抖阴社区

Bagian XXXXVII

2.3K 314 60
                                        

"Kondisinya buruk sekali." Rafaela menggeleng perlahan. Cukup membuat bunda merosot ke lantai.

"Otaknya tidak terluka fatal, hanya saja benturan mengakibatkan pendarahan kecil dan kami sudah menghentikan pendarahan. Tapi kami perlu melakukan oprasi lagi. Kami butuh pendonor hati karena hatinya telah rusak. Kami butuh secepatnya bu."

"L-lalu...bagaimana kami bisa mendapatkannya dalam waktu singkat? Dimana kami bisa mendapatkannya?" Bunda menggeleng berkali-kali, putranya dalam bahaya.

"Sebenarnya-" Rafaela menjeda kalimatnya. "Sebenarnya ada seorang pasien yang tidak bisa diselamatkan lagi dari kecelakaan ini. Dia masih hidup, tapi mengalami kegagalan fungsi organ karena pendarahan hebat yang tidak bisa dihentikan. Pasien memiliki riwayat penyakit hemofilia dimana darahnya sukar untuk membeku. Dan kecelakaan ini mengakibatkan banyak trauma yang kemudian memicu banyak pendarahan. Ini mengakibatkan fungsi otaknya terganggu, dan setelah operasi, pasien mengalami mati otak. Dia akan meninggal dalam hitungan hari. Banyak organnya yang masih berfungsi, kami berniat untuk menjadikannya pendonor, tapi-" Rafaela berhenti, ragu mengatakan kalimat selanjutnya.

"Tapi apa? Apakah tidak bisa? Apa ada yang tidak cocok? Bagaimana jika saya saja yang mendonorkan hati saya?" Bunda yang masih tersimpuh di lantai mulai mendongak, menatap penuh harap pada sang dokter.

"Tidak! Bukan seperti itu, hanya saja...kami tidak tahu menahu mengenai keluarga pasien. Kami tidak bisa memulai oprasi tanpa persetujuan kedua belah pihak. Dan pasien ini, dia hidup sendiri, tanpa orang tua, tanpa kerabat, ataupun tanpa saudara. Tapi anda tidak perlu khawatir, jika wali pasien tetap tidak ditemukan, kami tetap akan melakukan oprasi transplantasi ini dengan prosedur yang ada." Rafaela berkata cepat, menjelaskan secara rinci tujuannya.

"Bisa saya bertemu dengannya?" Bunda bertanya.

"Ah pasien Alucard? Sa-"

"Tidak, bukan putraku. Aku ingin melihatnya." Bunda bangkit, ia mengusap air matanya.

Rafaela mengangguk begitu mengerti siapa yang dimaksud oleh bunda. Dia menuntun bunda menuju ruangan penuh dengan peralatan medis dan penunjang hidup bagi pemuda malang itu.

Bunda menutup mulut melihat kondisinya. Ia melihat beritanya, melihat bagaimana anak ini menabrakkan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menghentikan mobil yang melaju cepat ke arah mobil Zilong dan Alucard.

Bunda berjalan mendekat perlahan. Ia mengusap pipi pemuda itu perlahan.

"Siapa namanya?"

Rafaela yang masih berada di ujung pintu menyahut, menyebutkan nama sang pemuda.

"Briel Evano."

Bunda tersenyum, terus membelai lembut pipi pemuda itu.

"Briel ya, malang sekali nasibmu nak." Air matanya turun begitu saja. "Pasti sangat sulit bertahan seorang diri. Seandainya kita bertemu lebih awal dalam kondisi yang menyenangkan, bunda akan dengan senang hati memasakkan segala yang kamu minta. Maaf ya bunda ga bisa ngasi apa-apa buat kamu, tapi terimakasih! Terimakasih banyak nak. Terimakasih udah selamatin anak bunda, terimakasih, terimakasih."

Rasanya, kata terimakasih saja tidak akan cukup untuk menunjukkan betapa bersyukurnya dirinya akan keselamatan putranya.

Sesuatu membasahi jemarinya yang terus membelai lembut pipi itu. "Dia menangis."

Bunda menengadahkan kepalanya, "Tuhan kenapa tega sekali engkau memberikan takdir yang begitu memilukan untuknya." Ia mencium kening itu lama. Menyalurkan kasih sayangnya yang tak terhingga.

Ia kemudian keluar, bergegas pergi ke toilet.

Ia tau betul bagaimana rasanya hidup seorang diri. Tanpa kasih sayang sedikitpun. Karena itulah ia ingin menjadi ibu untuk semua orang, ia ingin memberikan cintanya untuk anak-anak seperti Zilong ataupun Briel.

Our School Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang