抖阴社区

#31

199 21 4
                                        

Suasana duka masih sangat kental terasa di pemakaman. Begitu banyak pelayat yang datang untuk mengantar jenazah sampai ke peristirahatan terakhirnya.

Setelah pembacaan doa yang dipimpin oleh pak ustadz, para pelayat satu persatu pulang meninggalkan sang keluarga yang masih nampak berduka atas meninggalnya Ganesa.

Kini hanya menyisakan beberapa orang saja termasuk Elgara, Alina, Geisha, Reygan dan juga Arka yang masih setia diam dibawah naungan langit yang mulai menggelap pertanda hujan akan turun. Langit pun seakan tau perasaan mereka sekarang, langit juga seolah ikut merasakannya.

Kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidup memang menyiksa, bahkan rasa-rasanya dunia kita seakan hancur saat itu juga. Sama halnya yang dirasakan oleh Elgara.

Diumur nya yang baru saja genap Tujuh belas tahun, sang ibu pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya dengan cara yang tragis. Orang satu-satunya yang selama ini ada untuknya, yang selalu menyemangatinya kini sudah benar-benar pergi meninggalkannya.

Janji yang katanya akan selalu berada didekatnya ternyata hanya sebuah janji yang tak bisa ditepati. Nyatanya takdir Tuhan berkehendak lain dari yang mereka inginkan.

Menangis, kecewa dan marah seakan tak memiliki artinya lagi karena seseorang yang sudah pergi tidaklah mungkin bisa kembali memeluknya, seperti waktu kemarin.

Rasanya baru kemarin Elgara memeluk tubuh sang ibu, mengobrol dan saling bertukar cerita pada wanita itu namun kini takdir yang tak pernah diduga-duga datang dan mengambil separuh jiwanya, separuh kehidupannya. Lantas, setelah ini pada siapa lagi ia harus mengeluh atas takdir yang dijalaninya? Pada siapa lagi ia akan tersenyum lebar jika orang yang menjadi alasannya tersenyum sudah tidak bisa lagi ia lihat, ia genggam, dan ia rasakan. Wanita kesayangannya itu sudah pergi, pergi sangat jauh, meninggalkan ia seorang diri.

Baru saja beberapa jam ia kehilangan, rasa rindu itu seakan mencabik-cabik hatinya. Berharap ini adalah mimpi buruk baginya. Jika benar ini mimpi, ingin sekali Elgara segera mengakhirinya, sebab ini benar-benar menyakitkan untuknya.

"El, ayo pulang, sudah mau hujan, nak." Arka menyentuh pundak keponakannya lembut.

Kepala Elgara menggeleng kukuh. "El, mau disini aja, Om, sama Bunda. Kalau El pulang terus siapa yang jagain Bunda, om." Posisi tubuh cowok itu masih setia memeluk patok kayu yang bertuliskan nama Bundanya.

"El, jangan seperti ini, ikhlaskan Bunda mu ya, nak. Bunda mu pasti akan sangat sedih jika kamu seperti ini. Ayo, kamu harus bangkit dan lebih tegar lagi, om tau kamu laki-laki kuat dan om yakin kamu bisa melewati ini semua."

"Iya, Gar, kamu masih punya kita yang akan selalu ada untuk kamu. Kamu jangan merasa sendiri dan kesepian, karena disini masih ada kita yang peduli dan sayang sama kamu Gar." Geisha yang sejak tadi masih menangis pun ikut menimpali ucapan Ayahnya.

"Lo juga masih punya gue, Raga sama Kenzo, El, jangan merasa sendiri ya, kalo lo butuh apapun lo bisa minta tolong gue ataupun yang lain." Reygan ikut menyahut.

"Thanks, buat perhatian kalian. Tapi untuk saat ini Gara mohon tinggalin Gara sendiri dulu, Gara lagi nggak mau diganggu, om." Elgara menyahut tanpa menatap mereka.

Arka menatap mereka bergantian lalu mengangguk sebagai isyarat. "Baiklah, kami akan beri kamu waktu sendiri. Tapi ingat jangan berbuat macam-macam yang bisa membahayakan kamu nantinya."

Elgara menganggukkan kepalanya samar.

"Yasudah kalau gitu kami duluan, kamu jangan lupa pulang, sebentar lagi hujan."

Elgara tak bergeming ia masih setia pada posisinya dengan terus menitikkan air matanya.

"Ayo, Gei, kita pulang, kamu pasti capek seharian nangis terus," ajak Reygan merangkul lembut bahu Geisha.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

? Terakhir diperbarui: Jun 03 ?

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Garis yang MemisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang