Selamat membaca !
▪︎▪︎▪︎
Geraldi melipat kedua lengannya di depan dada, matanya menatap seorang pasien yang terbaring sangat lemah, tubuhnya dipasangi banyak alat untuk bisa bertahan hidup. Detektif itu mendengus kesal saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 15.00, itu tandanya sebentar lagi orang di hadapannya tak sadarkan diri selama 24 jam. Mau sampai kapan ia harus terus menunggu kesadarannya?
Tiba-tiba alat yang bernama pasien monitor itu berbunyi, mata Geraldi membulat terkejut. "Ada apa ini?"
Ia langsung menekan tombol darurat secara brutal lalu beranjak membuka pintu ruang ICU dan berteriak, "dokter! Dokter!"
Seseorang yang memakai jas berwarna putih dan beberapa perawat berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa. Pria itu memberi akses para tenaga medis itu untuk menangani pasien, sedangkan dirinya memperhatikan dari jauh.
Nit...
Dokter dan perawat itu terdiam saat mendengar suara alat itu yang menandakan bahwa pasien sudah tiada. "Pasien dinyatakan meninggal pukul 15.03 WIB. Segera hubungi kerabat pasien untuk mengurusi jenazahnya."
Geraldi di sana hanya terdiam saja, jadi kasusnya berakhir seperti ini?
Pria itu keluar dari gedung rumah sakit dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia mengusak kepalanya sedikit kasar hingga seseorang yang menahan lengannya membuat dirinya menoleh.
"Kenapa kamu?" tanya Ferdi dengan tatapan bingung, kemudian ia melepaskan cekalannya.
"Bingung saya, pak," jawab Geraldi tampak frustasi. Lelaki itu beranjak lalu duduk di salah satu kursi.
Ferdi duduk di sebelah junior-nya itu. "Bingung kenapa memangnya?"
"Pelaku tabrakan itu meninggal, jadi harus gimana?"
"Meninggal? Kapan meninggalnya?" Ferdi tampak sangat terkejut.
"Barusan."
Ferdi menghembuskan napasnya, ia berdiri di hadapan Geraldi membuat pria di hadapannya mendongak. "Untuk apa bingung, ya sudah, kasusnya tinggal ditutup, apa susahnya."
"Begitu, 'kah?"
Pria yang lebih tua itu menjentikkan jarinya dengan keras pada dahi Geraldi membuatnya mengaduh. "Dasar bodoh," katanya sambil terkekeh.
Aditya sedang bersantai di halaman rumahnya, pria paruh baya itu sedang membaca berita-berita terkini. Kacamata kotak yang bertengger di pangkal hidungnya dilepaskan dan di taruh di atas meja yang letaknya tepat di sebelahnya.
Ia mengambil secangkir kopi yang dibuatkan oleh istrinya. Matanya menatap Tina yang sedang menyirami bunga-bunga indah kesayangannya.
Setelah menyeruput kopinya, ia tersenyum pada Tina yang membelakanginya. "Sayang," panggilnya.
Wanita itu langsung berbalik badan, ia terlihat sedikit malu dipanggil seperti itu oleh Aditya. "Apaan sih, udah tua juga masih aja panggil sayang-sayang begitu," ujarnya menahan malu.
Aditya terkekeh. "Ya, enggak apa-apa."
Tina segera beranjak menghampiri suaminya itu. "Aku ambilin cemilan di dalam dulu," katanya, setelah suaminya mengangguk ia langsung masuk ke dalam rumah untuk mengambil beberapa makanan ringan yang tersedia.
Tina menaruh makanan ringan tersebut di atas meja samping kursi Aditya. Ia juga menduduki kursi kosong lain di sebelah meja bundar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
AURA
Teen FictionKehidupan seorang gadis bernama Aurel berubah setelah dirinya kembali bersekolah di Jakarta. Sejak dia tinggal di Jakarta banyak sekali peristiwa yang membuat dirinya ketakutan, dimulai dari banyaknya siswa dibunuh serta terror yang menghantuinya se...