Jennaira, seorang sekretaris pribadi CEO, tak pernah menyangka bahwa perjalanan cutinya ke kampung halaman akan menjadi awal dari perubahan besar dalam hidupnya. Berniat pulang untuk menghadiri pernikahan kakaknya, ia harus menghadapi sanak saudara...
Jennaira yang menggendong anak bosnya keluar dari kelas dengan langkah hati-hati, berusaha menenangkan anak itu yang masih terisak. "Shhh, tenang ya, sayang. Semua baik-baik saja," katanya lembut, sambil menepuk-nepuk punggung anak itu dengan pelan.
Aurora, meski masih menangis sesekali, mulai merasa sedikit lebih tenang di pelukan jennaira. Mereka berjalan menuju area luar kelas, mencari tempat yang lebih sepi dan tenang agar anak bosnya bisa merasa lebih nyaman.
Jennaira duduk di bangku taman sekolah, masih menggendong anak tersebut. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita bisa bermain lagi nanti. Tidak apa-apa, ya?" katanya dengan suara menenangkan.
Anak bosnya mulai berhenti menangis dan menatapnya, meski masih terisak. Jennaira terus memberinya dukungan dan perhatian, berharap anak itu segera merasa lebih baik.
Jennaira yang masih menggendong anak bosnya, mencoba berbicara dengan lembut, "Sayang, boleh nggak cerita sama Tante? Kenapa bisa jatuh tadi?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anak itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca, masih terisak. Setelah beberapa saat diam, ia akhirnya menjawab dengan suara lemah, "Aku...didorong alvin... soalnya tadi... aku... aku belain tere yang lagi diejek sama alvin."
Mendengar itu, jennaira terkejut dan segera mengusap kepala anak tersebut dengan lembut. "Oh, jadi kamu membela temen kamu, ya?" tanyanya sambil menatapnya penuh perhatian. "Itu tindakan yang baik, sayang. Kamu nggak perlu takut. Tapi lain kali, kalau ada yang seperti itu, ngomong sama guru atau orang dewasa, ya?"
Anak itu mengangguk pelan, meski air matanya masih mengalir. Jennaira menenangkan lebih jauh, berharap anak itu merasa lebih aman dan dihargai.
Tidak lama setelah itu, Javier keluar dari ruang kepala sekolah dengan ekspresi serius. Begitu melihat sekretaris dan anaknya, ia langsung mendekat. Anak itu sudah terlelap dalam pelukan sekretarisnya, lelah setelah menangis.
"Bagaimana keadaan dia?" tanya Javier dengan suara penuh perhatian, melihat anaknya yang tertidur lelap.
Jennaira mengangguk, "Dia sudah tenang sekarang, Pak. Tertidur karena lelah akibat menangis."
Javier memandang anaknya sejenak, lalu beralih menatap sekretaris. "Baik, kita pulang sekarang. Terima kasih sudah menemani."
Jennaira segera melangkah ke arah mobil, namun sebelum masuk, Javier dengan lembut mengangkat anaknya dari pelukan sekretarisnya, menggantikan posisi menggendong. "Kamu atur jadwal saya lagi. Besok ada pertemuan dengan wali murid yang mendorong anak saya. Saya akan urus ini sendiri."
Jennaira mengangguk, lalu segera mengambil ponsel untuk memeriksa jadwal bos. "Tentu, Pak. Saya akan atur ulang jadwalnya."
Setelah anak bos yang tertidur itu dipastikan nyaman di gendongan Javier, mereka semua masuk ke mobil dan berangkat menuju rumah.
Rumah
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesampainya di halaman mansion, mobil berhenti dengan lancar. Jennaira segera membuka pintu untuk Javier yang masih menggendong anaknya yang tertidur. Dengan langkah hati-hati, Javier keluar dari mobil, memastikan anaknya nyaman dalam gendongannya, sementara jennaira menutup pintu dan mengikuti di belakang.
Mereka berjalan menuju pintu utama mansion, dan saat sampai di dalam, bos langsung memimpin langkah mereka menuju kamar Aurora. Jennaira berjalan di belakang, memastikan semua berjalan lancar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setibanya di kamar anak tersebut, Javier membuka pintu dan perlahan masuk ke dalam, memastikan suasana tenang agar anaknya tidak terbangun. Javier dengan lembut meletakkan anaknya di tempat tidur, menutupi tubuh kecil itu dengan selimut tebal.
Jennaira berdiri di dekat pintu, memberi ruang pada bos untuk merawat anaknya. "Pak, saya akan menyiapkan jadwal untuk besok," kata jennaira, berusaha tidak mengganggu momen itu.
Javier hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari sang anak yang masih terlelap. Setelah memastikan anaknya tidur dengan nyaman, ia berbalik dan menatap sekretaris. "Terima kasih, atur jadwalnya dan pastikan semuanya siap untuk pertemuan besok."
Jennaira mengangguk, lalu keluar dari kamar anak itu, memulai tugasnya dengan segera.
Setelah memastikan anaknya nyaman dan tertidur di kamar, Javier kembali ke kantornya untuk melanjutkan pekerjaan. Sebelum pergi, ia menoleh ke Jennaira yang masih berada di luar kamar anaknya.
"Jaga anak saya di sini," kata Javier dengan nada tegas namun penuh perhatian. "Saya akan pergi ke kantor untuk pertemuan. Kamu tetap di sini."
Jennaira mengangguk, "Baik, Pak. Saya akan tetap di sini dan memastikan anak Bapak baik-baik saja."
Javier melangkah keluar, meninggalkan mansion untuk menuju kantor dan menghadiri pertemuan yang sudah dijadwalkan. Sementara itu, Jennaira memastikan anak bos tetap tidur dengan tenang, menjaga rumah tetap sepi dan nyaman, seperti yang diinginkan oleh bosnya.