抖阴社区

                                        

Fadel cuma cengengesan. "Waduhh saingan datang, kabur ah!"
Mereka pun bubar dengan gaya lebay, meninggalkan Adrian dan Aldi yang hanya geleng-geleng.

Adrian menepuk bahu Aldi. "Udah, jangan dimarahin. Gue malah terhibur… dikit."
Aldi mendecak, tapi senyum juga akhirnya.
"Lo emang aneh, Ian. Tapi yaudah lah, yang penting lo kuat."

Setelah bersih-bersih dan bersiap-siap, Adrian, Aldi, Rayhan, dan Dafa berjalan beriringan menuju tempat mereka biasa berjualan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah bersih-bersih dan bersiap-siap, Adrian, Aldi, Rayhan, dan Dafa berjalan beriringan menuju tempat mereka biasa berjualan. Cuaca sore itu cerah, langit berwarna oranye keemasan menandakan hari yang mulai merambat malam. Fadel dan geng berandalnya—Kelano, Bima, Zaky, dan Rehan—menyusul tak lama kemudian, masing-masing menenteng alat takoyaki dan keranjang buah segar untuk jualan jus. Mereka tampak ceria, sesekali saling bercanda sambil menertawakan kejadian-kejadian random hari itu.

Namun tawa mereka berhenti seketika saat langkah kaki mereka terhenti di depan stand yang seharusnya berdiri tegak seperti biasa.

Semuanya hening.

Yang ada di hadapan mereka bukanlah stand yang kemarin malam masih mereka tinggalkan dengan rapi dan penuh semangat jualan.

Tenda penutupnya koyak parah, terjuntai tak beraturan, tiangnya patah dan beberapa bahkan bengkok seperti dilindas. Meja tempat mereka menyusun roti bakar dan topping berserakan tak karuan, sebagian hancur, bahkan beberapa papan kayunya sudah menghitam dan terbakar. Salah satu sisi belakang stand bahkan tampak seperti bekas api yang menyambar—hitam legam, hangus, dan menyebarkan bau asap dan arang yang masih melekat di udara.

“Anjing…” Aldi mematung. “Ini… stand kita?”

Rayhan masih diam di tempat, matanya membulat, napasnya tercekat. “Baru semalam… semuanya masih utuh…”

Dafa menurunkan tasnya perlahan, menatap reruntuhan itu dengan ekspresi campur aduk antara kaget, bingung, dan marah. “Siapa yang tega—siapa yang senekat ini…?”

Fadel dan gengnya ikut menghampiri, masih menenteng alat dan buah-buahan, tapi kini gerakannya melambat. Bima mendecakkan lidah. “Sial… ini bukan dirusak iseng, bro. Ini dirusak dengan niat. Liat deh, sisi belakang… dibakar.”

“Gila… kalian nggak nyimpen apa-apa semalam, kan?” tanya Zaky panik.

“Nggak. Semua barang dibawa ke apartemen,” sahut Dafa cepat.

Rehan mengangkat keranjang buahnya lebih tinggi, “Untungnya kalian bawa semua ini. Kalau ditinggal semalem, udah gosong juga.”

Adrian belum bicara sepatah kata pun. Dia berdiri tegap, memandangi sisa-sisa stand mereka seperti sedang mencoba menyusun potongan puzzle dalam pikirannya. Dadanya sesak. Bukan hanya karena rusaknya tempat yang sudah mereka rawat bareng-bareng, tapi juga karena firasatnya yang semakin menguat.

Adrian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang