⚠️No shipper GXG
⚠️Just Siblings
⚠️Just content for fun___$$$___
_____________
Di gedung Sekolah Menengah Pertama milik SM Institute, tepatnya di kelas 9A. Yeon nampak menenggelamkan wajahnya diantara lengan yang terlipat diatas meja. Air matanya keluar tanpa permisi, pikirannya mendengungkan kalimat-kalimat tak mengenakkan dari beberapa teman sekelasnya.
'Yeon itu paling jelek diantara kakak-kakak nya'
'Yeon kalau berdiri sebelah Ian, ketara banget jeleknya'
'Yeon sih emang pintar, tapi Ian lebih cantik'
'beauty privillage emang nyata. Dan gue mengakui kalau Ian pantas dapat itu daripada Yeon.'
Hatinya terasa seperti diiris oleh pisau yang tajam, perih dan nyeri menyerang. Siapa sih yang nggak sakit hati dibanding-bandingkan sama kakak sendiri? Terlebih lagi kalau dibandingin antara Otak dan Kecantikan, malah menang kecantikan daripada otak. Entah manusia darimana yang bisa buat keputusan kayak gitu, Yeon nggak tahu.
Yeon bukannya iri, dia cuma nggak mau di banding-bandingin sama Ian. Dia dan Ian itu berbeda, bahkan Jiwoo dan Carmen yang kembar aja nggak mau di banding-bandingin karena mereka emang beda.
Yuha sama Stella juga, mereka selalu bertolak belakang, dan nggak pernah dibanding-bandingkan sama yang lain. Juun sama A-na juga, mereka itu beda walaupun kembar.
Rasanya mood Yeon yang tadi pagi 100% karena dibeliin susu kotak sama A-na jadi turun drastis. Dia sedih, kesal, marah, dan kecewa banget. Bukan kecewa ke mereka yang ngomentarin hidupnya, tapi kecewa ke dirinya sendiri yang nggak bisa buat bodo amat sama komentar jahat itu.
Ngerasa kalau dia benar-benar jelek dari kakak-kakak nya yang lain, dia juga ngerasa alay banget, karena nangis gara-gara komentar itu. Segala kata 'andai' ia ucapkan dalam benaknya.
'andai Yeon itu kak Ian, pasti nggak akan kena hujat gini'
'andai aja Kak A-na yang segedung sama Yeon, pasti Yeon udah dibela sama Kak A-na."
'andai Kak Jiwoo disini, pasti dia udah meluk Yeon dan ngasih kata-kata positif.'
'andai Kak Juun dengar komentar mereka, pasti udah kena pukulan taekwondo nya.'
Bel pulang berbunyi, tapi Yeon masih betah dengan posisinya. Dia nggak ngerubah posisi nya sedikit pun, dia cuma mau menenangkan pikiran nya sebelum pulang.
Satu persatu teman-teman nya keluar dari kelas, nggak perduli sama kondisi Yeon yang udah lesu karena komentar-komentar jahat mereka. Beberapa menit setelah itu, suara telapak sepatu yang nyaring masuk ke kelasnya. Yeon tahu itu Ian.
"Yeon-ie! Ayo pulang." Nadanya terdengar ceria dan penuh semangat, tapi Yeon sama sekali nggak butuh energi Ian sekarang ini. Dia malah semakin menenggelamkan wajahnya di tangannya yang dilipat.
Ian menatap heran, ada yang salah sama adik bungsunya ini. Dan Ian harus segera melapor pada Kak Jiwoo dan Kak Carmen.
Ian merogoh sakunya, menggulir benda pipih ditangannya itu dan menghubungi Jiwoo segera.
Ian keluar lagi, menunggu Jiwoo mengangkat telepon darinya. Setelah diangkat, Ian langsung berujar dengan panik. "Kak! Ke gedung SMP sekarang! Yeon jadi aneh." Ujarnya.
Beberapa menit kemudian, kakak-kakak nya datang dengan lengkap. Mereka natap Ian yang masih berusaha bujuk Yeon buat ngangkat kepalanya.
"Yeon kenapa?" Tanya Juun dengan nafas tersengal. Dia barusan dari ruang musik, setelah dapat kabar dari Jiwoo tentang Yeon dia langsung lari ke gedung SMP.
"Nggak tahu, dari tadi aku datang udah begini. Nggak mau ngangkat wajahnya." Jelas Ian.
Yang lain mengerutkan kening mereka, nggak tahu harus berbuat apa. Jiwoo menjentikkan jarinya, dia ingat. Yeon remaja selalu memasukkan kata-kata negatif dari seseorang ke hati, bikin dia mudah merasa insecure. Dan mungkin, Yeon lagi di fase itu sekarang, makanya dia nggak mau ngangkat wajahnya buat natap mereka.
