Pagi ini Lula dan Nino terlihat sudah standby di ruang tengah dengan dua device di depan mereka. Salah satu iPad terlihat menampilkan panggilan video bersama Sutan dan Prisia yang tengah berada di tempat kerja masing-masing. Sedangkan satu MacBook lagi menampilkan kotak email masuk dari akun Lula.
Hari ini merupakan hari-h keluarnya hasil pengumuman penerimaan dari Yale. Meskipun Sutan dan Prisia masih harus pergi bekerja, keduanya tetap menyempatkan untuk hadir di momen penting putri sulung mereka. Dari seberang sana Papa dan Mamanya terlihat harap-harap cemas, begitu juga dengan Lula yang terus memantau jam di pojok bar laptop.
"Satu menit lagi," gumam gadis itu dengan senyum penuh antusias.
Meskipun Lula tahu ia akan diterima masuk, namun tetap saja ia merasa gugup. Bukannya besar kepala, namun dengan skor tes dan nilai rata-rata yang cukup tinggi, guru counselor-nya saja sudah sangat yakin kalau Lula akan lolos.
Kalau disandingkan dengan seniornya di tahun kemarin yang tembus di Yale, ia sudah sangat memenuhi kualifikasi yang diperlukan. Maka dari itu Lula sama sekali tidak cemas berlebih, mungkin hanya merasa gugup saja sedikit.
Jadi saat waktu telah menunjukkan jam pasti yang ditunggu, Lula pun memuat ulang laman kotak masuk sehingga terlihat satu surel dari akun resmi Yale University. Gadis itu mengigil dengan senyum antusias. Ia mencengkram kedua tangannya yang terasa dingin sambil mengigit bibir bawahnya gugup.
"Aaaaa... Kakak deg-degan sekaliii." Seru Lula tak kuasa.
Sedangkan Nino hanya melirik jengah sang Kakak yang malah tantrum seperti bocah autis. "Buruan elah Kak lama amat," gerutunya sebal sambil mecoba menekan touchpad laptop.
Lula lantas memukul lengan Nino hingga laki-laki itu mengaduh. "Sabar dulu anjir," gerutunya sebal.
"It's alright Kak, take a deep breath. Inhale... exhale..," tuntun Prisia dari seberang sana.
Lula pun menarik nafasnya dalam-dalam dengan pandangan lurus menatap layar MacBook. Ia memilin-milin kedua kepalan tangannya sebelum menekan touchpad laptop satu kali. Jantungnya berhenti berdetak untuk satu detik. Lalu sesaat kemudian berdebar kencang saat membaca satu demi satu kata yang tersusun di sana.
Seketika senyumnya luntur dalam sekejap. We regret to inform you, hanya sepenggal kalimat itu saja berhasil membuat harapannya luruh dengan mudah. Kedua alisnya seketika tertaut dengan sudut bibir tertarik turun menahan tangis.
"Aaaa kok ditolak sih..," Lula melirih dengan suara yang bergetar. Sirat sekali kekecewaan di tengah air matanya yang langsung mengalir dengan deras.
Seketika hal itu membuat perasaan mereka ikut mencelos. Terutama Nino yang kini memasang raut tertegun melihat perubahan drastis dari ekspresi Lula.
"Iiihh Kak, lo jangan nangis gini dong," tandasnya sambil menarik Lula ke dalam pelukan.
Tangisan gadis itu pecah seketika diikuti isakan hebat. Sedangkan di seberang sana Prisia ikut panik dengan perasaan campur aduk. Berbeda dengan Sutan, sang biang keladi yang terlihat lebih santai sambil mencoba menangkan.
"Loh kok gak keterima? Itu isi letternya gimana coba, Kakak itu udah bener bacanya?" cerocos Prisia mencoba menengahi ditengah isakan Lula.
"Shhhh, it's okay, Kak. Maybe it's not the right time, nanti kita coba lagi ya," sela Sutan menenangkan.
"Hiks hiks hiks.., aaaaa masa gak keterima sih, hiks hiks hiks..," Lula terisak semakin pilu di dalam pelukan sang adik.
Sedangkan Nino hanya mengusap-usap kepala Lula sambil melirik layar iPad, menatap Mama dan Papanya dengan sorot iba sekaligus serba salah.
"Iya Kak, shhhh.. udah ya gapapa..,"
Lula pun melepas pelukan Nino sembari menyeka air matanya kasar. Tanpa mengatakan apapun, gadis itu beranjak pergi dengan suara isakan yang terdengar semakin nyaring. Nino lantas menatap Mama dan Papanya sebelum meraih iPad di atas meja tersebut.
"Nanti Nino telfon lagi." Ucap cowok itu sebelum mematikan sambungan video.
—————
Tepat pukul 4 sore mobil Bentley milik Sutan sudah terparkir di kediaman mewah Adihalim. Setelah melihat sang putri yang baru saja dirundung kabar buruk, ia dan Prisia memutuskan kalau salah satu dari mereka harus pulang lebih awal untuk memeriksa keadaan Lula.
Karena Prisia ada jadwal makan malam dengan kolega penting malam ini, maka Sutan lah yang memutuskan untuk pulang begitu schedulenya selesai. Ia bergegas memasuki lantai utama dimana ada Nino yang tengah menikmati ramen sambil menonton tayangan CBC.
"Kakak dimana, boy?"
Nino pun menunjuk ke atas dengan gerakan bibirnya. "Di kamarnya tuh, belum keluar dari tadi."
Tanpa memelankan langkahnya, Sutan pun segera menaiki tangga menuju lantai atas. Setelah mengentuk beberapa kali namun tak ada jawaban, akhirnya pria itu terpaksa membuka kunci kamar Lula dengan mematikan sistem sekuriti utama rumah.
Begitu memasuki kamar bernuansa coral-modern tersebut, Sutan menghela nafas kasar melihat Lula berbaring meringkuk di atas ranjang. Terdengar isakan pilu yang jelas, pertanda bahwa gadis itu belum berhenti menangis sejak pagi.
"Kak jangan kaya gini dong, Papa sama Mama khawatir banget loh," gumam Sutan sembari mendaratkan duduk di sisi ranjang.
Tak terdengar sahutan, Lula hanya bergeming nanar dengan posisi memunggungi. Sutan lantas mengusap kepala sang putri penuh sayang.
"I'm so sorry for what happened to you. Kakak pasti sedih banget ya. That's okay and totally normal, nangis aja sepuasnya. Papa gak paham gimana perasaan Kakak sekarang, tapi Papa tau pasti berat banget. You don't need to hide it, go ahead cry as much as you want." Ucap Sutan lembut.
Lula lantas bangkit dari tidurnya dengan isakan yang semakin keras. "Hiks hiks hiks it's not fair, Pah! Kenapa Kakak gak keterima padahal Val aja yang skor GPA nya cuman 3.7 bisa lolos hiks hiks hiks. Why not me? Am I not try hard enough? Hiks hiks hiks, Padahal Kakak punya average skor yang jauh lebih bagus dari Val, tapi malah dia yang diterima di Yale hiks hiks," isak Lula sembari membandingkan dirinya dengan sang sahabat, Valerie.
Gadis itu merengek dengan semua unek-unek yang mengganjal. Padahal kemarin ia baru saja menjaga jarak dan merasa canggung dengan Sutan, tapi perasaan itu kini melebur dengan mudah. Rasa sakit hatinya sekarang jauh lebih besar hingga mampu mengesampingkan hal lain.
"Shhh, I know, I know. Tapi gak semua hal harus berjalan sesuai keinginan Kakak. Gak semua hal bisa kita kontrol, kan? Remember? Termasuk hasil penerimaan ini, ini di luar kendali Kakak. Yang penting Kakak udah berusaha, that's what matter."
Lula bergeming mendengar penjelasan Papanya. Ia menarik ingus sambil menyeka air mata sebelum kembali merengek. "Tapi Kakak udah berusaha mati-matian banget Pah, hiks hiks masa masih gagal aja sih. Terus sekarang mau gimana coba? Hiks hiks hiks I'm just a failure."
"No, you are not, baby. Don't say that." Tandas Sutan tak suka. "Kita masih bisa coba next year, atau Kakak mau cari kampus di Jakarta? Banyak kok PTS di sini yang bagus-bagus. Om Dimas aja temen Papa, dia lulusan UPH loh. Kakak tau kan dia sekarang kerja buat perusahaan expat Russia?" Tanya Sutan mengingatkan. "That means gak peduli dimana pun tempatnya, orang yang cerdas pasti bakal sukses selagi mereka tetep berusaha."
Lula bergeming, mulai terpengaruhi dengan penjelasan Papanya itu. Kini tangisannya sudah mereda dan hanya mengeluarkan isakan kecil. "Tapi Kakak gak tau mau masuk kemana, Pah. Kakak belum riset univ swasta di sini, kemarin kan Kakak cuman fokus buat pendaftaran masuk ke Yale. Mana sekarang waktunya udah mepet lagi," sungutnya khawatir.
"That's not a big deal, nanti Papa bantu cariin. Kalo Kakak udah siap dan selesai sedih-sedihnya, nanti Papa temenin buat cari kampus swasta yang bagus." Ucap Sutan diakhir seulas senyum menenangkan.
Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Lula. "Gak usah khawatirin hal kaya gitu lagi, oke?" Lula lantas menipiskan bibir sebelum mengangguk-angguk paham. "That's my girl." Sahut Sutan sambil menarik Lula ke dalam pelukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Hours
Romance?Mature Story | 21+ 15 tahun bersama, Sutan tak pernah menyangka kalau istrinya berselingkuh. Dalam keterpurukan itu, hasutan teman-temannya membuat Sutan memperalat Lula. Menyeret putri tirinya yang lugu tersebut dalam hubungan terlarang sebagai be...