⚠️No shipper GXG
⚠️Just Siblings
⚠️Just content for fun___$$$___
____________
Di ruang operasi itu, Carmen menyerahkan semua kehidupannya kepada Jiwoo. Ia melihat tubuhnya terbaring dengan sebuah senyuman, di sisi nya Jiwoo juga sedang menutup mata akibat bius. Carmen merasakan sesuatu yang aneh, seharusnya ia sudah menghilang saat ini juga, tetapi kenapa dirinya berdiri di sisi ranjang operasi?
"Keluarga kamu belum mengikhlaskan kepergian kamu Carmen Choi."
Ia terlonjak kaget ketika seseorang dengan jubah hitam berdiri di sampingnya. Orang itu menatap Jiwoo, lalu menoleh pada jasad Carmen.
"Kamu belum bisa pergi dengan tenang, sebelum mereka mengikhlaskan kamu, sebelum adik kamu itu mengikhlaskan kepergian kamu dan menerima rasa kehilangan pada dirinya."
Carmen menatap nanar Jiwoo, rasa tak ikhlas pada sang adik akibat kepergiannya ternyata mampu menahan arwahnya untuk terus ada di sekitar mereka.
"Sampai kapan aku terus jadi kayak gini?" Tanya Carmen.
"Sampai mereka sadar kalau mereka harus mengikhlaskan kamu Carmen."
Orang itu menghilang diantara angin yang berhembus. Carmen berjalan menuju pintu operasi yang dingin, tubuhnya menembus pintu itu.
Di depan pintu operasi, keluarganya duduk termenung, tanpa tangisan, tetapi Carmen tahu kalau mereka sedang menangis sejadi-jadinya di dalam batin.
Carmen di tahan oleh ketidak ikhlasan dari semua keluarganya, termasuk adik kembarnya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang operasi.
________
6 bulan kemudian. Carmen selalu ada di sekitar mereka, duduk di kursi meja makan yang sama, masih mendengar obrolan mereka, cuma bedanya dia tak bisa menimpali obrolan itu, ia tak bisa berbicara pada adik-adik nya, ia tahu mereka tak bisa melihatnya, mereka tak bisa mendengar suaranya.
Seperti biasa, Carmen duduk di kursinya yang di tempeli oleh stiker-stiker favorit nya. Ia hanya memandang betapa dingin nya suasana sarapan pagi itu, sampai pada saat Bunda memberikan satu putusan yang bahkan di tentang oleh Jiwoo. Bunda tak sengaja membentak Jiwoo dan itu berhasil membuat Carmen menjadi benar-benar sedih.
"Bunda bentak Jiwoo? Aku bahkan nggak pernah naikin nada bicara ku ke adek-adek." Ujarnya, tentu aja nggak ada yang dengar suaranya itu. Carmen hanya arwah yang ditahan kepergiannya karena keluarga yang belum sepenuhnya ikhlas.
Di saat pertengkaran Ian dan Stella, Carmen lagi-lagi kecewa. Lagi-lagi harus melihat keretakan pada hubungan saudarinya, Carmen merasakan suatu siksaan yang lebih menyakitkan dari siksaan apapun. Perlahan-lahan menyaksikan bagaimana mereka menjauh, bagaimana Jiwoo yang mulai menutup diri, bagaimana Yuha yang semakin pendiam, bagaimana Stella yang menjauh dari keluarga, bagaimana Juun yang perlahan-lahan menepis semua kekhawatiran dan bersikap semakin cuek, bagaimana A-na yang kehilangan senyumnya, bagaimana Ian kehilangan tawa merdunya, dan bagaimana Yeon adik bungsunya menjadi lebih keras dalam belajar, dan selalu memaksakan diri. Menyaksikan bagaimana Ayah selalu menyalahkan diri sendiri, menyaksikan Bunda yang selalu memanggil nya.
Kadang, Carmen tahu Bunda bisa melihatnya, walaupun setelahnya Bunda hanya akan menganggap itu halusinasi, tetapi Carmen memang ada disana. Berkeliaran, bahkan terkadang hanya duduk di sofa di rumah baru yang terasa sangat asing.
Itu semua, benar-benar menyiksa Carmen secara perlahan-lahan, menyakiti segala pengharapan dan juga permintaan terakhirnya.
_______

KAMU SEDANG MEMBACA
Replay of Our Teenage Year
Teen FictionJiwoo kembali ke rumah masa kecilnya yang sempat dikosongkan, ia menemukan suatu surat yang membuat nya merindukan masa remajanya yang hangat. Siapa sangka dia benar-benar kembali menjadi remaja dengan keluarga yang hangat.