Hiruk pikuk suara para komandan pasukan di stadion mandala krida terdengar bersahutan. Pleton inti dari berbagai penjuru DIY berlomba di tempat itu hari ini. Mulai dari tingkat SMP sampai SMA/SMK. Warna-warni seragam tonti dari berbagai sekolah menciptakan gelombang warna yang menyegarkan mata. Apalagi melihat barisan tonti terpilih itu bagai satu tubuh, melakukan gerakan dengan sangat kompak.
Dada Amanda bergemuruh melihat keragaman di depan matanya. Tonti-tonti yang ia lihat di tempat ini merupakan pasukan terbaik di tiap kabupaten di DIY. Pastinya, persaingan dalam lomba ini makin ketat. Di satu sisi ia kagum dengan barisan-barisan itu, di sisi lain ia merasa nyalinya menciut harus bersaing dengan mereka.
"Semangat, Amanda! Kita pasti bisa bersaing dengan mereka, "ucap Sandy saat mereka baru tiba di tempat lomba.
Amanda mengangguk mantap. "Iya. Pleton kita nggak kalah bagus kok dengan mereka. Kamu juga semangat, ya?"
Sandy mengangguk lalu tersenyum manis kepada Amanda. Sontak hati Amanda meleleh dibuatnya. Senyuman itu yang selalu ia dambakan dari seorang Sandy. Bagaimana tidak? Manisnya itu lho!
Keduanya pun bersiap membariskan pasukannya masing-masing. Sebelum memasuki arena lomba, mereka melakukan sedikit latihan. Tidak banyak, hanya untuk pemanasan saja supaya saat memasuki pos tidak terlalu gugup.
Pleton Amanda menjadi yang lebih dulu daripada pleton Sandy. Di dalam pos, Amanda berkonsentrasi penuh melibas semua materi yang diujikan. Ia melepas semua beban pikiran sebelum memasuki pos pertama ini. Pikirannya terpusat pada materi lomba.
Pos pertama berhasil dilewati. Kemudian pos selanjutnya sampai pos terakhir yaitu pos 5, Amanda berhasil membawa pasukannya menyelesaikan semua materi tanpa kesalahan. Di akhir, ia merasakan kelegaan luar biasa. Latihan intens yang dilakukan tanpa henti setelah paskib yang juga melelahkan itu, akhirnya terbayar dengan penampilannya sekarang yang terlihat maksimal. Terkait dengan hasilnya, ia tak mau berharap lebih. Ia sadar, saingannya telah banyak memenangkan lomba tonti di tahun sebelumnya.
"Gimana, Amanda? Lega?"tanya Sandy saat mereka sedang beristirahat makan siang di salah satu tribun.
Amanda tersenyum. "Lega banget, San. Aku sama teman-teman se pasukan udah berusaha maksimal."
"Semoga juara, ya?"harap Sandy.
"Sebenarnya aku nggak ingin berharap lebih karena takut kecewa. Tapi, melihat mata teman-teman yang penuh harapan itu, aku jadi berdoa sangat keras di dalam hati. Semoga kemenangan tahun ini di pihak kita."
Sandy tersenyum. "Good. Harus optimis!"
"Ehem!" Suara deheman memotong obrolan Sandy dan Amanda. Dialah Kak Awan, sang pelatih tonti SMK 2.
"Pacaran aja."ledek Kak Awan.
"Enggak loh, Kak."sanggah Amanda.
~~~
Senja mulai terpampang di depan mata saat pengumuman juara lomba tonti tingkat provinsi hari ini. Semua menunggu dengan penuh harap. Peserta lomba memenuhi seluruh tribun saat ini.
Amanda dan teman-temannya saling berpegangan tangan menautkan doa yang sama. Mereka berharap piala besar di tengah lapangan itu bisa mereka bawa ke sekolah.
Satu persatu pemenang diumumkan mulai dari juara harapan tiga sampai ke juara dua. Tidak ada nama SMK 2 disebutkan. Hal itu semakin menguatkan harapan mereka. Genggaman tangan mereka semakin erat satu sama lain. Hati mereka berdebar saat juara satu mulai disebut.
