ia menatapku sejenak.

"Basah, kan," kata Azkaa sambil memegang ujung helai rambutku.

"Enggak, kok. Sudah berhenti hujannya tadi." Aku menurunkan tangannya dari rambutku.

Azkaa tak menjawab. Ia lalu menjalankan mobilnya. Aku menoleh ke kiri dan kulihat Barata masih berada di tempatnya berdiri tadi menatap kami. Apa tadi dia benar-benar memanggilku atau aku hanya salah dengar? Entahlah. Kalau dia memang ada perlu, dia bisa menghubungiku atau mengatakannya saat pertemuan kami di kelas selanjutnya.

"Gimana kelasnya?" tanya Azkaa ketika mobil sudah memasuki jalan raya. Matanya tetap fokus pada jalanan yang cukup padat.

"Fine," jawabku singkat.

Azkaa menoleh padaku sekilas. "Kenapa kamu tidak kuliah saja, Azalea?"

"Ya. Ada rencana. Tapi mungkin tidak sekarang, sedang saya pikirkan."

Azkaa hanya mengangguk mendengar jawabanku. Lalu, kami saling berdiam diri lagi. Hujan yang tadi kukira sudah berhenti ternyata masih menetes satu-satu. Jalanan sedikit macet karena hujan tadi. Pemandangan yang biasa di ibu kota.

"Azalea," panggil Azkaa pelan sambil menatapku, seolah ada yang ingin ia tanyakan.

Ia berdehem. "Teman pria kamu kemarin kenapa mengajak kamu ke Car Free Day?"

"Maksud saya, wanita secantik kamu kenapa cuma diajak kencan ke Car Free Day? Enggak modal," lanjutnya lagi.

Aku menghela napas. "Siapa yang berkencan? Kami cuma berteman."

"Syukurlah," ucap Azkaa tersenyum.

Aku mengerutkan kening menatapnya.

"Maksud saya pria yang tidak bermodal begitu tidak pantas mendapatkan kamu." Azkaa menoleh sekilas kemudian mulai menjalankan mobilnya, mengikuti kendaraan-kendaraan di depannya.

"Bukan dia yang mengajak saya ke Car Free Day," sahutku. "Saya yang mau ke sana."

"Really?" Azkaa menautkan alisnya. "Ngapain kamu mau ke CFD?"

"Kenapa memangnya?" tanyaku. "Saya pengen ke sana karena memang belum pernah."

"Enggak usah, Azalea. Apa yang kamu cari di CFD? Enggak enak di sana," sungut Azkaa.

"Enggak enak kenapa? Kamu sudah pernah ke sana?"

"Pokoknya enggak enak. Jangan ke sana," sahut Azkaa terlihat kesal.

Aku menatap Azkaa heran. Kenapa dia begitu kesal pada Car Free Day?

"Tapi saya tetap pengen ke sana. Mungkin hari Minggu nanti," kataku.

Azkaa menghela napas. "Ya, sudah kalau kamu tetap mau ke sana. Tapi sama saya."

"Tidak apa-apa, saya sendirian saja."

"Jangan, Azalea. Di sana itu rame banget. So dangerous. Kamu bisa kesenggol-senggol orang. Dan saya tidak mau kamu merasa tidak nyaman sendirian."

Aku heran dengan perkataan Azkaa. Yang dia maksud itu Car Free Day atau apa sebenarnya? Apanya yang berbahaya? Aku memang belum pernah ke CFD tapi aku yakin tidak semengerikan yang dikatakan Azkaa walaupun akan ramai orang di sana. Kenapa Azkaa mengatakannya seolah aku akan pergi ke markas Zombie?

Tapi aku tak ingin menanggapinya. Aku membuang pandanganku ke sisi jalan. Kendaraan terlihat merayap. Azkaa lalu menyalakan musik. Hujan kini rintik lagi. Paduan suara musik dan hujan membuatku mengantuk.

***

Hari ini aku dan Azkaa akan pergi ke kawasan Car Free Day. Sepertinya ini pertama kalinya kami pergi keluar berdua. Aku mengenakan jeans hitam dan t-shirt berwarna abu-abu tua. Lalu memadukannya dengan sling bag dan sneakers. Dan rambutku, kuikat begitu saja menjadi satu. Begitu aku keluar kamar, kulihat Azkaa juga baru saja keluar dari kamarnya.

Kami tidak berjanji sebelumnya, tapi Azkaa mengenakan outfit yang senada denganku. Ia juga memakai jeans hitam dan t-shirt berwarna abu-abu. Tapi t-shirt Azkaa warna abu-abunya lebih muda sedikit dari warna bajuku. Kami tidak memakai setelan olahraga karena memang tidak berniat berolahraga ke sana, hanya jalan-jalan. Aku dan Azkaa berpandangan sesaat melihat outfit kami yang senada, lalu kami tertawa.

Seperti yang dikatakan Azkaa, suasana di Car Free Day memang sangat ramai. Tapi tentu saja tidak berbahaya seperti yang dikatakannya. Banyak orang yang berolahraga, tapi banyak juga yang sekadar menghabiskan waktu seperti kami. Dan aku baru tahu, ternyata di sini banyak sekali pedagang kaki lima yang menjual aneka jajanan. Sudah lama aku tidak makan jajanan pinggir jalan. Menyenangkan sekali.

Aku membeli cilok dengan bumbu kacang dan aku menyukainya. Sedangkan Azkaa menolak ketika kutawarkan. Ia bahkan tak ingin menoleh ke pedagang cilok itu sama sekali. Aneh. Seolah dia trauma pada cilok dan penjual cilok. Tapi mungkin itu hanya karena dia tidak terbiasa makan jajanan pinggir jalan. Padahal rasa cilok ini enak sekali, kalau saja dia mau mencobanya.

"By the way, Azkaa. Kenapa kamu mau menemani saya ke CFD? Sepertinya kamu tidak suka suasana di sini," ujarku setelah selesai makan.

"Karena saya teman yang baik," jawab Azkaa tersenyum kemudian meminum air mineralnya.

Seharusnya aku merasa kesal karena Azkaa memang terlihat menyebalkan saat mengucapkannya. Tapi entah kenapa, aku justru tertawa.

Seandainya aku dan Azkaa tidak terikat dalam pernikahan dan kami benar-benar menjadi teman, apakah akan sama rasanya? Apakah akan menyenangkan? Dan apakah itu lebih baik? Aku menghela napas, berusaha menghalau pertanyaan-pertanyaan aneh di benakku. Aku pun memutuskan untuk berjalan lagi membelah kerumunan, dan Azkaa mengikutiku.

***

Senandung Azalea (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang