Baru saja Elgara turun dari atas motornya, ia sudah di sambut dengan teriakan Alina dari dalam rumahnya. Ia bergegas masuk ke dalam rumah Alina dengan tergesa lantaran khawatir.
"Lepasin gue, udah gue bilang mama gue nggak ada, sialan." Alina berontak saat dua orang memaksanya untuk ikut dengannya.
"Maka dari itu mama lo minta buat bawa lo untuk jaminan hutangnya dia," bentak pria bertubuh gempal itu.
Lagi? Mamanya kembali membuat Alina kecewa. Kemarin ia di jual dan sekarang ia dijadikan jaminan hutang oleh mamanya sendiri. Alina benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran mamanya yang dengan tega menjual dan menjadikan dirinya sebagai jaminan hutangnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha bekerja keras dengan menjadi pelayan di sebuah cafe apa itu tidak cukup juga? Gajinya bulan lalu saja sudah di rampas habis oleh mamanya belum lagi masalah uang sekolahnya yang sampai sekarang belum juga terkumpul.
"Yang hutang mama gue, kenapa harus gue yang jadi korban sialan! Urusannya sama mama gue bukan sama gue." Alina berteriak menggebu.
Emosi yang sejak tadi berusaha ia tahan kini tak bisa lagi ia tahan. Mamanya sudah benar-benar kelewatan.
Cekalan pada tangan Alina semakin di perkuat oleh salah satu pria tersebut yang membuat Alina berkali-kali meringis pelan.
"Lepasin gue! Lepas!" Tak kenal menyerah, Alina terus memberontak meski usahanya itu tak membuahkan hasil juga. Justru semakin membuat tangannya sakit.
"Tolong! Siapapun tolong gue!" teriak Alina meminta tolong.
Brak
Pintu utama ditendang dengan kencang oleh Elgara yang baru saja datang. Wajah cowok itu terlihat memerah menahan amarah yang siap ia lampiaskan pada dua pria yang telah berani menyakiti Alina.
Cowok itu maju, menarik lengan Alina dengan kuat dan berhasil, Alina berhasil ia tarik dalam dekapannya.
"Lo nggak papa?" bisik Elgara pelan di telinga Alina.
Alina menggeleng pelan. Elgara menghembuskan napasnya lega.
"Jangan takut, gue yang bakal urus mereka." Elgara mengusap pelan pipi Alina yang terdapat luka lebam.
Alina sempat terkesiap beberapa saat kemudian ia kembali mengangguk membiarkan Elgara menyelesaikan masalahnya dengan beberapa orang itu.
"Urusan kalian apa sama dia?" tanya Elgara masih dengan nada setenang mungkin.
"Mamanya dia punya hutang sama bos gue, dia bilang suruh ambil anaknya sebagai jaminan hutangnya yang belum juga dibayar sampai sekarang."
Elgara sedikit kaget namun raut kagetnya langsung berubah datar seperti biasanya.
Cowok itu sempat melirik Alina lewat ekor matanya sesaat sebelum ia mengambil ponselnya dan menyerahkan benda pipih berlogo Apple tergigit setengah pada pria tersebut.
"Nomor rekening bos lo, tulis jumlah uang yang mamanya dia pinjem," kata Elgara to the poin.
"El." Alina bersuara lirih seraya menggelengkan kepalanya pelan.
Elgara sama sekali tak menggubrisnya, cowok itu hanya menatap Alina sekilas.
Pria itu menerimanya dan mengetik nomor rekening bosnya pada ponsel Elgara. Setelah selesai ia menyerahkan kembali ponsel tersebut pada sang pemilik.
"Udah 'kan? Kalian berdua boleh pergi. Jangan pernah dateng dan sakiti dia, kalau sampai hal tadi ke ulang lagi, lo berdua habis ditangan gue," ucap Elgara tak main-main.
"Oke, kita berdua bakal pergi. Kalau gini 'kan enak kita nggak perlu main tangan sama tuh cewek," kata pria itu menunjuk Alina sinis.
"Jangan lancang tunjuk-tunjuk milik gue, cepat pergi!" usir Elgara menaikan nada bicaranya. Tangan kekarnya menarik pinggang Alina posesif.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis yang Memisah
Teen FictionSpin-off dari cerita REYGANSHA bisa dibaca terpisah. *** Menaruh rasa pada seseorang memang tak masalah tapi jikalau rasa cinta itu datang diperuntukkan untuk saudara sendiri bukankah itu sebuah masalah yang besar? Kehidupan Alina Graciella yang mu...