Jung Jaehyun dianggap sebagai monster oleh seluruh keluarganya. Rusak, dan harus diamankan. Kecuali dua saudarinya, Jung Sooyeon, dan Jung Soojung.
Jung Sooyeon adalah putri sulung keluarga Jung generasi keempat. Cantik, cerdas, dan elegan. Tak ada yang mampu menarik hatinya. Lelaki cenderung rendah diri kala melihat kecerdasannya, sedang perempuan cenderung iri pada kecantikannya. Jung Sooyeon adalah definisi nyata dari femme fatale. Perempuan yang menarik perhatian lewat kecerdasannya. Jung Sooyeon diam-diam sangat menyayangi adik bungsunya. Di belakang orang tuanya, dan seluruh keluarga Jung.
Sooyeon kecil dulu sering mengunjungi Jaehyun kecil di dalam kamar bawah tanahnya. Mencuri kunci cadangan pintu kamar Jaehyun dari penjaga yang tertidur. Kemudian masuk ke dalam selimut Jaehyun dan memeluk adik kecilnya yang manis.
"Jangan khawatir, noona selalu disisimu."
Banyak hal yang dilakukan Sooyeon dulu bersama Jaehyun. Bermain scribble, kesukaan Jaehyun tentunya. Jenga, sampai bermain monopoly. Jaehyun selalu suka bermain, apapun bentuknya agar ia tak merasa kesepian.
"Kau tahu, Jae? Memiliki banyak uang bisa membuatmu menyeramkan." Katanya suatu hari. "Seperti bermain monopoli ini. Kau bisa mengusai segalanya, ketika kau memiliki banyak uang." Sooyeon memandang mata Jaehyun yang melihat papan monopoli dengan tatapan yang tak terbaca. Ketika itu, Jaehyun mengalahkan Sooyeon. Dan ia dapat membeli sebagian besar bangunan milik Sooyeon.
Sooyeon juga seringkali membacakan Jaehyun dongeng. Dan Jaehyun akan memintanya mengulang lagi dan lagi. Sooyeon dengan senang hati menyanggupinya. Berbeda dengan kakak keduanya, Jung Soojung.
Dia sama cantiknya, juga sama pintar. Namun Soojung lebih riang. Dia tipe pemberontak. Dia pernah memarahi penjaga kamar Jaehyun karena melarangnya untuk menjenguk adik kecilnya. Dia juga pernah menuang obat pencuci perut ke dalam minuman milik si penjaga. Hingga ia bisa bermain dengan bebas di kamar Jaehyun.
Soojung sering kali membuat Jaehyun tertawa terbahak-bahak. Memberikan guyonan terbaiknya, agar dapat melihat kedua lesung pipi yang membuatnya rela mati karena gemas. Soojung juga sering kali membawa ice cream, dan kukis. Meski sebenarnya Jaehyun tak terlalu menyukai makanan manis.
"Makanan manis bisa membuatmu bahagia, percaya padaku." Dan sebuah permen loli ia berikan pada Jaehyun yang tersenyum lebar. Meski begitu, Jaehyun selalu menurut. Dan selalu berharap bahwa rasa sesak didadanya akan menghilang perlahan-lahan.
Kenangannya tentang kedua kakaknya itu sebetulnya sangat indah. Namun berubah menjadi begitu menyedihkan kala mengingat saat dia dan kedua kakaknya dijauhkan. Jaehyun dipindahkan pada sebuah pondok di tengah hutan. Jauh dari pusat kota. Bersama beberapa pelayan dan guru untuk menjaganya. Jaehyun menangis setiap kali melihat langit malam. Dia lebih rela dikurung di dalam kamar bawah tanah, agar kedua kakaknya bisa menyelinap masuk ke kamarnya. Saling berbagi pelukan dan saling berbagi tawa. Daripada harus berada di pondok yang sebetulnya indah, namun terasa seperti neraka. Dia, merasa sendirian.
Jaehyun memejamkan matanya, berusaha untuk melupakan hal menyakitkan tersebut. Sampai Taeyong, di belakangnya menggeliat dan mengerang resah dalam tidurnya. Kening berkeringatnya Jaehyun usap lembut, sebelum Taeyong membuka matanya lalu mendudukan dirinya.
"Tiba-tiba duduk saat baru bangun tidur itu tidak baik." Si kecil mengerang, memegangi kepalanya. "Apa kubilang? Hm?" Jaehyun mengelusi rambut keunguan itu lembut.
Taeyong mendekatkan dirinya pada Jaehyun untuk meminta dipeluk, wajahnya ia sembunyikan pada dada Jaehyun.
Suara perut Taeyong terdengar dan membuat Jaehyun tersenyum "Kau lapar? Ingin makan sesuatu?"
Beruntung wajah Taeyong yang memerah tersembunyi di dada milik Jaehyun. Kemudian anggukan kepala terasa pada dadanya, Jaehyun tertawa kecil sembari mengelusi punggung kecil Taeyong. "Mau makan apa?"
"Ayam goreng."
"Baik, akan kubuatkan." Jaehyun hendak bangun, sebelum Taeyong menahannya kembali untuk memeluknya.
"Aku mau satu bucket ayam goreng tepung."
Kening Jaehyun berkerut, "benarkah? Wah, itu terdengar lezat. Mari kita pesan." Mengambil ponselnya di atas nakas, Jaehyun mengetikkan sesuatu.
"Aku ingin semuanya paha dan sayap." Kecil suara itu merengek di leher Jaehyun. Jaehyun mengangguk mengiyakan.
"Apapun untukmu, princess."
"I'm not. I'm a prince!"
Jaehyun tertawa untuk protesan itu, kening Taeyong yang berkerut begitu menggemaskan. Namun ketika sebuah panggilan dari nomor tak dikenalnya menginterupsi Jaehyun untuk mencium pipi Taeyong yang kini lebih berisi.
Belum sempat Jaehyun menyapa, sudah ada suara dari sambungan sana. "It's me noona. Finally, you answer my phone. Please, do not hang up the phone." Jaehyun terdiam disana, duduk di samping Taeyong yang melingkarkan lengannya pada lengan Jaehyun. Wajahnya mengeras, membuat Taeyong bertanya-tanya siapa yang memanggil Jaehyun tengah malam begini.
Raut wajah Jaehyun masih tak terbaca, membuat Taeyong semakin mengerutkan keningnya. Ia melepas rangkulan tangan Taeyong dengan lembut. Berkata padanya bahwa ia butuh waktu untuk bicara pada seseorang. Jaehyun berjalan menuju balkon, lalu menutup pintu gesernya.
"Ya, noona."
"We miss you, our kind hearted little brother."
"Aku bukan lagi adik kecil kalian semenjak mereka membuangku ke pondok." Jaehyun ingin saja cepat-cepat mengakhiri panggilan memuakan ini, tetapi dia rindu suara lembut kakaknya.
"Kami mencarimu. We did, kami tak tahu kau berada dimana. Mereka menyembunyikanmu. Dan setelah kami tahu keberadaanmu, kau terus menghindari kami." Suara dari sana terdengar sangat sedih, menyakiti hati Jaehyun yang seharusnya saat ini baik-baik saja.
"Siapa yang noona maksud kami?" Tanyanya ragu, memastikan apakah orang tuanya. Tidak mungkin kan? Untuk apa mereka membuangnya kalau begitu?
"Kami. Our soojungie, dan aku. Dengar, Jaehyun mereka--"
"--tidak membencimu? Noona aku sudah muak dengan kata-katamu agar aku tak membenci yang kau sebut mereka."
Helaan nafas terdengar dari sana, Sooyeon sangat frustasi. Dia tak tahu apalagi yang harus dilakukan, agar orang tuanya, dan adik kecilnya akan berdamai. Ia rindu keluarga seutuhnya, Jaehyunnya yang manis juga butuh kasih sayang.
"Bisa kita bertemu Jaehyunie? Aku begitu merindukanmu."
Tak ada jawaban. Jaehyun terdiam disana. Memandangi langit malam, dan mengingat hal-hal menyenangkan yang selalu Sooyeon lakukan padanya. Sooyeon dan Soojung jelas menyayanginya, sangat. Namun Jaehyun terlalu sedih ketika menyadari bahwa ia ditinggal sendirian.
Kemudian tangan kurus tetiba melingkari pinggangnya, menyandarkan wajahnya pada punggung Jaehyun. "It's cold outside." Rengeknya dengan suara mencicit. Jaehyun tersenyum dan berbalik untuk membalas pelukan Taeyong.
"Aku di Toronto sekarang, ya. Kau bisa menemuiku." Tutupnya, lalu kembali membawa Taeyong ke dalam kamar mereka yang hangat. Jaehyun mengirimi alamatnya lewat pesan, meletakkan ponselnya di atas nakas. Lalu membawa Taeyong kembali dalam pelukannya yang hangat.
Mengapa ketika ia tiba-tiba teringat kedua kakaknya, tiba-tiba juga Sooyeon menghubunginya? Apakah ini artinya mereka masih terhubung satu sama lain?
Satu paket ayam goreng datang tiga puluh menit kemudian. Disana, Taeyong sudah kembali terlelap memeluk selimutnya dan meringkuk seperti janin. Jaehyun masih disana, di meja makan mereka dengan satu paket ayam goreng yang sama sekali tak menarik hatinya. Pikirannya masih melayang pada kakaknya yang ingin mengunjunginya. Jaehyun mengirimi alamat rumahnya lewat pesan, tak butuh waktu lama untuk seorang kakak yang merindukan adiknya untuk bertemu. Dia yakin, mungkin besok malam atau lusa Sooyeon sudah tiba di apartemennya.
Sooyeon dan Soojung, keduanya menyanyangi Jaehyun sama rata dengan cara yang berbeda. Sooyeon menenangkan, sedang Soojung menceriakan. Mereka sama selalu mengisi hari Jaehyun yang membosankan. Hari Jaehyun yang diisi dengan membaca buku, dan menatap tembok yang dingin. Jaehyun kecil selalu merasa seperti tahanan, namun kedua kakaknya tak pernah membiarkan Jaehyun merasa seperti itu. Jaehyun kecil sangat suka ketika sebuah langkah satu-satu, sangat pelan dan mengendap-endap mulai terdengar telinganya. Itu Sooyeon. Sooyeon dan kemampuannya mencuri kunci dari kantung penjaga yang tertidur.
Kemudian, Soojung yang memprotes bahwa ia ingin bertemu adik kecilnya. Terkadang berseteru, terkadang terdengar memohon. Namun tetap, langkah riangnya selalu membuat Jaehyun berlari ke pintu, untuk menemui kakaknya yang dicintai.
"Aku rindu dunia luar, apakah menyenangkan disana?" Tanyanya suatu kali.
Soojung dan wajah merengutnya yang lucu, menggeleng. "Dunia luar sangat kejam, kau aman disini. Bersamaku, dan Sooyeon eonni. Kami akan membawamu bersama kami, suatu hari nanti ketika kami sudah mampu menyelamatkanmu." Sebuah jari kelingking ia kaitkan pada kelingking kecil milik Jaehyun, "pinky promise!" Dan sebuah kecupan yang sangat Jaehyun sukai mendarat pada pipinya yang gembil.
.
.
.
.
Sooyeon mendapat pesan itu. Yang mengatakan bahwa seseorang dari Loey Ent. ingin bertemu dengannya. Sore itu, pria yang mengaku bernama Oh Sehun memberinya kabar yang tak ingin ia percayai.
"Adikmu, menyimpan Lee Taeyong kami."
"Bagaimana kalian bisa berspekulasi seperti itu?"
Sehun menjelaskan semuanya, dimulai dari insiden Taeyong di bar dan menghilang. Sehun juga menunjukkan bukti bahwa JH Hotel adalah perusahaan yang mendanai biaya penalti Johnny Suh pada Loey Ent.
"Semuanya sudah direncanakan. Dia sangat teliti pikirku. Dia, entah bagaimana membuat staff di bar membuat titik buta kamera cctv. Mereka, karyawan yang bersangkutan, mengaku tak ingat apapun."
Sooyeon disana membeku, Jaehyun. Dia menggunakannya lagi.
"Taeyong, lebih cepat mabuk dari biasanya. Taeyong kami biasanya tak terjatuh saat mabuk, dia cenderung lebih seperti orang yang tidak mabuk. Dia tertawa, dan menari saat mabuk. Taeyong disana, jatuh pingsan." Terima kasih pada Baekhyun hyung yang dulu pernah mengajarinya membaca raut wajah seseorang. Dan Sehun tau, Sooyeon mengakui sesuatu.
"Seseorang membawanya, membelah kerumunan. Kami tak dapat melihatnya, kemudian Taeyong menghilang." Sehun menutup kembali halaman tabletnya, ia menatap lurus pada kakak sulung pria yang menyembunyikan Taeyong. "Aku tau kau sangat merindukan adikmu. Kalian, jelas ingin bertemu."
"Siapa yang kau maksud kalian?" Sooyeon mengatup rahangnya, pria ini. Pria di hadapannya ini jelas terlihat terlalu mencari tahu sosok adiknya.
"Keluarganya." Sehun terdiam sejenak, kembali membaca raut marah milik Sooyeon yang dengan apik tersembunyi di balik wajahnya yang cantik. "Aku tau dia masih berada dalam daftar pewaris keluarga Jung. Kalian jelas ingin bertemu, namun dia tidak. Aku bisa membuat kalian bertemu, dan aku hanya meminta Lee Taeyong kembali."
"Mengapa kau berpikir bahwa Jaehyun yang membawa Taeyong?"
"Selalu ada dukungan pada setiap project yang bersangkutan dengan Taeyong. Apapun itu. Mereka yang bersangkutan dengan Taeyong, selalu menyetujui proposal kami. Bila sesuatu terjadi, entah bagaimana caranya. Selalu ada bantuan, dan itu selalu berasal dari JH Hotel. Sooyeonssi, adikmu tak teliti seperti apa yang aku pikirkan pada awalnya. Dia banyak meninggalkan jejak."
Wajah cantik Sooyeon berubah sendu, pandangannya ia alihkan pada jendela besar di sampingnya. Jaehyunnya yang manis, tidak mungkin berbuat seperti itu.
"Dia, kesepian Sooyeonssi. Dia ingin keluarganya, dan ketika ia bertemu Taeyong. Ia ingin memilikinya sebagai keluarga. Kami, tak pernah bermaksud jahat pada adikmu. Kami hanya ingin Taeyong kembali. Dan kalian, bisa kembali pada Jaehyun kan? Tidak ada pihak yang dirugikan disini. Aku jamin." Tak sedikitpun nada putus asa Sehun keluarkan, dia harus tetap terdengar meyakinkan. Namun dia sangat yakin tentu, Sooyeon takkan menolak tawaran ini.
"Kau hanya perlu menghubunginya, dan memintanya untuk bertemu. Dan aku akan ikut bersamamu, menjemput Taeyong."
Sooyeon menghela nafasnya pelan, ya dia kalah. Tak ada alasan untuk menolak tawaran ini. Jadi dia tersenyum kecil, "baiklah. Aku akan menghubunginya." Dan menyetujui rencana Sehun.
.
.
.
.
tbc
Selalu ada draft untuk cerita ini to be honest. Tapi, cerita ini butuh banyak waktu untuk refisi dan edit. Karena disini aku pakai bahasa baku, yang kadang harus ekstra berpikir kata apa yang tepat. Jadi, buat yang suka bilang next, fast update dan lainnya. Mohon pengertiannya ya, aku juga banyak kasih perhatian sama works ini. Ehe
Semoga chapter depan bakal lebih cepat yah updatenya. Haha
So, aku sebenernya gak begitu update berita. Tapi, liat story nina di instagram. Serius, aku nangis saat itu juga. Siapa sih yang gak berbuat salah di masa lalu? Lee Taeyong juga manusia. Sama seperti kalian, he has a heart. Tentu. Ini hanya masalah, kenapa dibahasnya saat Taeyong sedang tenar-tenarnya? Ada apa dengan mereka? Ingin dapat keuntungan dari Taeyong apa ingin menjatuhkannya? Taeyong kuat, aku tau. Lebih banyak orang yang menyayanginya dan percaya dengannya.
We always by your side, Taeyongie. Don't be hurt :(
By the way maaf aku lupa cantumkan credits, aku nemu di twitter dan lupa linknya. Ehe
Keep your chin up!
Sampai jumpa di chapter selanjutnya 💞
Bye 🖐