Aku telah menghabisi pemberontak yang berkali-kali datang menghampiriku. Mereka kira aku bisa mati dengan mudah? Tidak. Kalian semua salah. Aku bukan seorang wanita yang bersembunyi di balik tubuh ayahnya dan mengemis tahta. Aku bahkan tidak bisa pergi kembali ke kerajaanku berasal sekarang. Tidak ada yang peduli bagaimana aku hidup di sini, seberapa berat hari-hari yang kujalani yang penuh kebencian ini?
Aku bisa mengatakan bahwa Prameswari merupakan putri yang beruntung karena ayahnya yang penuh ambisi itu bisa mengantarkannya menjadi seorang pemimpin yang diidamkan oleh orang tuanya. Ia akan menjadi seorang putri yang membanggakan bagi ayahnya. Padahal, Mahapatih mengharapkan posisi yang digenggam kuat oleh Hayam Wuruk karena Hayam Wuruk telah merusak impiannya untuk menghancurkan Kerajaan Sunda.
Intinya, pemberontakan ini sebagai ajang balas dendam Mahapatih kepada Hayam Wuruk dan aku, Dyah Pitaloka Citraresmi.
Akan aku akui, Prameswari adalah putri yang cantik, pintar, dan juga berwawasan luas. Tentu saja, pengaruh keluarga Mahapatih Gajah Mada itu sangat besar bagi Majapahit, sehingga ia ingin meminta pembalasan jasanya pada orang yang tidak tahu diri, mereka sebut Hayam Wuruk dengan panggilan itu.
Aku tidak akan mengelak, aku membunuh para prajurit Mahapatih dan bangsawan akan membuahkan perpecahan di dalam kerajaan ini. Aku tidak memikirkan apa hasil yang akan kudapatkan di masa depan jika aku melakukan ini semua.
Namun, aku harusnya tidak memedulikan mereka, kan?
"Wah, saya tidak menyangka seorang Permaisuri bisa membunuh semua prajurit dengan cepat," ucap Mahapatih diakhiri dengan tawanya.
Aku menyeka bagian mataku yang terkena darah dengan ujung bajuku. Aku bisa melihat ekspresi sedikit menghinaku di wajah tuanya. Prameswari berdiri di sisi Mahapatih sambil menahan segala emosi yang akan meluap terhadapku.
Aku tersenyum puas. "Tentu saja, Bajingan."
"Apa mantra yang digunakan Paduka?" tanyanya.
Dia meremehkanku?
Citraresmi yang akan dibunuhnya di Bubat waktu itu?
"Kalau kau tahu mantranya, kau akan terkejut."
"Apa Anda bekerja sama dengan iblis sehingga dapat kekuatan sebesar itu?"
Aku mengepalkan tangan. Dia semakin menghinaku? Kemampuanku?
Aku tertawa sedikit keras. "Kenapa kau sangat penasaran, Mahapatih?"
"Beri tahu saya caranya bekerja sama dengan iblis. Mungkin saya bisa sekuat Paduka Permaisuri."
Sejenak aku terdiam.
Suara sepatu yang bergesekan dengan lantai itu mengusikku. Para prajurit itu berlari masuk ke dalam ruang singgasana. Mereka bahkan melewatiku dan terarah menuju Hayam Wuruk yang berdiri mematung di atas sana. Akhirnya sedikit demi sedikit Hayam Wuruk dan beberapa bangsawan tersisa melawan mereka dengan sengit.
Aku berlari, menusuk mereka dari belakang secara bergantian karena emosiku sudah dikuras oleh Mahapatih, sehingga aku merasa kekuatanku untuk melawan kembali muncul.
Mereka sudah berjatuhan dan aku menghampiri lagi Hayam Wuruk untuk memeriksa keadaannya. Aku memutari tubuhnya dan tidak ada luka di tubuh berisinya. Aku bernapas lega karena tidak ada sesuatu yang perlu aku khawatirkan untuk sementara waktu.
"Adinda, kau tidak apa-apa? Kau merasa sakit tidak? Kau terluka tidak?" tanya Hayam Wuruk bertubi-tubi.
Aku menggeleng tegas. "Tidak ada, Kakanda."
