"Terjebak dalam lingkaran takdir yang tak bisa mereka kendalikan, dua hati saling menemukan di tempat yang paling terlarang. Mereka tahu, setiap langkah mendekat hanya akan membawa kehancuran, tetapi perasaan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Di ant...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rami melanjutkan dengan sedikit menggoda, "Yang pasti, Ahyeon mungkin akan menjadi orang yang tidak waras kalau dia tidak bersamamu. Setiap detik ketika dia praktek di rumah sakit, dia selalu bercerita, dan... bisa ditebak, dia selalu membahas tentangmu."
Asa terperangah mendengar pernyataan itu. Ia menatap Rami dengan rasa ingin tahu yang semakin besar. "Apa... dia begitu?" tanyanya, sedikit terkejut tapi juga merasa hangat mendengar bahwa Ahyeon begitu memikirkannya.
Rami mengangguk sambil tersenyum nakal. "Iya, bahkan di tengah kesibukannya yang padat, dia tetap tidak bisa berhenti memikirkanmu. Sepertinya... kau memang sudah menjadi bagian dari pikirannya yang tak terpisahkan," jawabnya, sambil melirik ke arah Ahyeon yang terlihat semakin canggung.
Ahyeon yang mendengarnya langsung menggigit bibir bawah, merasa malu dan kesal sekaligus. "Rami, kau benar-benar tidak bisa diam, ya?" ujarnya sambil menyembunyikan wajah di balik tangannya, mencoba menghindari perhatian yang semakin membuatnya terasa terbuka.
. Rami, yang melihat reaksi Asa, merasa sedikit puas dengan obrolan ini. "Aku hanya memberitahumu, Asa," katanya sambil menekan tawa. "Kau harus tahu kalau Ahyeon benar-benar peduli denganmu. Sampai-sampai dia tidak bisa fokus di rumah sakit karena memikirkanmu. Itu benar-benar menunjukkan seberapa besar perasaannya."