Happy Reading!
••••
"Hah, sendiri lagi gue," gumam Harsa yang saat ini sedang berada di teras depan rumah keluarga Abimana. Semua saudaranya sudah berangkat untuk melaksanakan aktivitas masing-masing.
"Lagian, kenapa Kak Rendi sama Kak Meldi ngelarang gue buat masuk kuliah sih, gue kan jadi ketinggalan banyak kelas, padahal gue udah sembuh, palingan cuma sisa pusing-pusing dikit," gerutunya merasa kesal pada dua kakak tertuanya yang melarangnya untuk berkuliah hari ini. Masih dengan alasan yang sama seperti hari-hari sebelumnya, masih belum pulih sepenuhnya.
Mata Harsa berbinar cerah saat melihat mamang penjual bubur langganan keluarganya melewati rumah. "Mang, gue mau ya buburnya, satu mangkok aja seperti biasa, paket komplit."
"Siap kasep," balas si mamang - kita sebut saja mang Asep, seraya menepikan gerobaknya.
"Gue ngambil dulu uangnya ya Mang ke dalam," ucap Harsa sebelum memasuki rumahnya. Yang dibalas acungan jempol oleh mang Asep.
Tak lama, Harsa sudah kembali dengan membawa selembar uang nominal sepuluh ribu di tangan kanannya.
"Tumben lewat sininya agak siangan Mang? Biasanya kan pagi-pagi juga udah mangkal di ujung komplek?" tanya Harsa seraya menduduki kursi plastik yang sudah disiapkan mang Asep.
"Tadi sempet ada kendala di rumah, anak saya sakit, jadi rewel gak mau di tinggal, jadi harus bujukin dia dulu supaya saya boleh berangkat keliling," jelas mang Asep.
Harsa mengangguk. "Oh, gitu, semoga cepet sembuh anaknya Mang."
"Aamiin, hatur nuhun nya." Mang Asep berjalan mendekati Harsa dengan tangan yang memegang mangkuk. "Ini buburnya, selamat menikmati."
"Enya Mang," balas Harsa seraya menerima mangkuk berisi bubur yang disodorkan mang Asep.
"Seperti biasa Mang, enak," ucap Harsa memberi tahu saat baru saja selesai dengan suapan pertamanya.
Mang Asep tersenyum sumringah. "Alhamdulillah, kalau begitu."
"Mang, gue mau buburnya tiga ya, di makan disini," ucap seorang pemuda yang baru saja datang bersama dengan dua pemuda lainnya.
"Oh iya, sebentar nya. Kalian bertiga silahkan duduk dulu!" Mang Asep memberikan tiga kursi plastik pada pemuda tersebut.
"Oke Mang." Ketiga orang tersebut yang tak lain Tian, Tio dan Dimas langsung duduk di kursi tersebut.
"Oi Bang, lama gak ketemu, apa kabar?" tanya Harsa pada ketiga tetangganya.
"Kebalik gak sih? Harusnya kita yang nanya, lo apa kabar? Dengar-dengar, lo kemarin masuk rumah sakit ya?" Tian yang paling tua diantara Dimas dan Tio malah balik bertanya.
"Hehe, iya Bang," balas Harsa sambil mengaduk-aduk bubur di mangkuknya agar bumbunya tercampur sempurna. "Btw, sekarang Alhamdulillah, gue baik kok."
"Sorry ya, kita gak bisa jenguk lo pas di rumah sakit, kebetulan kita bertiga juga kemarin lagi di luar kota, baru pagi ini kita sampai di Bandung." Tio turut membuka suara.
"Gak papa atuh Bang, lagian gue juga gak parah-parah amat, cuma koma doang selama semingguan lah," balas Harsa santai.
"What? Koma seminggu, gak parah lo bilang?" Dimas tiba-tiba saja ngegas saat mendengar balasan santai dari Harsa.
Harsa menghentikan gerakan tangannya saat merasakan cipratan di wajahnya. "Santai atuh Bang, air liur lo muncrat nih kena muka gue," ucapnya merasa jijik sembari mengelap wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home [END] ?
FanfictionADA BAIKNYA, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! Our Home Hanya berkisah tentang kehidupan sehari-hari 7 pemuda bersaudara di lingkungan sekitar dengan para tetangga, sahabat dan orang-orang terdekatnya. Penasaran? Langsung saja baca. Warning!! ? NCT Drea...