抖阴社区

Day 14

100 71 20
                                        

     Setelah bel istirahat berbunyi, aku dan yang lainnya berbondong-bondong menuju kantin dan membeli beberapa makanan ringan untuk di makan di kelas. Kami batal makan di kantin, karena Zevora meminta seperti itu.

     Aku, Dinda dan juga Hillary menatap Zevora menunggunya bercerita.

     "Gue sebenernya pengen pindah agama, tapi gue lebih cinta sama Tuhan gue, jadi ya ... kita putus yang beneran putus," jelas Zevora membuat kami mengangguk-angguk.

     "Udah bener tuh, Zev," ucap Dinda. "Gue setuju sama keputusan lo," lanjutnya.

     "Eh terus gimana reaksi Gibs?" tanya Hillary.

     "Yaa dia sebenernya nggak rela lah. Gue juga agak berat sih ngelepasin dia, tau lah kita udah pacaran dari SMP," balas Zevora. Kami semua mengangguk menyetujui. Itu pasti berat banget dipisahkan oleh keyakinan.

     Aku yang memiliki keyakinan sama dengannya saja susah banget, aku nggak bisa ngebayangin gimana sakitnya Zevora. Apalagi, kita bahkan nggak tahu, jadi kami sama sekali nggak ada di sisinya waktu Zevora putus dengan Gibran.

     Bukannya kami nggak peduli dengan masalah percintaan Zevora. Hanya saja, Zevora memang nggak selalu terbuka kepada kami semua. Dia akan bercerita tentang masalahnya jika dia sudah mengatasi masalah tersebut. Dia benar-benar tipekal cewe yang kuat sih.

     Aku menoleh ke arah Hillary. "Lo gimana?" tanyaku.

     "Gimana apanya?" Tanyanya balik kepadaku dengan raut wajah yang bingung, aku menjambak rambutnya.

     "Lo pacaran beda agama juga, dongo," ucapku kepadanya.

     "Ya terus kenapa?"

     "Ya lo udah tau gimana Zevora, 'kan? Putusin aja sekarang mumpung belum patah hati lo," sahut Dinda yang sama kesalnya denganku.

     "Nggak mau. Lagian gue juga cuma main-main sama Alio," ujar Hillary.

     "Lo nggak takut jatuh cinta sama Lio?" tanyaku.

     "Bahasa lo jatuh cinta banget ya, Dar. Alio juga mau pacaran sama gue karena gue cantik, kita tuh simbiosis mutualisme," jelas Hillary. Kurasa Alio dan Hillary memang benar-benar pasangan yang gila.

     "Kita tungguin aja sampe mereka berdua putus," ucap Zevora. Dinda dan aku mengangguk mengiyakan.

     "Lo bertiga kenapa sih keknya nggak setuju banget sama hubungan gue sama Alio?"

     "Bukannya nggak setuju, Larry. Kita tuh kasian kalo nasib lo sama kaya gue," kata Zevora membuat kami semua tertawa.

     "Ya ngikut alur aja lah. Lagian kalo sampe gue suka sama Lio ya dia yang gue suruh pindah ke Islam. Dia juga kalo ke Gereja sebulan sekali," ucap Hillary dengan santainya.

     "Nggak boleh gitu dong."

     "Mentang-mentang lo Katolik, Zev."

     "Iyalah," balas Hillary.

     Percakapan kami berakhir ketika Alio dan teman-temannya masuk kelas kami, iya benar, Nevan juga ikut. Saat aku akan berdiri, Zevora menahan tanganku dan menyuruhku duduk kembali. Aku menghela nafas.

     Kami duduk melingkar. Alio mengambil kursi lain dan duduk di sebelah Hillary, sedangkan Radit duduk di antara Zevora dan Dinda. Dan sisanya, Nevan duduk di antara Alio dan aku.

     "Hai, sayang," sapa Alio dan dibalas senyuman oleh sang pacar. Aku merasa sangat jijik mendengarnya.

     "Eh gue sadar rambut lo warnanya coklat," celetuk Radit lalu memegang rambutku. Tiba-tiba Nevan menepis tangan Radit yang menyentuh rambutku. Aku menoleh ke arahnya, bukan hanya aku, tapi semua orang yang duduk disana.

DARLA : Although it's just a game (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang