Pagi ini tanggal 16 Agustus. Angga berencana mengajak Amanda untuk menemui beberapa alumni usai mengajar. Hari itu tepatnya di sore hari, para alumni sudah berkumpul di ruang meeting milik sekolah yang biasa digunakan oleh tim pembentuk paskibra saat persiapan upacara kemerdekaan.
Angga menjemput Amanda di bengkel praktik teknik listrik karena Amanda sedang disana mengerjakan nilai siswa. Lalu keduanya berjalan bersisian menuju meeting room tempat para panitia dan pelatih paskibra berkumpul. Serta para alumni sekolah ini.
Amanda sedikit gugup akan bertemu beberapa temannya semasa sekolah dulu. Apa yang akan mereka katakan? Apakah mereka akan menyambut Amanda? Ataukah mengabaikannya?
Saat memasuki ruang meeting, Angga langsung menyapa semua orang. Disana sudah ada adik-adik yang masih berseragam dan juga beberapa alumni dari berbagai angkatan. Entah yang lebih muda dari Amanda ataupun yang lebih tua. Yang seangkatan Amanda ada Zizi, Arin, Fauziah, Yudha, Nugraha, dan Alfa. Mereka selalu hadir di acara kemerdekaan sekolah setiap tahunnya semenjak lulus dari sekolah ini.
Zizi, Fauziah, dan Arin terkejut melihat kedatangan Amanda. Sontak mereka berhambur ke pelukan Amanda. Bahagia sekali mereka melihat teman yang sudah lama sekali tidak bertemu.
"Kami kangen banget sama kamu."ungkap Fauziah pada Amanda.
"Maaf ya baru bisa kembali kesini."ucap Amanda merasa bersalah.
"Kamu nggak perlu minta maaf kok, Amanda. Kami sangat memahami perasaanmu. Jadi, sekarang kami sangat bersyukur kamu kembali. Kamu baik-baik aja, kan?"tanya Arin.
Amanda mengangguk. "Lihat kan? Aku bahkan jadi guru disini."
"Syukurlah."sahut Zizi.
Angga yang melihat itu merasa lega. Matanya terpaku oleh wajah Amanda. Wanita itu terlihat semakin cantik di matanya saat tersenyum bahagia. Sekarang ia sedang melihatnya. Senyum yang dulu membuatnya jatuh cinta.
Di tempat duduk lain, para lelaki hanya menonton kehebohan para wanita bercerita. Mereka juga ikut senang dengan kedatangan teman masa sekolah mereka itu. Teman yang sudah lama sekali tak menampakkan diri.
~~~
Malam 17 Agustus ini, Amanda memutuskan untuk ikut menginap di sekolah bersama temannya yang lain. Kebetulan mereka semua libur bekerja besok pagi. Sehingga mereka bisa meluangkan waktu sejenak memeriahkan kegiatan paskibra tahun ini.
Semua alumni, panitia, pelatih, dan anggota paskibra saat ini sedang mengikuti kegiatan tirakatan. Kegiatan rutin yang selalu diadakan malam sebelum pengibaran.
Amanda mengikuti acara malam ini dengan gembira. Tak disangka ia bisa berbahagia membaur dengan semua orang disini meski sudah lama tak hadir. Ia ikut berseru dan bertepuk tangan bersama yang lain sehingga suasana di dalam auditorium malam ini terasa meriah sekali.
"Nah, tadi di awal acara kita sudah berkenalan dengan semua alumni yang hadir disini. Saya mewakili tim paskibra mengucapkan terimakasih atas kehadiran kakak-kakak semua malam ini.
Sekarang, sebelum kita mengakhiri acara pada malam hari ini, kita kedatangan lagi satu Kakak alumni yang belum pernah hadir disini semenjak beliau lulus. Dikarenakan kesibukan beliau di Jakarta sebagai mahasiswa.
Kita sambut dengan tepuk tangan, ya? Silahkan Kak Sandy bisa berkenalan langsung."
Seketika pandangan semua orang di dalam ruangan itu tertuju ke arah pintu masuk auditorium.
Amanda yang mendengar nama itu sontak terkejut. Jantungnya mendadak berdebar dengan sangat cepat. Sudah lama sekali ia tak bertemu lelaki itu. Bahkan kabarnya pun ia tak pernah mendengarnya. Kini, ia akan melihat keadaan Sandy di depan matanya. Setelah sekian lama.
Lelaki yang dipanggil oleh MC itu memasuki auditorium. Semua orang akhirnya bertepuk tangan saat Sandy sudah berdiri di atas panggung. Selama ia mengenalkan dirinya, ada seseorang yang sedang menatapnya dari deretan alumni, yaitu Amanda. Amanda menatap Sandy tanpa berkedip. Rasanya ini tidak nyata bagi Amanda. Bagaimana tidak? Orang yang sangat ia tunggu kabarnya kini berada di depan matanya. Orang yang sama sekali tak mendatanginya selama ini.
Tak kuasa menahan air matanya, Amanda memutuskan untuk keluar dari auditorium itu. Ia segera berlari menuju tepi lapangan basket. Kebetulan disana tak ada seseorang pun. Amanda lalu duduk dan menangis disana. Lapangan basket itu terlihat gelap tanpa pencahayaan. Hanya lampu dari lab komputer di dekatnya yang sedikit memberi cahaya ke arah lapangan basket.
"Aku kira rasanya nggak sesakit ini."gumam Amanda.
Tak lama dalam tangisannya, Amandapun segera berhenti. Ia harus kembali ke auditorium agar tak ada yang curiga. Tangannya mengusap wajah yang penuh air mata itu. Lalu, ia menghela nafas. Meyakinkan diri jika ia baik-baik saja.
Setelah merasa lega, Amanda berdiri. Sekali lagi menghela nafas. Ia harus siap bertemu Sandy lagi setelah ini.
"Darimana kamu?"tanya Angga saat Amanda sudah kembali ke auditorium.
"Toilet sebentar."bohong Amanda.
Angga menatap gadis itu dengan teliti. Ia merasa Amanda habis menangis. Sepertinya ia tahu kenapa. Tapi, ia memilih diam saja.
~~~
Acara tirakatan selesai pukul 10 malam. Saatnya seluruh anggota paskibra beristirahat agar esok pagi bisa bertugas dengan baik. Mereka dituntun oleh panitia menuju ruangan kelas yang disulap menjadi barak tempat tidur untuk para anggota paskibra.
Amanda tidak langsung ikut tidur. Ia memilih duduk melamun di tepi lapangan di bawah pohon ketepeng. Tempat yang penuh kenangan baginya di masa lalu.
"Anak gadis malam-malam kok melamun sendirian."ucap Kak Awan tiba-tiba.
Dengan sedikit terperanjat, Amanda berkata, "Ih! Kakak ngagetin aja! Untung nggak jantungan."
Kak Awan tertawa cekikikan mendengar itu. Ia lalu duduk di samping Amanda.
"Gimana rasanya mengikuti kegiatan ini setelah sekian lama?"tanya Kak Awan.
"Seneng. Akhirnya aku kembali dengan diriku yang sudah sembuh dari segalanya."ucap Amanda penuh kelegaan.
"Aku lega melihatmu seperti ini. Padahal kejadian itu mungkin cukup menyakitkan buatmu. Syukurlah kamu bisa bangkit."
Amanda tersenyum. "Iya."
Ponsel Kak Awan berdering. "Sorry, aku harus pergi. Anak-anak panitia sepertinya sedang kesulitan."
"He em. Silahkan."ucap Amanda.
Bosan hanya duduk sendirian disitu, Amanda ingin berjalan-jalan sebentar mengelilingi sekolah. Ia berjalan di belakang dua bengkel praktik. Saat matanya menyapu sekeliling, ia melihat seseorang sedang duduk di tempat duduk depan kantin. Dia memandangi lapangan sepakbola yang luas itu. Cahaya lampu menyorot ke arahnya. Saat mendekat, Amanda sadar itu Sandy.
"Sandy.."ucap Amanda lirih.
Tak kuasa menahan rasa sakit di hatinya, Amanda memilih berbalik. Sepertinya ia belum siap bicara meski rindu sudah tak terbendung. Nanti saja, nanti saja ketika ia merasa siap berhadapan dengan pria itu. Ketika telinga dan hatinya siap mendengar kebenaran tentang kepergian Sandy yang begitu lama tanpa berpamitan.