"Yeon.... Jangan dengerin komentar orang lain ke kamu." Jiwoo membelai rambut Yeon pelan, suaranya lembut. Bikin bahu si bungsu itu bergetar dan terisak kecil.
"Kamu harus tahu kalau kakak-kakak sayang sama kamu." Lanjut Jiwoo, Isak kecil itu jadi semakin keras. Tangisnya persis kayak bocah 7 tahun, lucu tapi juga pilu.
"Siapa yang ganggu kamu?" Tanya Juun, tapi Yeon cuma bisa nangis.
Carmen menghela nafasnya, dia narik satu kursi dan duduk disana. Tangannya narik tangan Yeon. "Sini peluk Kak Remen." Ujarnya. Yeon mendongak, dan langsung duduk di pangkuan Carmen. Meluk leher si kakak sulung dan nyembunyiin wajahnya di leher sang kakak.
Carmen membelai lembut punggung Yeon, hatinya terasa perih ketika Yeon terisak tepat di telinganya. "Kak...." Panggil Yeon lirih.
"Hm?" Carmen menggumam, matanya yang sendu melebar. "Yeon jelek ya?"
Hening. Pertanyaan itu bikin semua kakak-kakak nya terdiam, Yeon mendongakkan kepalanya, menatap satu persatu Kakak nya. Dia pikir mereka diam karena bingung atau menyetujui argumen tersebut, tetapi Yeon sadar kalau diamnya mereka itu sedang menahan sesuatu.
"Siapa yang bilang?" Suara berat dari Stella memecah keheningan, tangannya terkepal di samping jahitan rok.
"Yeon.... Siapa yang bilang gitu?!" Ian ikut bersuara, Yeon cuma geleng-geleng, terus kembali membenam wajahnya ke leher Carmen.
"Nggak ada, Yeon cuma nanya doang." Ucap Yeon.
"Dengar Dek, apapun yang mereka bilang ke kamu. Melayangkan komentar-komentar negatif yang bikin kamu insecure, coba ingat kata-kata kakak ini.... Apapun yang ada dalam diri Yeon, Kakak-kakak akan selalu sayang. Apapun kondisinya, kamu tetap adik Kakak. Yeon itu cantik, bahkan pakai kata 'banget'. Mereka yang berkomentar kayak gitu cuma iri ke kamu dek, kamu itu cantik, pintar, dan disayang banget sama tujuh kakak kamu. Beberapa hal yang nggak bisa dimiliki oleh mereka bikin mereka iri dan berkomentar jahat kayak gitu." Nasehat Jiwoo bikin Yeon kembali terisak.
Jujur rasanya dadanya yang sesak terasa lebih lapang dan ringan, ada kehangatan yang membungkus dirinya karena kata-kata Jiwoo dan kepedulian dari saudari-saudarinya.
"Kakak bakal tetap sayang Yeon, walaupun Yeon nggak secantik Kak Ian?" Tanya Yeon lagi, kali ini kepala nya terangkat, menoleh ke kakak-kakak nya.
"Dengar ya bayi. Kamu itu cantik, bahkan lebih cantik daripada Kak Leean. Bahkan Kakak juga iri lihat Yeon bisa senyum kayak emoji gitu, kakak juga iri lihat Yeon yang pintar banget. Kita semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing dek, nggak bisa disamain gitu aja. Ibaratnya Yeon itu Ikan dan Kak Leean burung, nggak mungkin kan mereka saling bersaing? Ikan leluasa di dalam air, sementara burung lebih leluasa di atas langit. Mereka cuma bisa saling menatap iri tetapi juga tetap bersyukur atas hidup masing-masing." Ujar Ian dengan kata-kata dewasa nya.
"Tumben bener." Ejek A-na bikin Ian mendelik kearah partner in crime nya itu. "Emangnya selama ini Ian salah Mulu gitu?" Dengusnya.
"Nggak sih, tapi emang nggak pernah bener aja." Sahut Juun lalu Yeon terkekeh kecil mendengar itu. Bikin wajah serius kakak-kakak nya melembut lagi.
"Nah! Kan kalau ketawa gitu cantiknya nambah." Ujar Ian mencolek dagu Yeon, bikin si bungsu tersipu.
"Kak Remen, Kak Ian genitin aku." Adunya bikin yang lain ketawa ngakak.
__________
Sedih kalau Yeon dapat hate tentang visualnya🥺 padahal si bungsu cantik pake banget😭

KAMU SEDANG MEMBACA
Replay of Our Teenage Year
Teen FictionJiwoo kembali ke rumah masa kecilnya yang sempat dikosongkan, ia menemukan suatu surat yang membuat nya merindukan masa remajanya yang hangat. Siapa sangka dia benar-benar kembali menjadi remaja dengan keluarga yang hangat.