Awal 2012
Seleksi paskibraka dimulai. Sejak awal bersekolah di SMK itu, Amanda sudah bertekad—ia harus lolos tahun depan. Sehingga saat pelatihnya, Kak Awan mengadakan latihan ia tak pernah absen mengikuti. Mulai dari latihan fisik hingga pengetahuan umum ia libas meski tubuh hampir menyerah.
Tiga bulan berlalu, akhirnya hari seleksi pun tiba.
Seleksi diadakan di SMK 1. Amanda bersama Zizi, Arin, Yudha, Sandy, dan Alfa berangkat bersama. Tahap pertama seleksi—mengukur tinggi badan.
Amanda mengantre dengan sabar di belakang peserta lain. Ia menyaksikan satu persatu peserta lolos dan langsung memasuki ruangan—namun ada juga yang langsung pulang sambil menunduk menahan kecewa.
Seleksi tahun ini ternyata berbeda dari tahun sebelumnya. Sebelumnya, seleksi tinggi badan tidak di tahap awal. Jadi, Kak Awan agak terheran dengan perubahan itu. Iapun menyemangati anak didiknya untuk tidak berkecil hati.
Saatnya Amanda maju mengukur tinggi badannya. Kemarin dalam syarat tertulis tinggi badan minimal perempuan adalah 160 cm. Dan ketika diukur di UKS, tinggi Amanda 161 cm. Jadi, ia cukup percaya diri bisa lolos.
Namun...
"Seratus lima puluh tujuh," ucap panitia.
Amanda terdiam. Dadanya mencelos.
"A-apakah bisa diukur ulang?"
Diukur lagi.
Dan lagi.
157 cm.
Seolah ada palu yang menghantam dadanya. Matanya panas, tapi ia tahan. Dengan langkah lunglai, ia menuju parkiran tempat Kak Awan menunggu.
"157."ucap Amanda sambil tersenyum.
"Loh? Kok gitu? Bukannya kemarin kamu 161, ya?"
Amanda mengangguk. "Aku udah minta diukur 3x tapi hasilnya sama. Yaudah, mungkin belum rejeki."ujar Amanda tegar.
Kak Awan menepuk pundaknya lembut. "Nggak papa. Kita coba lagi tahun depan. Kamu masih punya waktu satu tahun untuk menambah tinggi badanmu. Berenang lebih efektif."
"Iya, Kak."
Ia menunggu yang lain selesai dengan antriannya. Terlihat dari tempat parkir, Yudha, Alfa, Sandy lolos seleksi tinggi badan. Tak lama setelah itu, Arin dan Zizi menyusul Amanda di tempat parkir. Ternyata mereka juga tidak lolos seperti Amanda. Sebenarnya ada satu lagi teman mereka yang lolos yaitu Satya.
"It's okey. Kalian coba lagi tahun depan. Kesempatan masih ada sekali lagi "ucap Kak Awan menenangkan semua.
Akhirnya yang tidak lolos kembali ke sekolah. Amanda membonceng Arin dengan pikiran yang kusut.
~~~
Amanda duduk termenung di tepi lapangan, tepat di depan kantin. Ia kecewa tidak lolos seleksi. Padahal, ia paling semangat diantara yang lain. Sejak awal, ketika ada senior yang bertanya siapa yang ingin menjadi paskibraka, Amanda selalu mengangkat tangan dengan percaya diri.
Tak kuasa menahan lagi tangisnya, akhirnya tumpah juga di tempat itu. Ia menangis terisak mengingat kegagalannya kali ini.
Zizi selesai makan dari kantin, melihat Amanda menangis. Iapun menghampiri lalu duduk di samping Amanda. Ia memeluk temannya itu untuk memberi dukungan.
"Masih ada kesempatan tahun depan, Amanda. Yang sabar, ya?"
"Aku merasa nggak adil. Kenapa alatnya bisa berbeda?"ucap Amanda.
"Iya, aku juga heran. Tinggi badanku aja yang kemarin diukur disini 162, tadi 159. Yaudahlah, pasrah aja kalo aku mah."
Amanda terus menangis. Ia tak bisa menahannya lagi. Tenggorokannya tercekat sejak tadi. Ia tak nyaman menahan air matanya sejak dinyatakan tidak lolos tadi.
Laki-laki yang tadi lolos tinggi badan kini telah kembali ke sekolah. Mereka menghampiri Amanda dan Zizi yang sedang duduk berdua.
"Kenapa?"tanya Yudha.
Ibni meletakkan jari telunjuk di bibirnya menyuruh semua pria diam. Mereka mengerumuni Amanda yang sedang menangis. Sandy yang merasa iba berlutut di depan Amanda. Ia menatap gadis itu. Kebetulan ia membawa sapu tangan. Diberikannya sapu tangan itu untuk Amanda.
"Tetap semangat, ya? Masih ada kesempatan tahun depan."ucap Sandy.
"Iya, Manda. Tetap semangat! Nggak papa kamu menumpahkan tangisanmu sekarang, habis ini kamu harus berlatih. Waktumu panjang, satu tahun."imbuh Zizi.
"Makasih ya, kalian. Maaf aku terlalu cengeng."
"Santai. Paling orang ngira kami ngerundung kamu."sahut Yudha.
"Hus!"sela Zizi memarahi Yudha.
"Kalian pulang duluan aja. Aku masih pengen disini."ucap Amanda.
"Oke. Kami duluan, ya?"kata Aji diikuti Alfa dan Satya. Kini tinggal Amanda bersama Zizi dan Sandy.
"Aku udah dijemput, Nda. Kamu nggak papa?"ucap Zizi merasa tak enak hati.
Amanda mengangguk. "Duluan aja."
"Bye, Amanda! Semangat!!!"
Amanda tersenyum. Hanya ada dua orang sekarang. Sepertinya Sandy juga belum mau pulang seperti yang lain.
"Aku juga nggak lolos, Manda."ucap Sandy tiba-tiba.
"Oh ya? Bukannya kamu tadi masuk, ya?"
"Iya, untuk tahap berikutnya aku nggak lolos."
"Lalu... Kamu mau coba lagi?"
Sandy menggeleng. "Aku nggak terlalu berminat sebenarnya."
"Kenapa ikut?"
"Em.... Aku pengen seneng-seneng aja ikutan latihan."
"Aneh."
Sandy tersenyum. "Pasti kecewa banget, ya?"tanyanya.
Amanda menghela nafas. "Hem. Paskibraka itu salah satu impian besarku."
"Semangat. Masih bisa ikutan sekali lagi."
Amanda tersenyum. "Thanks."
Amanda merasa sedikit lega. Di saat ia hampir putus asa karena mimpinya tak tergapai, ada orang-orang yang menyemangatinya, mendorongnya untuk mencoba sekali lagi tahun depan. Semangatnya bertambah lagi saat laki-laki yang ia sukai menyemangatinya di sampingnya.