"Paduka...," panggil Patih Madu. Ia mengisyaratkan aku dan Hayam Wuruk untuk melihat ke arah pintu.
Mahapatih berjalan menghampiri kami dengan tubuh besarnya. Aku langsung melompat dari singgasana untuk melawan orang yang benar-benar ingin aku habisi di Bubat waktu itu. Orang ini adalah pembohong sekaligus pemberontak yang sangat pro. Aku harus membuatnya mati di tanganku.
Mungkin aku terdengar seperti seorang psikopat, tapi memangnya siapa yang tidak kesal dan benci pada orang yang membunuh kedua orang tuanya di masa yang lalu? Tidak ada satu pun anak yang tidak ingin membalaskan dendam kekesalannya kepada pelaku kejahatan seperti itu.
Aku sangat yakin, jika aku membunuh Mahapatih, maka Prameswari tentu saja akan membunuhku juga. Insting seorang putri pasti sama saja. Bukan hanya niat kotor saja, tapi mereka rela mengotori tangan mereka demi kepuasan mereka sendiri. Harap-harap bisa membunuh semua orang yang menghalangi jalannya, yang kupikirkan adalah, apakah Prameswari benar-benar akan membunuhku setelah aku membunuh ayahnya di depan matanya?
Lantai manusia ini aku injak karena tidak ada pilihan lain. Lantai kayu yang sebelumnya berwarna coklat, kini berubah menjadi lautan darah. Jarakku dengan Mahapatih hanya satu meter dan aku bisa merasakan hawa ingin membunuh yang kuat dari dalam dirinya.
"Anda sangat ingin membunuh saya sejak awal, kan?" tanya Mahapatih.
Aku mengangguk semangat. "Iya. Sangat. Karena kau sangat menjijikkan."
"Dari mana Anda belajar bahasa yang buruk itu? Atau karena Anda dari Sunda, jadi bahasa Anda sangat jelek?"
"Hinaan yang indah didengar. Terima kasih."
Mahapatih berlari ke arahku sambil mengangkat pedangnya. Aku langsung menjadikan pedang itu sebagai perisai untuk menghindari serangan Mahapatih. Berkali-kali ia menyerangku tapi aku masih bisa menghindarinya. Aku tidak ingin menyerangnya terlalu awal agar memberikan waktu untuknya kelelahan.
Pedang itu hampir saja menusuk lambungku, tapi aku langsung memutar dan mundur beberapa langkah. Kami kembali mempersiapkan diri untuk ronde selanjutnya. Aku tidak dapat mendengar seseorang memanggilku karena fokusku hanya terkunci pada pria gemuk di depan sana yang bersiap kembali untuk menusukku dengan pedangnya.
"HIYA!"
Aku kembali menghindar ke arah kiri ketika dia berlari mendekat ke arahku. Aku menyilangkan pedang di hadapanku karena Mahapatih berlari ke arahku.
***
Bersambung
***
Hello everyone!
Akhirnya cerita ini kembali.
Oh ya, kemarin-kemarin sempet balik hiatus karena masalah yang sama.
Setelah berpikir lumayan lama, akhirnya aku memutuskan untuk tamatin cerita ini. Tinggal menghitung part lagi (yeay)!
Jangan lupa terus vote dan dukung cerita ini juga ya!
Omong-omong, selesai cerita ini bakalan masuk tahap revisi juga. Jadi kemungkinan cerita ini akan diperbaiki, mulai dari narasi, percakapan, dan juga bahasa. Mungkin nggak sepenuhnua sempurna, tapi biar lebih enak dibacanya ya.
Terima kasih yang udah baca dan dukung terus cerita ini dari awal!
Kira-kira happy atau sad ending ya? Aku juga masih mikir-mikir ending yang pas kayak gimana.
Love you all❣️

KAMU SEDANG MEMBACA
Change The History [Revision] ?
Historical FictionKalian percaya reinkarnasi itu ada? Tidak? Aku juga awalnya begitu. Aku sangat penasaran tentang memori yang bermunculan di otakku hingga aku memutuskan untuk kuliah jurusan Ilmu Sejarah. Beberapa kali, aku merasakan de javu saat dosen menerangkan s...