"Terjebak dalam lingkaran takdir yang tak bisa mereka kendalikan, dua hati saling menemukan di tempat yang paling terlarang. Mereka tahu, setiap langkah mendekat hanya akan membawa kehancuran, tetapi perasaan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Di ant...
"Namamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bahagia, bahkan saat semuanya terasa berat. Cukup satu nama itu… dan aku tahu, aku masih punya tempat untuk pulang." . . .. .
Sekarang aku maksa ni coba komen kalian dari mana aja?????? vote dong siapa tahu dapat piala wkwkwk ini yang follow biar banyak gimana si.. ? yang baca biar bnyak gimanaa?? yang vote biar banyak juga gimana yaaa?? yang baca kudu bantu share juga ga sihhh🤣!!!!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi itu di Swiss masih dilingkupi salju yang tipis menyelimuti jendela. Langit tampak pucat, seolah enggan bangun dari malam panjangnya. Di dalam kamar yang hangat, Asa bangun lebih awal dari Ahyeon. Ia menoleh ke sisi ranjang, menemukan Ahyeon yang masih terlelap, napasnya teratur, pipinya sedikit memerah karena suhu dingin yang bertemu dengan hangatnya selimut putih tebal yang membungkus tubuh mungilnya.
Perlahan, Asa bangkit. Tak ingin membangunkan Ahyeon, ia melangkah pelan menuju kamar mandi. Suara air mengalir tenang saat ia membasuh wajah, menyegarkan diri dari malam yang penuh kecemasan. Lalu ia merapikan rambut, mengenakan cardigan hangat, dan memastikan kamarnya tetap dalam keadaan rapi sebelum meninggalkan ruangan.
Asa berjalan menuju ruang kerja di ujung lorong rumah. Di sana, Nam Yura tengah menatap layar monitor, jari-jarinya cepat menari di atas keyboard. Secangkir kopi yang sudah tinggal setengah duduk di sisi meja, dan catatan-catatan tebal berserakan seperti tak sempat disusun.
“Ahjuma…” Asa membuka suara dengan pelan, setengah ragu.
Nam Yura menoleh sebentar, sedikit terkejut, namun langsung melunak melihat Asa.
“Kau sudah bangun? Bagaimana Ahyeon?” tanyanya sambil kembali mengetik, suaranya rendah tapi penuh perhatian.
“Masih tertidur,” jawab Asa. Ia melangkah
"Apakah pusat perbelanjaan atau mall jauh dari sini?" tanya Asa
pada Nam Yura. Suaranya terdengar sedikit ragu, seolah ia sedang menyusun keberanian untuk bertanya.
Nam Yura yang sedari tadi sibuk dengan tabletnya mendongak cepat. Ia menaruh tablet itu di pangkuannya dan menatap Asa dengan alis sedikit mengernyit.
Asa tampak seperti menyimpan sesuatu. Sorot matanya tidak sekadar menanyakan arah. Seolah... ia sedang bertanya pada sosok ibu, bukan hanya pada seorang wanita dewasa yang kebetulan ada di sisinya.
"Kau ingin apa?" tanya Nam Yura, lembut tapi langsung.
Asa menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab, “Aku ingin membeli sesuatu. Bukan untukku…”
Ia menarik napas dan menatap keluar jendela sebentar, seperti menata ulang kalimatnya.
"Aku ingin memberikan kejutan untuk Ahyeon," lanjutnya pelan. "Hari ini... hari ulang tahunnya."