抖阴社区

Chapter 5

697 176 23
                                        

Malam ini terasa begitu tenang. Aku duduk di balkon, menikmati udara segar sambil menatap layar laptop di hadapanku. Pesanan kerajinan yang semakin hari semakin banyak membuatku merasa sedikit bangga. Meski lelah, aku bersyukur semuanya berjalan lancar. Cahaya temaram dari laptop memantulkan bayangan samar di wajahku, menambah kesan damai di tengah kesibukan.

Namun, di balik semua itu, pikiranku beberapa kali berkelana pada Joohyun. Beberapa hari terakhir kami menjadi lebih dekat, dan ada sesuatu dalam dirinya yang terus memikatku. Senyumnya, tawa lepasnya saat kami bermain tanah liat, semua kenangan itu berputar di kepalaku seperti film yang berulang-ulang. Tapi aku tahu aku harus menjaga jarak, dia sudah menikah, dan apapun yang kurasakan tak boleh berkembang lebih jauh. Itu adalah batas yang harus kuhormati, meskipun hatiku berbisik sebaliknya.

Aku menutup laptop dan bersandar, memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan perasaanku. Namun tiba-tiba, sebuah suara yang samar terdengar dari unit Joohyun. Aku membuka mata, berusaha menangkap suara itu lebih jelas. Pada awalnya, aku tidak yakin apa itu—suara rendah, nyaris tertahan, dan terdengar berulang-ulang. Kemudian, semakin lama, suaranya semakin jelas… seperti desahan. Aku tidak salah dengar, itu adalah desahan.

Aku terdiam, tubuhku membeku. Desahan itu bukan suara biasa. Itu suara yang menandakan sesuatu… yang membuat dadaku seketika terasa sesak. Aku berusaha untuk tidak memikirkan hal buruk, tetapi desahan itu terus berlanjut, seolah menghantam langsung ke dalam perasaanku. Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diri, namun rasa panik bercampur sedih mulai merayap.

"Apa yang sedang terjadi di sana?" pikirku dalam hati, rasa bingung merayap. Joohyun selalu tampak baik-baik saja akhir-akhir ini, tidak ada tanda-tanda ketegangan atau luka. Bahkan, dia terlihat lebih bahagia. Aku dengan percaya diri berpikir bahwa kebahagiaan itu tercipta karena dia berteman dan menghabiskan waktu bersamaku, tapi sekarang, setelah mendengar suara itu, aku merasa seolah kenyataan yang aku rasakan bersama Joohyun selama ini tiba-tiba hancur.

Kepalaku mulai dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. Apakah itu suaminya? Apakah mereka sedang…? Aku merasa hatiku mencelos. Rasa cemburu dan sakit bercampur jadi satu, meskipun aku tahu perasaan ini salah. Aku tidak seharusnya merasa begini. Ini bukan urusanku. Joohyun bukan milikku, dan dia punya kehidupan sendiri. Tapi entah mengapa, suara itu membuat dadaku sesak, seperti ada beban yang tidak bisa kujelaskan.

Aku memejamkan mata, menggenggam erat tepi meja balkon, berusaha keras menghilangkan rasa bingung dan sedih yang mulai menguasai pikiranku.

Namun aku menangkap sesuatu yang aneh dari desahan itu, aku seperti mendengar sebuah rasa sakit atau keterpaksaan.

Aku bukan lah anak remaja yang polos, aku pernah berhubungan seks sebelumnya, dan aku tahu jika desahan yang keluar itu seolah dipaksakan, bukan keluar secara alami.

"Mungkin aku hanya salah dengar. Mungkin ini semua hanya imajinasiku yang terlalu jauh." Aku mencoba meyakinkan diri, tapi suara itu terus terdengar, melemahkan setiap usaha untuk tetap berpikir rasional.

Aku berdiri, berjalan menjauh dari balkon. Kepalaku pusing. Setiap langkah terasa berat karena hatiku terus memikirkan Joohyun. Rasa bingung dan sedih menyelimutiku. Apa yang aku harapkan dari Joohyun selama ini? Dan kenapa aku merasa seolah-olah dikhianati, padahal tidak ada yang benar-benar terjadi di antara kami. Aku hanya berharap agar bisa berteman baik dengannya, kepalaku selalu berpikir hal seperti itu, tapi ternyata hatiku memiliki jalan lain. Tolong sadarkan dirimu Seulgi! Jangan bodoh!

Aku menghela napas panjang, menyadari bahwa mungkin aku sudah terlalu jauh terjebak dalam perasaanku sendiri. Ini tidak boleh berlanjut. Aku harus berhenti memiliki perasaan bodoh ini.

~

Keesokan harinya, pagi datang dengan keheningan yang berbeda. Aku sibuk dengan rutinitasku di apartemen—merapikan meja kerja, menyiapkan alat-alat kerajinan, dan memastikan pesanan-pesanan siap untuk dikirim. Namun, pikiranku terus dibayangi oleh kejadian semalam. Suara itu masih terngiang di kepalaku, membuat segalanya terasa kacau. Aku mencoba bersikap normal, tapi jauh di dalam, ada perasaan tidak nyaman yang sulit untuk dijelaskan.

Broken Silence [SEULRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang