抖阴社区

Hubungan yang retak ?

710 117 2
                                        

⚠️No shipper GXG
⚠️Just Siblings
⚠️Just content for fun

___$$$___





__________________

Jiwoo terlonjak kaget, nafasnya memburu dengan air mata yang terus mengalir. Matanya bergerak liar, menatap ke seluruh ruangan. Kamar yang sama, tetapi masa yang berbeda. Ia melirik jam dan kalender yang tertempel di dinding, ini sudah 6 bulan semenjak operasi itu. Semenjak Carmen mengorbankan jantungnya demi Jiwoo.

"Carmen? Remen? Kak?" Jiwoo menoleh ke samping tempat tidur, memanggil nama Carmen lirih.

Jiwoo berjalan menuju kamar mandi, mencuci muka dan menenangkan dirinya. Pergi ke bawah untuk sarapan, adik-adik nya sudah duduk di sana dengan Bunda dan Ayah. Satu kursi dibiarkan kosong, yaitu kursi milik Carmen. Tepat di samping kursi Jiwoo dan Juun. Di ruang makan itu hanya ada suara dentingan sendok yang bersinggungan dengan piring.

Tak ada lagi tawa, obrolan, dan juga lelucon aneh. Terasa sangat aneh, dan lebih sepi, padahal mereka berkumpul bersama saat ini.

"Bunda sama Ayah udah diskusiin ini, kita bakal pindah ke kota Seoul." Bunda memecah keheningan, Jiwoo yang menatap kursi disampingnya menoleh kearah Bunda.

"Maksud Bunda?" Tanya Jiwoo

"Kita pindah Jiwoo, kamu diterima kuliah di Seoul. Biar mudah, kita sekeluarga pindah kesana, Ayah juga bisa kerja di perusahaan cabang Kakek di sana. Adik-adik mu akan Bunda masukkan ke SMA di Seoul." Jelas Bunda, Jiwoo terkekeh kecil, lirih bukan karena bahagia, tetapi sedikit sinis.

"Itu alasan yang sebenarnya atau karena Bunda nggak sanggup lihat kenangan Remen?" Tanya Jiwoo, Bunda terdiam, tangannya mengeratkan genggamannya ke sendok.

"Bunda cuma mau cari jalan yang mudah Jiwoo. Bunda bisa buka toko kue di Seoul, Ayah bisa kerja, kamu bisa kuliah dengan jarak yang nggak cukup jauh, adik-adik mu bisa sekolah disana. Kalian tetap dalam pengawasan Ayah dan Bunda." Jelas Bunda.

Yuha menghela nafas, mendorong sedikit piringnya. "Aku udah selesai, aku berangkat sendiri." Ujarnya berdiri dan mengambil tasnya. Langsung pergi keluar dari rumah yang kini terasa menyesakkan.

"Terus gimana sama Remen?" Tanya Jiwoo, Bunda kembali menatapnya.

"Peduli apa kamu sama dia?!" Bunda kelepasan, bikin Jiwoo menitikkan air matanya. Jiwoo tahu, Carmen selalu menjadi favorit Bunda. Punya hobi yang sama, wajah yang mirip, dan juga kelakuan yang sama persis. Terkadang Jiwoo merasa bahwa kembaran Carmen itu bukan dia, tetapi Bunda mereka.

Bunda memijat pelipisnya, lalu menghela nafas berat. "Jiwoo, Bunda nggak bermaksud begitu Nak." Ujar Bunda berusaha menggenggam tangan Jiwoo, tetapi gadis itu menepisnya. "Aku tahu kok, Carmen pergi gara-gara aku, aku masih ingat dengan jelas." Ujar Jiwoo.

"Tapi aku peduli Bun sama dia, kalau kita pindah, dia sendirian disini." Ucap Jiwoo, kembali terisak.

Yeon yang sedari tadi diam, berdiri sembari mengepal tangannya dengan kuat. "Aku ke sekolah dulu." Ujarnya berjalan dengan cepat, dia susul oleh Ian dan A-na.

Sementara Juun dan Stella masih bergeming disana. "Jiwoo, Bunda janji, ini cuma sampai Yeon tamat dari universitas. Kalian bisa cari kerja disana, nanti kalau Yeon tamat dan kalian udah menggapai mimpi masing-masing, kita bisa pindah lagi ke sini. Bunda juga nggak mau masa tua Bunda di kota sibuk kayak gitu, Bunda dan Ayah akan pulang kesini, menghabiskan masa tua kami disini. Tapi, sebelum itu kami harus memastikan kalian menggapai mimpi kalian."

Bunda elus bahu Jiwoo yang masih bergetar. Stella dan Juun saling pandang, lalu meletakkan sendok mereka di piring. "Kak, yang dibilang Bunda bener. Kita harus pindah ke Seoul, buat gapai mimpi kita semua, itu lebih mudah." Ucap Juun diangguki oleh Stella.

Kini Jiwoo tahu, apa yang salah diantara mereka di masa depan. Pindah dari rumah ini adalah langkah awal menuju retaknya hubungan mereka, karena disinilah dua kubu terpisah secara nyata. Ada yang mendukung keputusan Ayah dan Bunda untuk pindah, dengan alasan yang sama, yaitu menggapai mimpi dengan langkah yang efisien. Ada yang menolak dengan keras, karena tak ingin kehilangan kenangan hangat di rumah ini, tetapi terpaksa ikut karena suara terbanyak jatuh pada pindahnya mereka ke kota sibuk, yaitu Seoul.

Jiwoo merenung di balkon kamarnya, memeluk boneka yang selalu menemani Carmen untuk tidur. Kini boneka itu otomatis berpindah ke tangannya, Jiwoo benar-benar membutuhkan boneka dengan wangi khas Carmen itu untuk tertidur lebih pulas. Karena ia akan merasa Carmen tetap tertidur di samping nya, jika memeluk boneka tersebut.

"Remen, kamu lagi apa sih? Kamu sehatkan? Aku nggak mau pindah, aku mau disini, aku mau dekat sama kamu." Lirihnya.

"....Bunda bilang biar mudah buat masuk universitas, tapi aku tahu kalau dia nggak mau berlarut-larut kehilangan kamu, kenangan kamu sama Bunda terlalu banyak Men. Bunda pasti nggak kuat nahan itu, tapi aku nggak mau pindah Remen." Celoteh Jiwoo, ia mengeratkan pelukannya pada boneka itu.

"...aku mau disini, sama kamu, sama kenangan kita, sama semua tangis dan tawa yang menggema di rumah ini." Lanjut Jiwoo lagi.

Semilir angin membelai wajah Jiwoo, matanya terpejam sesaat. Belaian itu terasa seperti belaian lembut Carmen, suara kekehan terdengar di telinga Jiwoo, familiar dan terasa sangat akrab.

"Aku tahu, kamu selalu ada Men." Jiwoo tersenyum, membuka matanya.

"Ini mimpi aku, aku tahu aku bisa lihat kamu kali ini." Ujar Jiwoo dengan yakin, menatap seseorang yang berjongkok di depannya.

"Ck! Curang, gunain kekuatan mimpi buat lihat arwah aku."

"....kamu tahu? Kalau ini cuma mimpi panjang aku?" Tanya Jiwoo lalu ia mengangguk. "Jiyu, dari awal aku tahu, aku yang bikin mimpi ini. Udah aku bilangkan, di kehidupan selanjutnya kalau aku ada di permasalahan yang sama, aku akan tetap lakuin hal itu buat kamu." Tawa kecil terdengar.

Jiwoo mendesah kesal, lalu menarik tangan gadis yang katanya 'arwah' itu.

"Kenapa kamu jebak aku dan Ayah disini?" Tanya Jiwoo lalu Carmen terkekeh kecil.

"Aku nggak jebak kalian, tapi aku mau kalian mencari benang merah untuk suatu keputusan di masa depan." Jawab Camen duduk di samping Jiwoo.

Gadis berambut pendek itu menggeram lalu memukuli lengan si 'arwah' itu. Membuat sang kembaran tertawa kecil.

"Aku serius, nggak mau pindah Carmen." Ucap Jiwoo, bibirnya mengerucut dengan mata berkaca-kaca. Carmen menjepit bibir gadis itu dengan tangannya.

"Kamu harus mengikuti arus Jiyu, biar benang merahnya terlihat." Ucap Carmen.

"Kamu kebiasaan main teka-teki sama Ian, jadinya ngomong penuh misteri." Ujar Jiwoo setelah ia menepis tangan Carmen yang menjepit bibirnya.

"Ini demi hubungan yang retak di masa depan Jiyu. Aku sedih banget kalian berubah, karena itu aku masuk ke mimpi kamu kali ini. Biasanya sih ke mimpi Ayah doang." Ujar Carmen, kakinya berayun ke depan dan belakang, persis seperti anak kecil.

"Kalau kami pindah, kamu sendirian dong." Ujar Jiwoo lalu Carmen memeluk nya. "Nggak, aku bakal ikut, aku tahu kamu nggak akan gunain kemampuan mimpi untuk sekali ini kan? Kamu udah tahu kalau di mimpi bisa manggil seseorang, pasti kamu bakal lebih sering manggil aku."

Jiwoo terkekeh lalu mengangguk kecil. "Bener, aku akan selalu manggil kamu dan minta petunjuk dari misi benang merah yang kamu bilang ini." Ucap Jiwoo, membalas pelukan 'arwah' itu.

______________

Revisi baru gess, nggak puas banget sumpah sama bug nya WP😔😔😔
Terimakasih sudah membaca 💐

Replay of Our Teenage YearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang