抖阴社区

#15

333 26 6
                                        


Bel pulang audah berbunyi, guru yang sempat masuk dan mengajar juga sudah lebih dulu keluar kini hanya menyisakan beberapa siswa yang masih setia berada di dalam kelas dengan saling bercerita satu sama lain.

Alina yang sedang merapihkan alat tulisnya seketika dibuat menoleh kearah seorang cowok yang belakangan ini terus menganggu dan sering memporak porandakan perasaannya. Siap lagi kalau bukan Elgara. Cowok itu sendiri terlihat terburu-buru keluar dari dalam kelas dengan almamater OSIS yang bertengger di lengan tangannya.

Alina memandang punggung tegap Elgara yang mulai menghilang dari pandangannya. Ada rasa kecewa dengan sikap Elgara yang seakan-akan tak mau melihat kehadirannya disana. Padahal niatnya  ingin mengajak Elgara untuk pulang bersama namun ternyata cowok itu sudah lebih dulu pergi tanpa mengajak dirinya untuk pulang bersama, seperti hari-hari biasanya.

Jangankan mengajaknya pulang bersama, menyapa dan menegurnya saja tidak. Sepertinya cowok itu benar-benar marah karena ulahnya tadi siang.

Tak ingin membuang banyak waktu, alhasil Alina ikut menyusul Elgara berniat ingin meminta maaf pada laki-laki itu dan memperbaiki hubungan mereka agar tidak semakin renggang. Hubungan yang dimaksud bukanlah hubungan dua orang yang saling mencintai melainkan hubungan pertemanan biasa.

Alina terus berlari dengan sedikit tergesa-gesa untuk mengejar jejak Elgara yang entah kemana cowok itu sekarang. Matanya menyapu kepenjuru lapangan outdoor di sana, dan berakhir matanya menemukan sosok yang dia cari.

Ia kembali berlari menghampiri cowok itu namun urung, kala melihat seorang perempuan yang berjalan beriringan dengan cowok itu.

Hatinya seketika mencelos begitu saja, rasa tak suka itu tiba-tiba hinggap dari dalam hatinya. Rasanya sesak sekali melihat orang yang kita cintai tengah bercengkerama dengan perempuan lain. Ya, Alina sadar jika selama ini ia mulai menaruh rasa pada cowok dingin itu.

Dadanya bergemuruh hebat, tangannya meremat kuat rok seragamnya guna melampiaskan rasa sakit dan sesak yang menghujami dadanya.

Matanya mulai memanas dengan cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Dengan gerakan cepat, gadis itu mengusap sudut matanya dengan kasar. Dia tak mau dianggap lemah hanya karena seorang laki-laki. Dia tidak ingin menjadi perempuan lemah hanya karena laki-laki seperti Elgara.

"Apa sih, Al, lo nggak pantes cemburu, lo bukan siapa-siapa nya Elgara. Harusnya lo sadar, bodoh!" monolog nya dengan bibir yang mulai bergetar menahan isak.

Seharusnya Alina sadar jika dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Elgara. Dia hanya sebatas teman laki-laki itu. Hanya teman dan tidak akan lebih. Ingat hanya teman.

Ia mengaku salah mengartikan semua perlakuan dan perhatian cowok itu selama ini. Sebab, semakin dia berharap maka akan semakin sakit pula karena harapannya sendiri.

Berharap dengan manusia adalah seni menyakiti diri sendiri.

***

"Gei, lo bener-bener nggak papa kan?" Entah sudah berapa kali Elgara melontarkan pertanyaan demikian pada Geisha.

Cewek yang menjadi teman bicaranya itu sampai merasa jengah dengan cowok disampingnya ini.

"Aku nggak papa, El, aman," balas Geisha mencoba menyakinkan Elgara yang sepertinya terlihat khawatir dengan keadaannya.

"Tapi kaki lo, Gei, pasti sakit kan?" tanya cowok itu mengamati kaki Geisha yang terlihat membiru di beberapa tempat.

"Masih sakit sedikit sih, tapi nggak papa kok." Geisha tersenyum pepsodent.

"Gue anter aja yok sekalian," ajak cowok itu tanpa pikir panjang.

Kepala Geisha menggeleng cepat tanda menolaknya. "Nggak usah, aku sama supir aku aja, El."

Garis yang MemisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang