抖阴社区

Chapter 14

22.8K 530 11
                                        

Sekalian menjemput Lula, Azquelin dan Sonya ikut berpamitan kepada orang tua gadis itu untuk meminta izin. Untungnya saja Sutan belum pulang, jadilah Lula lebih mudah meminta izin pada Prisia. Yah, Papanya memang lebih strict dan protektif sekali ketimbang Mamanya.

Dalam mobil minicooper merah tersebut, kini ketiganya terlihat sibuk berganti pakaian dengan night dress yang mereka bawa. Demi meyakinkan Prisia, mereka totalitas memakai pakaian sopan supaya terlihat dapat dipercaya. Bahkan Azquelin repot-repot memakai hijab meski beragama hindu. Lula hanya menggeleng-geleng tak habis pikir melihat tingkah hiperbola gadis itu.

Ia sendiri hanya memakai hoodie dengan celana jeans selutut. Namun di dalam backpacknya, Lula membawa dress cantik lengkap dengan heels dan palette make-up.

Lula memang izin pada Mamanya untuk menginap di rumah Sonya. Pulang dari club nanti ia akan tidur di rumah gadis itu lalu diantar pulang pagi harinya. Kebetulan juga Sonya tinggal sendiri. Yang ia dengar sih orang tuanya berkerja di kantor kedubes di Australia. Jadi ya, Sonya sepenuhnya sendirian.

Begitu sampai di nightclub, mereka bertiga pun segera menuju lounge bar untuk memesan minuman. Seperti yang Lula lihat dari sosial media, tempat ini memang ramai dengan hiruk-piruknya yang gaduh. Ia tak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari aktivitas orang-orang di sekitar.

"Lo gak pesen minum, La?" Tanya Sonya menyadari kalau hanya ia dan Azquelian yang memesan pada bartender.

Lula lantas menggeleng ragu. "Gue gak minum alkohol."

Datang ke sini saja sudah salah, Lula tak mau menambah kesalahan dengan mabuk dan membahayakan dirinya sendiri. Lagipula niat awalnya kan hanya untuk dugem dan memenuhi rasa penasarannya soal nightclub.

"Oh come on, sist, don't be a chicken. Lagipula minum secangkir gak akan bikin lo mabuk. Gue pesenin yang paling rendah alkoholnya." Kata Azquelin sebelum memesankan satu minuman lagi pada bartender.

Satu cangkir tak akan membuatnya mabuk, jelas sebuah bualan yang tak harus dipercaya. Karena nyatanya setelah meminum secangkir cocktail yang dipesankan Azquelin, Lula sudah mulai kehilangan setitik kewarasannya. Mungkin karena tak pernah minum, tubuhnya jadi lebih sensitif dengan kandungan dalam alkohol.

Ia belum sampai tahap mabuk memang, hanya lonjakan dopamin yang membuatnya semakin bersemangat. Gadis itu jadi dengan luwesnya ikut meliukkan tubuh di dancefloor. Bukan tipe tarian yang eksotis, Lula justru menari heboh seperti bocah SD yang membuat beberapa pasang mata memperhatikan.

Melompat, memutar-mutar kepala 360 derajat bahkan melakukan twerking. Sontak Azquelin dan Sonya yang menonton dari opentable ikut tergelak. Padahal Lula terlihat seperti orang pendiam, tapi ternyata gadis itu bisa menjelma jadi sebodoh ini.

"Freak banget sih tu bocah, entar orang-orang pada ngira dia kesurupan anjir," Sonya menyahut dengan kekehan tak habis pikir.

"Hahaha biarin dah yang penting dia seneng." Celetuk Azquelin sambil menyeruput cangkir vodka-nya.

Masih di waktu yang sama, di sudut lain tempat tersebut Sutan baru saja memarkirkan mobil mewahnya di basement club. Malam ini ia memang berniat hangout dengan teman-temannya di sana. Hanya minum-minum biasa, lagipula mereka bukan tipe-tipe pria yang suka main dengan sembarang wanita.

Kecuali Sutan mungkin, yang belakangan ini main belakang dengan putrinya sendiri.

Begitu menaiki lift menuju ruangan tempat teman-temannya berkumpul, perhatian Sutan teralihkan saat melihat sesuatu. Lift yang ia naiki memang sejenis panoramic elevator, kapsul kaca tansparant yang membuat Sutan bisa melihat dance floor di bawah sana.

Termasuk melihat keberadaan seorang gadis yang berdansa dengan heboh di kerumunan. Orang-orang sekitar bahkan membentuk lingkaran mengelilingi sambil ikut meliukkan tubuh. Padahal tarian gadis itu cukup konyol, seperti gurita yang kekurangan air.

Sutan bahkan sampai tersengih melihatnya. Namun sesaat kemudian air mukanya menegang begitu mengenali wajah sang gadis. Dengan tergesa ia segera menekan tombol lift untuk kembali ke lantai bawah. Lalu begitu pintu terbuka, kaki Sutan segera melangkah dengan lebar menghampiri sosok yang dimaksud.

Benar, Lula terlihat berbeda. Amat sangat berbeda. Terlepas dari sikapnya yang meliukkan tubuh seperti orang tak punya malu, riasan make-upnya yang tebal juga membuat putrinya tersebut sulit dikenali. Dan jangan lupa dress terbuka yang Sutan saja tak tahu kalau Lula memilikinya.

"Kakak! What the hell are you doin' here?!" Sutan menarik tangan Lula hingga gadis itu terhuyung dan mendongak menatapnya.

Bukannya terkejut, Lula justru malah tersenyum sambil tertawa kecil. "Papa ngapain di tempat ginian? Papa juga mau dugem ya?" Tanyanya santai.

Sutan seketika tertegun dengan kedua alis terangkat. "Are you serious right now?" Tandasnya tak habis pikir.

"Ayo ikut Papa," Belum sempat Sutan menariknya pergi, Lula sudah lebih dulu menghempaskan cekalan tangan Papanya itu.

"No, I don't want to. Kakak udah besar Pah, berhenti ngatur-ngatur Kakak dan urus diri Papa sendiri." Ucap Lula sambil mengulas senyum. Setelah mengatakan hal tersebut ia dengan santainya nyelonong begitu saja.

Sedangkan Sutan masih tertegun speechless melihat tingkah sang putri. Ia pun memejam sambil menghela nafas kasar sebelum menarik lengan Lula.

"Enough, Kak. Ayo kita pulang—"

"Ck, gak mau! Lepasin Pah! Kakak bilang lep—"

"Woy tua bangka. Ngapain lo gangguin temen gue hah?" Kehadiran Azquelin seketika membuat keduanya menoleh. Gadis itu memukul cengkraman Sutan hingga terlepas dari tangan kecil Lula.

"Jangan kira lo cakep lo bisa molosin ni cewek ya. Dasar om-om cabul lo," tandas Azquelin sambil menyembunyikan Lula di belakang tubuhnya.

Sutan sempat tertegun kaget. Seketika rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosi sambil menatap bocah sengak itu. Jadi ini makhluk yang memberi pengaruh buruk pada putrinya.

"Saya Papanya." Ucap Sutan datar.

Azquelin lantas berdecih. "Bokapnya pala lu kotak. Emang menurut lo gue keliatan kaya bocah oon yang bisa dibegoin ya?" Tandas Azquelin sarkas.

Sutan menghela nafas kasar lalu mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan foto keluarga mereka dimana ada dirinya, Prisia, Nino, dan tentu saja Lula. Di foto itu Lula tersenyum lebar, foto yang tulus dan bukan seperti tengah diculik lalu dipaksa berpose.

"Apa perlu saya telfon Mama sama adeknya Lula biar kamu percaya?" Tandas Sutan kemudian.

Azquelin menganga dengan tampang cengo. Sutan lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku, membuat Azquelin terpaksa harus mendongak menatap pria yang menjulang tinggi di hadapannya itu.

Sutan menatapnya dengan tatapan menusuk yang begitu intens. Azquelin lantas menelan ludah karena nyalinya perlahan ciut. Pria itu berjalan mendekat, menatap Azquelin dari atas ke bawah sebelum berucap rendah.

"Jangan pernah berani kasih pengaruh negatif lagi buat anak saya." Tegas Sutan sambil menarik lengan Lula dari belakang tubuh Azquelin. Tanpa mengucapkan apapun lagi pria itu lantas berlenggang pergi begitu saja.  

***

Gue kan kalo update nungguin seratus vote dulu ya. Tapi kadang lama anjrit, gue jadi greget sendiri. Jadi biar cepet kenapa gak gue kasih tau targetnya ke lo pada aja. Vote dulu ye bre, entar kalo dah seratus baru gue up lagi.

After HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang