✨ Happy Reading ✨
Langit menjelang siang tampak mendung, seolah ikut menahan napas atas apa yang akan terungkap. Celine dan Jovan melangkah menyusuri jalan setapak desa yang sepi. Suara ranting patah di bawah sepatu mereka terdengar jelas, mengiringi diam yang panjang.
“Kamu yakin, kita ke rumah Pak Dirga sekarang? Apa kamu gausah ikut aja? Biar istirahat aja yang cukup.” Ujar Jovan yang khawatir akan kondisi kekasihnya.
Celine mengangguk pelan. “ Aku gapapa sayang, aku pengen tahu apa sebenarnya yang terjadi. Bukan cuma soal mimpi atau suara aneh… Tapi semuanya. Apalagi sekarang, ini juga bagian dari tugas riset budaya kita, kan?”
Jovan menarik napas. “ Yaudah kalo gitu, tapi kamu harus selalu ada disamping aku ya? Jangan pisah sama aku,"
Mereka tiba di sebuah rumah kayu dengan halaman penuh bunga liar yang tumbuh tak teratur. Di depan rumah, seorang pria paruh baya tengah menata kayu bakar. Sorot matanya tajam dan menyimpan banyak cerita.
“Permisi… Pak Dirga?” tanya Jovan sopan.
Pak Dirga menoleh, menghentikan pekerjaannya. Ia mengangguk pelan, menatap dua mahasiswa di depannya dengan sikap netral, seolah mencoba mengenali wajah-wajah asing itu.
“Iya, saya Dirga. Ada perlu apa, Nak?”
“Saya Jovan, ini pacar saya, Celine. Kami dari kampus, Pak. Kampus kami sedang mengadakan program riset budaya dan dapat tempat tinggal di asrama desa. Kami mau wawancara dan cari informasi soal sejarah desa, kalau Bapak berkenan.”
“Oh, begitu,” sahut Pak Dirga. Ia menatap mereka sekali lagi, masih dengan ekspresi tenang. “Masuklah dulu. Kebetulan saya baru bikin teh.”
Mereka bertiga duduk di ruang tamu rumah itu, hangat oleh aroma kayu dan teh manis. Awalnya, suasana terasa ringan. Celine membuka pembicaraan soal program riset budaya, dan ketertarikan mereka pada bangunan-bangunan tua di desa.
“ Jadi kalian dari kampus kota itu, ya?” tanya Pak Dirga sambil menuangkan teh ke cangkir.
"Betul pak," Jawab Celine.
Pak Dirga mengangguk, lalu pandangannya tertuju pada Jovan. Ia sempat menatap agak lama, tapi tak mengatakan apa pun.
“Kalian tinggal di mana selama riset?”
“Di asrama yang dekat pohon beringin itu, Pak,” sahut Jovan. “Dan kami… menempati kamar nomor tiga.”
Pak Dirga menghentikan gerakan tangannya sejenak. Wajahnya berubah, meski hanya sekilas. Ia menyandarkan tubuh ke kursi kayu.
“Ah… kamar itu,” gumamnya pelan. “Kenapa kalian pilih kamar itu?”
“Sebenernya bukan milih, Pak. Semua kamar penuh, tinggal kamar tiga yang kosong,” jawab Celine. “Tapi sejak tinggal di sana, banyak kejadian aneh. Suara-suara. Bayangan. Dan… saya sering mimpi buruk.”
Pak Dirga terdiam. Lama.
“Apa kalian sempat menyentuh cermin di kamar itu?” tanyanya tiba-tiba, suara rendah.

KAMU SEDANG MEMBACA
| ?ONESHOOT LIZKOOK ?|
Teen FictionKumpulan cerita random, lucu, dan nggak ribet ini siap nemenin kamu di waktu senggang. Satu cerita, satu tawa. Kadang absurd, kadang manis, tapi selalu berhasil bikin mood naik! Yuk, scroll, baca, dan nikmati keseruannya. Siapa tahu, cerita favorit...