Satu hari setelah kejadian tersebut, keluarga Lula langsung memesan penerbangan pulang ke Jakarta besoknya. Sutan kini tinggal di penthouse, memisahkan diri dari rumah sambil memproses perceraiannya dengan Prisia.
Sudah hampir satu minggu Lula belum bertemu dengan Papanya tersebut. Ia juga sama sekali tidak mengirim pesan sekedar menanyakan kabar. Setelah apa yang terjadi, Lula sangat merasa bersalah meski hanya sekedar berbicara pada Sutan.
Apalagi dengan situasi yang sekarang. Prisia mengajukan laporan terhadap Papanya atas tuduhan pelecehan anak di bawah umur. Meskipun ingin menentang, Lula juga tidak bisa berbuat apa-apa. Memangnya apa yang bisa ia katakan kalau ia juga menikmatinya?
Jadi disinilah Lula sekarang. Hampir satu jam duduk bersama Om Tommy—teman sang Mama sekaligus lawyer yang akan mengawal kasus mereka. Pria itu sibuk mengumpulkan berkas tuntutan Lula untuk diajukan ke pengadilan nanti, sedangkan Lula sendiri hanya duduk memperhatikan sembari harap-harap cemas.
"Om, kayanya kita gak usah sampe laporin Papa deh. I mean—lagipula aku emang gak nolak. It happened with my consent, kita ngelakuinnya atas dasar suka sama suka,"
Tommy lantas mendongak sebelum menipiskan bibir. "I know Lula, tapi itu namanya tetep grooming. He use you. Dia memanipulasi kamu biar ngikutin apa yang dia mau," tuturnya menjelaskan.
"N-no it's not. I'm eighteen, aku juga tau apa yang baik dan buruk. It's just—aku emang gak nolak dari awal. I let it happen, aku juga punya andil di sini. So please Om, Om bisa kan bujuk Mama biar cabut laporannya?" Ujar Lula memelas dengan penuh harap.
Pria itu sempat bergeming lalu menghela nafas kasar. "I'm so sorry honey. It's just for the best. Look at you right now, siapa coba yang masih ngebela orang yang udah ngelecehin dirinya sendiri?" Tanyanya satir. "It's obvious you getting groomed. Kamu gak sadar dimanfaatin dan dimanipulasi supaya tunduk, that's what he want. To control you like a puppet. Kamu mungkin belum sadar, tapi suatu saat kamu bakal paham betapa fucked-up nya hal ini." Ucap Tommy sambil menatapnya penuh perhatian.
Sedangkan Lula hanya mampu menipiskan bibir sambil berdecak frustasi dalam hati. Sudah jelas ini tidak berjalan sesuai keinginannya.
—————
Lula berdiri dengan gugup sambil menunggu kotak besi yang ia naiki menuju ke lantai teratas gedung. Begitu lift berhenti, hal utama yang ia lihat adalah ruang utama penthouse Papanya.
Tempat itu terlihat sepi seperti tak ada kehidupan. Lula pun berlalu menaiki anak tangga ke lantai atas, berjalan menuju kamar Sutan.
Sesuai dugaan, pria itu masih terlelap di atas ranjang sana. Lula lantas menghampiri lalu duduk di tepian ranjang. Tangannya terulur, mengusap rambut Sutan yang terlihat berantakan.
Merasakan elusan tangan lembut Lula, kedua kelopak mata Sutan perlahan terbuka. Pria itu lantas mengulas senyum teduh dengan mata redup khas bangun tidur.
"Hai, Kak." Lirih Sutan dengan suaranya yang serak.
Lula mengulas senyum tipis. "Hai, Pah." sahutnya pelan.
Jemarinya masih asik menyusuri rambut Sutan. Hingga perlahan mata pria itu mulai terpejam kembali seolah tengah dinina-bobokan.
"Papa gak ke RS?" Tanya Lula yang berhasil menarik kesadaran Papanya dari alam tidur.
Sutan menggeleng pelan. "Papa gak ada schedule pagi ini." Jawabnya.
Pria itu memperhatikan Lula untuk sesaat sebelum menghela nafas berat. "How are you?"
Hanya satu pertanyaan namun berhasil membuat pertahan Lula luruh seketika. Bibirnya mengerucut dengan mata berair menahan tangis. Ia begitu merindukan Sutan, kalau boleh jujur. Baru satu minggu saja namun rasanya sudah seperti seumur hidup.
Lula sontak berhambur ke atas ranjang dengan posisi memunggungi Sutan.
Pria itu lantas tertegun sambil mengerjap-erjap. "Kak..," cicitnya canggung.
Setelah semua kejadian ini, aneh rasanya kalau ia harus tidur seranjang lagi dengan Lula.
"It's okay Pah, it's just cuddle. I really need it." Pinta Lula dengan suara yang bergetar.
Untuk beberapa saat Sutan sempat bergeming ragu sebelum mengulurkan tangannya. Ia bergeser mendekat lalu menyelipkan tangannya di perut Lula, memberikan pelukan yang gadis itu butuhkan.
Seperkian menit mereka di posisi yang sama tanpa mengatakan apapun. Sutan nyaris saja kembali tertidur sebelum isakan sang putri menginterupsinya.
"Heyy baby, what's wrong?" Tanya Sutan cemas.
"I screwed up, hiks hiks hiks. Kakak bikin semuanya jadi berantakan. Keluarga kita, hidup Papa, perasaan Nino sama Mama-hiks hiks hiks," Isak Lula kecil.
"No you're not, Kak. It's not your fault, it's never your fault. Berhenti nyalahin diri Kakak sendiri kaya gitu," tandas Sutan menekankan.
Lula lantas berbalik menatap Sutan. Ia mengusap air matanya dengan isakan yang perlahan mereda. Tatapannya terpaku memperhatikan Sutan untuk beberapa saat.
Pria itu mirip dengan Nino. Senyumnya, tatapannya, bahkan matanya saat memancarkan kekhawatiran. Bagaimana mungkin kalau Nino bukan anak Sutan?
"I'm so sorry." Gumam Lula. Kedua tangannya terulur, mengusap rahang Sutan yang dihiasi jambang halus.
"For what?"
"Maaf karena Nino bukan anak Papa." Cicit Lula dengan bibir bergetar menahan tangis. Matanya kembali berair sebelum mengeluarkan isakan kecil. "It's so cruel you know, how can she hurt you like that hiks hiks." Lirihnya sambil menangis tak tega.
Sedangkan Sutan kini sudah tertegun dengan wajah yang pucat pasi. "You know that?"
Lula mengangguk-angguk pelan. "Ya, kakak denger waktu kalian ribut di resort."
"Nino juga tau?" Tanya Sutan. Lula lantas menggeleng pelan.
"Please don't say a word. Anggap aja Kakak gak pernah denger, neither do I. Nino tetep anak Papa gak peduli apapun yang Mama bilang. He's always be my little boy." Ucap Sutan. Ia terlihat cukup tegar. Namun dari kedua mata beningnya yang berkaca, Lula tahu kalau pria itu juga menyembunyikan rasa sakit.
Lula lantas semakin menautkan alis tak tega. "Yeah, I know." Lirihnya sembari berhambur memeluk Sutan.
"Papa jangan pernah pendam apapun sendirian lagi ya, hiks. Kakak gak suka liat Papa kaya gini." Isak Lula sambil menenggelamkan wajah di dada bidang Sutan.
Sedangkan Sutan kini hanya menipiskan bibirnya menahan rasa sesak. Mendengar seberapa tulusnya Lula hanya membuat semakin merasa bersalah.
Sutan tahu ia sudah memanfaatkan Lula begitu keji. Katakan ia brengsek, bajingan dan tak tahu malu. Tapi ia mengingkan Lula di sisinya. Dan Sutan akan melakukan apapun untuk terus bisa menggenggam tangan gadis itu.
Ia akan memberikan seisi dunia untuk Lula, menyerahkan seluruh hidupnya asal ia bisa terus berdiri di samping gadis itu.
***
Gue double up nih, update lagi kalo dah seratus vote ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Hours
Romance?Mature Story | 21+ 15 tahun bersama, Sutan tak pernah menyangka kalau istrinya berselingkuh. Dalam keterpurukan itu, hasutan teman-temannya membuat Sutan memperalat Lula. Menyeret putri tirinya yang lugu tersebut dalam hubungan terlarang sebagai be...