Happy Reading!
••••
"Anjing, bangsat, setan, asu, kalian bertiga," umpat Harsa seraya mencubit ketiga saudaranya satu persatu dibagian pinggang dengan kencang, menimbulkan ringisan dari Cakra, Jauzan dan Juju.
"Kalian bikin gue panik dan takut tahu gak, kirain penjahat, terus itu juga pisaunya dapat darimana?" Harsa menatap satu persatu saudaranya dengan tatapan kesal. Setelah melepaskan cubitan
"Ini pisau mainan Bang, tadi kita sempet beli di jalan," jelas Juju memperlihatkan pisau mainan yang dipegangnya ditangan kanan, sedangkan tangan kirinya mengusap bagian pinggangnya yang tadi dicubit Harsa.
"Sekarang, gue tanya, siapa yang ngerencanain ini semua?"
"Cakra/Bang Cakra!" jawab Jauzan dan Juju serempak.
"Kok gue? Ini kan ide kita bertiga Bang," sangkal Cakra.
"Yang bener ide kalian bertiga? Atau ide lo Cakra?"
"Ide gue sama Juju Bang, terus kita ajakin Bang Jauzan. Gue kira mau nolak, ternyata malah ikut-ikutan,"" balas Cakra berapi-api membeberkan semua, daripada dirinya yang kena semprot Harsa kan berabe.
Harsa mengangguk santai. "Oh, yaudah." Ia melangkahkan kakinya hendak pergi ke kamarnya. "Intinya, kalian bertiga salah."
"Marah tuh pasti," ucap Jauzan membuat kedua adiknya kelabakan, keduanya paling tidak suka jika Harsa sudah marah ataupun ngambek. Karena kenapa? Harsa kalau sudah marah bahkan diajak ngobrol aja gak mau.
"Terus gimana?" tanya Juju.
"Samperin aja hayu!" ajak Cakra seraya menarik tangan kedua saudaranya menuju kamar Harsa.
Bruk
Baru satu langkah ketiganya berjalan, mereka harus dibuat terkaget-kaget dengan suara debuman yang cukup kencang dari arah kamar Harsa.
Baik Jauzan, Cakra maupun Juju. Ketiganya langsung saling bertatapan, hingga sesaat setelahnya mereka langsung berlari kencang ke arah kamar Harsa.
"Bang Harsa/Harsa!" pekik Cakra, Juju dan Jauzan berbarengan saat melihat Harsa yang sudah jatuh terduduk, dengan tangan yang memegangi bagian kepalanya.
"Lo kenapa?" tanya Jauzan berubah panik, dirinya memegang kedua bahu Harsa yang masih meringis memegangi kepalanya.
"Pusing banget," lirih Harsa menjawab pertanyaan Jauzan.
"Obatnya udah diminum?" tanya Cakra yang diberi gelengan kepala oleh Harsa.
Juju dan Jauzan membantu Harsa untuk terbangun dari posisinya, keduanya lantas memapah tubuh Harsa ke kasurnya, dan membaringkan tubuh tersebut senyaman mungkin.
"Lo jangan pejamin mata lo dulu Bang, gue mau ngambil nasi dulu sama obat," ucap Cakra saat melihat Harsa yang akan memejamkan matanya.
"Iya, gue gak tidur, cuma pejamin mata doang."
Cakra dan Jauzan pergi keluar kamar Harsa, Cakra yang hendak mengambil makanan beserta obat kepunyaan Harsa, sedangkan Jauzan berniat membantu. Sementara Juju memilih berdiam diri di kamar Harsa.
"Aduh Bang, gue minta maaf ya, pasti ini karena kita bertiga yang ngagetin lo tadi," celetuk Juju mengusap tangan kanan Harsa dengan teratur. Ada setitik air mata yang jatuh membasahi tangan Harsa, membuat Harsa langsung membuka matanya dan menatap pada sang adik.
"Lo nangis?" tanya Harsa terperangah. "Tenang Ju, gue gak papa, cuma pusing doang. Dan lagi, ini bukan salah kalian bertiga, gue-nya aja yang lupa minum obat hari ini."
"Tetep aja, gue ngerasa bersalah Bang," cicit Juju menyembunyikan wajah penuh air matanya tepat pada space kosong di kasur tempat Harsa berbaring.
"Udah gue gak papa, bentar lagi juga sakit kepala gue hilang," ucap Harsa mencoba menenangkan Juju. "Mendingan lo ganti baju dulu sana, bau badan lo kecium sampai hidung gue, apalagi ketek lo tuh, bau banget."
Juju menegakkan kepalanya, ia langsung mengendus-ngendus bagian ketiaknya, dan dirinya mengernyit saat tak mencium bau apapun dari tubuhnya. "Gue gak bau ya Bang, wangi ini."
"Wangi apaaan? Bunga kamboja?"
"Masa wangi gue disamaain sama bunga yang sering tumbuh di pemakaman sih Bang."
"Terus, wangi apa? Kemenyan?"
"Itu, malah tambah parah," ucap Juju sedikit merasa kesal.
"Makanya, sana mandi dulu sekalian ganti baju. Gue gak papa kok di tinggal sendiri." Harsa mendorong bahu Juju dengan sekuat tenaga. "Lagian, si Jauzan sama Cakra juga bentar lagi kesini."
"Yaudah." Meski ogah-ogahan, Juju tetap menuruti ucapan sang abang.
•••
"Lo kenapa sih Dek?" tanya Juan pada Harsa yang terduduk tepat dihadapannya. "Dari tadi gue lihatin, suram amat itu muka. Terus juga, biasanya lo banyak tingkah, tapi kok sekarang malah jadi pendiam gini."
Saat ini ketujuh pemuda Abimana sedang berada di meja makan, hendak melaksanakan makan malam bersama.
"Tanyain aja sama mereka." Dagu Harsa mengarah pada kembaran dan kedua adiknya.
"Kalian apain si bantet sampai suram gitu mukanya?" Meldi membuka suara.
Harsa mendelik pada kakak tertuanya saat mendengar panggilan untuk dirinya. Apa-apaan dirinya disebut bantet?
"Habis kita kerjain Kak tadi sore, kita kira ngambeknya udahan karena sempet mau diajak ngobrol sama kita bertiga, ternyata masih berlanjut." Cakra menjelaskan apa yang membuat Harsa terdiam.
"Kerjain kayak gimana emang?" tanya Rendi penasaran.
Juju menghela napas, sebelum pada akhirnya menceritakan kejadian tadi sore pada ketiga kakak tertuanya. Tak lupa juga dirinya menceritakan tentang Harsa yang sempat tumbang karena pusing yang mendera kepalanya.
"Lo sempet ngerasain pusing lagi Dek?" tanya Rendi setelah Juju menyelesaikan ceritanya.
Harsa mengangguk. "Sekarang, udah gak papa kok."
"Lain kali, obatnya jangan sampai lupa di minum!" ucap Juan mengingatkan.
"Iya Bang," balas Harsa.
"Kalian juga, lain kali jangan gitu lagi." Meldi menatap Jauzan, Cakra dan Juju bergantian. "Nanti aja ngerjain Harsa, kalau dia udah sembuh sepenuhnya."
Lagi-lagi, Harsa mendelik pada sang kakak. Maksudnya apa itu tadi?
••••
TBC
Sorry, kalau membuat kalian menunggu chapter ini di up.
Thanks buat yang udah berkenan baca, kasih vote dan komen pada cerita gak jelas ini.
See you in the next chapter!
[15/08/2023]

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home [END] ?
FanfictionADA BAIKNYA, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! Our Home Hanya berkisah tentang kehidupan sehari-hari 7 pemuda bersaudara di lingkungan sekitar dengan para tetangga, sahabat dan orang-orang terdekatnya. Penasaran? Langsung saja baca. Warning!! ? NCT Drea...