"Selamat kepada pleton inti putri SMK 2 yang telah memenangkan lomba LBB PPI tingkat provinsi tahun 2011!"ucap MC dengan lantang.
Sontak Amanda dan teman se pletonnya berdiri dan bersorak gembira. Mereka saling memeluk teman yang ada di dekatnya. Terbayar sudah lelah setelah latihan berhari-hari dengan mengorbankan waktu dan tenaga.
Dengan langkah bangga Amanda maju ke arah MC untuk mengambil piala. Ia mendengar riuh tepuk tangan memenuhi stadion sore itu. Entah bagaimana menggambarkan perasaan bahagianya saat ini, ia terus saja tersenyum.
Piala yang amat besar itu kini sudah berpindah ke tangan Amanda. Iapun mengangkat piala itu ke arah pleton intinya dengan bangga. Dari arah tribun terlihat teman-temannya bersorak senang atas kemenangan ini.
~~~
Amanda berjalan menyusuri trotoar menuju rumahnya. Masih mengenakan seragam kebesaran tontinya, ia berjalan sendirian di malam yang dingin ini. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 20.00. Tadi usai upacara penutupan lomba, ia dan beberapa anggota tonti lainnya beristirahat sejenak.
Jalanan dekat stadion mandala krida yang dilalui Amanda tampak sudah sepi pada jam seperti ini. Setiap ada acara di stadion, jalur tersebut jarang menjadi alternatif karena pintu masuk yang dekat dengan rumah Amanda hampir selalu tertutup. Biasanya, hanya satu pintu utama yang dibuka, kecuali jika ada pertandingan sepakbola.
"Amanda!"panggil Sandy sambil mengemudikan motornya. Ia memelankan gasnya agar bisa mensejajari Amanda.
"Eh?!" Amanda terkejut karena panggilan itu. Sepanjang jalan tadi ia hanya memikirkan peristiwa seharian ini.
"Lagi jalan jangan ngelamun."ucap Sandy.
Amanda tersenyum.
"Rumah kamu dimana sih?"tanya Sandy.
"Itu tu! Nanti masuk gang itu trus jalan sekitar 100 meter."tunjuk Amanda ke sebuah gang kecil yang tak jauh dari stadion.
"Ooh, by the way selamat ya atas kemenangannya!"ucap Sandy tulus.
"Thanks."jawab Amanda canggung. Hatinya merasa gugup bersisian dengan Sandy.
"Em.. Kalo gitu aku duluan, ya?"pamit Sandy saat mereka sudah tiba di gang yang ditunjuk Amanda tadi.
Amanda mengangguk. Matanya terlihat berbinar menatap Sandy. Hatinya begitu senang setelah disapa Sandy. Rasanya ia ingin berjingkrak kesenangan sekarang.
"Hati-hati, Sandy!"
Sandy pun melajukan motornya meninggalkan Amanda.
"Anak orang kenapa ganteng banget, sih!"gumam Amanda geregetan.
"Iya ya? Kok bisa ganteng begitu, ya?"sahut seseorang mengejutkan Amanda.
"Astaga!! Kaget!!!! Kak Angga!"seru Amanda.
Angga hanya terkekeh pelan melihat reaksi Amanda itu.
"Sorry, Amanda."ucapnya.
"Kakak nggak pulang?"tanya Amanda. Ia melihat Angga juga berjalan kaki.
"Ini mau pulang. Tapi memastikan adik kelas satu ini sampai rumah dengan selamat dulu."ucap Angga.
"Jadi, dari tadi Kakak mbuntutin aku?"
Angga mengangguk.
"Kakak ini! Ngapain sih repot-repot? Kan ini lingkunganku."
"Iya sih. Tapi tetep aja ngeri liat anak gadis jalan sendirian malam-malam gini."
"Rumahku udah deket tuh. Makasih loh."ucap Amanda.
"Oke. Aku pamit."
Amanda mengangguk lalu melambaikan tangan pada Angga yang akan kembali ke stadion mengambil kendaraannya. Padahal jalannya memutar cukup jauh dari gerbang masuk ke gang rumah Amanda.
