Seumur hidupnya, Adrian hanya menjadi bayangan di keluarganya sendiri. Hingga suatu malam, satu kalimat menghancurkan segalanya. Ia pergi tanpa menoleh-tanpa rencana, tanpa tujuan. Tapi bisakah bayangan benar-benar menemukan cahayanya sendiri?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi itu, sekolah terasa lebih gaduh dari biasanya. Siswa-siswi yang baru saja datang masih sibuk menaruh tas, bercengkerama ringan… hingga Adrian melangkah masuk ke gerbang dengan seragam yang rapi, motor listriknya sudah diparkir di luar, dan tas selempang di pundak—namun yang paling mencolok adalah perban besar di bagian tangan kirinya, dan plester di pelipis.
"Astagaaa!" "Eh, itu Adrian, ya ampun…" "Kenapa tuh?! Kecelakaan?!"
Desas-desus langsung menyebar seperti bara api dilempar ke ladang ilalang kering. Beberapa siswa langsung menghampiri, sebagian hanya memandangi dari kejauhan sambil berbisik-bisik, sisanya merekam diam-diam.
Namun yang paling heboh justru muncul dari ujung lorong…
"ADRIAAANNN!!!" Suara lantang itu berasal dari Fadel, siswa berandal yang terkenal tengil. Di belakangnya menyusul geng setianya—Kelano, Bima, Zaky, dan Rehan—yang langsung menghampiri Adrian seolah mereka sahabat lama yang baru tahu kabar buruk.
"YA AMPUN BRO, LO KENAPAAAN?! SIAPA YANG BERANI MACEM-MACEM SAMA LO?!" Fadel heboh banget, sampai melebarkan kedua tangan seolah hendak menangkap pelaku di tempat.
Adrian cuma nyengir tipis, jalan terus ke kelas tanpa banyak komentar. "Santai aja, gue cuma jatoh waktu naik motor. Udah selesai juga urusannya."
"Jatoh?!" Zaky melotot. "Itu mah bukan jatoh, itu namanya dibanting kehidupan, bro! Lo ngeliat tuh perban? Perban kayak gitu nggak keluar cuma karena 'jatoh biasa'!"
"Apalagi pelipis lo tuh, duh! Pasti pendarahan dalam tuh…" tambah Kelano dramatis sambil menempelkan tangan ke dadanya.
Bima bahkan nyodorin bekal. "Lo udah makan? Nih roti. Makan dulu. Gula darah lo turun pasti tuh."
"WOI! SEMUA BERESIN JALAN, ORANG SAKIT MAU LEWAT NIH!" Rehan koar-koar ke siswa lain, bikin suasana tambah ramai.
Adrian ngelirik mereka satu-satu, senyum kecut. "Lo semua niat banget sih… kemarin mah tiap lihat gue pada muter arah, sekarang jadi kayak fans garis keras."
Fadel mendekat, kedipin sebelah mata. "Yaa kita kan… gak tega liat lo babak belur gitu, bro. Lagian… lo nggak sadar aja, lo sekarang jadi seleb di sekolah, satu luka aja bisa trending."
Suasana jadi absurd tapi hangat. Walau kadang lebay dan menjengkelkan, entah kenapa geng Fadel terlihat tulus kali ini. Dan meskipun Adrian tahu, perhatian itu nggak sepenuhnya tulus dari semua orang, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa… sedikit lebih ringan.
Sampai Aldi muncul dan menyela, ngelirik tajam ke geng Fadel. "Udah pada norak. Lo semua baru peduli pas Adrian penuh luka? Teman macam apa tuh."