Dua hari berlalu. Akhirnya kondisi Joohyun benar-benar sudah stabil, Dokter sudah bisa melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk tubuhnya. Itu membuatku sedikit cemas dan secara tidak sadar mengetuk kakiku ke lantai saat menunggu di depan ruangan pemeriksaan itu.
Aku tidak sendiri, Yerim ada di sampingku bersama ayah dan bibinya yang memang sudah ada sejak kemarin. Mereka langsung datang ke Seoul setelah melihat konferensi pers yang diberitakan di televisi.
Yerim menyentuh lututku hingga membuat kakiku berhenti bergerak. “Jangan cemas. Ini hanya pemeriksaan, dia dan bayinya akan baik-baik saja.”
Aku menghela napas kecil, “Kau benar, tapi entah mengapa aku merasa sangat cemas sekali.”
“Putriku, putriku baik-baik saja. Jangan cemas, jangan cemas,” ucap Ayah Joohyun membuatku tersenyum dan merasa sedikit lega.
Padahal Ayah Joohyun sempat panik dan histeris ketika pertama kali melihat putrinya terbaring lemah, tapi dia berhasil menenangkan dirinya sendiri.
Sementara itu Bibi Joohyun terlihat duduk tanpa tenaga dengan kepala yang mengadah ke atas, menatap langit-langit, “Aku tidak menyangka Joohyun mengalami semuanya sendirian. Aku tidak sabar melihat pria brengsek itu dipenjara,” ucapnya lemah.
“Tenanglah bibi, dia pasti akan mendapatkan karma,” kata Yerim.
“Terkadang dunia ini tidak adil Yerim-ah, tapi aku berharap karma itu benar-benar ada,” balas Bibi Joohyun dengan pelan.
Aku juga berharap seperti itu, dan aku yakin akan hal itu.
Beberapa menit kemudian Jaehyun datang menghampiri kami, “Belum selesai?” Dia bertanya.
Aku mengangguk lalu bangkit menghadapnya, “Semuanya sudah disiapkan dengan matang?”
Pria itu mengangguk singkat, “Hanya perlu rekam medis Irene-nim agar bukti kita lebih kuat. Jika pemeriksaannya bisa selesai sekarang, kita bisa melakukan konferensi pers lanjutan malam ini.”
“Aku mengerti. Kita tunggu saja.”
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Wajahnya tampak serius, tapi penuh empati.
“Nyonya Irene menunjukkan tanda-tanda fisik yang konsisten dengan kekerasan fisik dan emosional dalam waktu yang cukup lama,” jelasnya. “Ada bekas luka lama yang masih terlihat di beberapa bagian tubuhnya, serta tanda lebam yang baru saja sembuh.”
Dadaku terasa berat mendengar itu. Aku mengepalkan tangan, menahan amarah.
“Apakah ini cukup untuk menjadi bukti?” tanya Jaehyun.
Dokter mengangguk. “Ya. Kami akan menyusun laporan medis lengkap, termasuk dokumentasi foto dan catatan pemeriksaan ini. Tapi perlu diingat, korban juga mungkin membutuhkan dukungan psikologis lebih lanjut.”
Aku mengangguk cepat. “Kami akan memastikan dia mendapatkannya.”
~
Setelah pemeriksaan selesai, aku bertemu Joohyun di ruang tunggu. Dia tampak lelah, tapi ada ketegasan dalam tatapannya.
“Bagaimana hasilnya?” tanyanya dengan suara pelan.
“Ini cukup untuk melawan Jihoon,” jawabku. “Kita akan gunakan ini untuk membuktikan kebenaranmu.”
Dia menunduk, menggigit bibirnya. “Aku takut, Seulgi. Kalau Jihoon tahu tentang ini, dia pasti akan—“
“Dia tidak akan bisa menyentuhmu lagi,” potongku tegas. “Aku janji, Joohyun. Kau tidak perlu takut lagi.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Silence [SEULRENE]
FanfictionAku memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen untuk memulai kisah hidupku. Tanpa ku sadari, aku membawa hidupku begitu jauh pada seseorang yang menjadi tetangga baruku. Joohyun datang ke dalam hidupku seperti badai sunyi, tetapi membawa kekacauan ya...