"Lo ingin menjadi sempurna agar disukai orang, sementara gue ingin berhenti menjadi sempurna agar bisa menjadi diri gue sendiri."
~Svarga Kusuma Ocenio
??
Svarga Kusuma Ocenio dikenal sempurn...
"Jika aku menghilang, mungkinkah dunia akan terasa lebih ringan tanpa aku?"
—Bedrella Anne Prissyca
~•°🕊️°•~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Daun yang jatuh tidak pernah menyalahkan angin, karena ia tahu setiap helai yang gugur akan menjadi pupuk bagi kehidupan baru. Begitu juga dengan ujian yang datang menimpa kita. Kadang, ujian yang datang bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk mengajarkan kita untuk selalu kuat dan ikhlas menerima takdir-Nya.
Jangan hanya karena satu masalah membuat kamu lemah dan menganggap dunia ini tidak adil. Siapa tahu, itu adalah cara Tuhan untuk membuatmu lebih berani untuk menghadapi tantangan dunia selanjutnya.
Ella benci Nenek. Ternyata bukan semesta yang jahat, tapi orang terdekat Ella sendiri yang membuat hidup Ella menjadi lebih buruk.
Apa permintaan maaf Nenek bisa membuat florist ini kembali lagi, nggak, kan?
Bedrella memejamkan kedua matanya ketika mengingat kembali perdebatannya pagi tadi dengan neneknya. Ia marah, kesal, dan kecewa karena neneknya sendiri yang membuat hidupnya lebih buruk. Bahkan, Bedrella tidak pulang sama sekali sampai sekarang ini karena masih belum berdamai dengan hatinya yang telah mengeras.
Angin sepoi-sepoi terus menyapu wajah sawo matang itu, sembari membawa pesan tersirat yang terasa begitu mengganjal di hati Bedrella. Ada perasaan tidak enak yang terus bersarang di pikirannya.
"Arghh—gue benci hidup gue. Kenapa hidup gue harus kayak gini sih, Tuhan? Gue capek ...," lirih Bedrella mengerang frustasi sambil mengacak rambutnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menangisi nasibnya yang tidak pantas diterima di dunia. "Gue pengen mati aja. Gue pengen ketemu mama dan papa aja di sana."
"Gue pengen mati ...."
Bedrella merentangkan kedua tangannya, berdiri di tepi jembatan, bersiap untuk melompat ke bawah. Menyerahkan segala hidupnya malam ini. Ia sudah tidak tahan, ia ingin merasa tenang dan damai.
"Gue pengen mati—"
"Apa dengan mati bisa membuat hidup lo menjadi tenang? Gimana kalau di alam sana, lo malah semakin menderita dan disiksa karena telah meragukan takdir-Nya?"
Suara itu membuat Bedrella mengurungkan niatnya. Ia membalikkan badan, menatap seorang cowok dengan memakai hodie navy dengan tangan dimasukkan ke dalam saku, tengah memandangnya dengan tatapan datar.
"Ngapain lo di sini?" tanya Bedrella ketus.
"Pertanyaan itu untuk lo," balas Svarga. "Ngapain lo malam-malam di sini? Jangan mengakhiri hidup lo sendiri hanya karena lo ngerasa dunia nggak adil sama lo. Ingat, lo masih ada seorang wanita paruh baya yang harus lo jaga. Jangan biarkan keegoisan lo, membuat lo menyesal di ujung waktu nanti."