Hujan turun begitu derasnya, jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Halilintar yang tidak ingin membuat adiknya menunggu, segera melajukan motornya menerobos hujan.
Dia membiarkan tubuhnya basah terkena air hujan, karena dia memang tidak membawa jas hujan. Saat lewat di depan rumah Bundanya, dia tidak sengaja menoleh ke arah sana. Tiba-tiba, dia mengerem motornya secara mendadak.
Dia menghampiri seseorang yang kini sedang meringkuk di depan gerbang, dengan tubuh yang sudah basah kuyup, tak lupa koper yang berada di sampingnya.
"Blaze?" Panggil Hali, memanggil orang yang berada di hadapannya. Membuat sang pemilik nama mendongak.
"Kak Hali" Ucap Blaze gemetar, karena kedinginan.
"Lo ngapain disini?" Tanya Halilintar, dengan nada dinginnya.
"Ice usir gue Kak, dia bilang gue cuma bisa bikin dia celaka, dia marah sama gue, dia benci sama gue Kak" Ucap Blaze, dengan kepalanya yang menunduk, masih memeluk lututnya.
'Kasihan juga, Taufan sangat sayang pada Blaze, mungkin sebaiknya aku ajak dia pulang, mungkin kehadiran Blaze bisa membuat Taufan membaik' Pikir Hali dalam hati.
"Lo mau ikut gue dulu nggak, daripada lo kehujanan disini?" Tanya Hali, membuat Blaze mendongak menatapnya
"Nggak usah Kak, nanti Om Amato marah" Ucap Blaze menolak.
"Gue nggak pulang ke rumah tomato lagi, sekarang gue tinggal di kontrakan sama Taufan dan Gempa, lo mau ikut nggak? Kalau nggak gue tinggal" Ucap Hali malas berbasa-basi.
Blaze berpikir sejenak, dia menoleh ke arah gerbang yang telah tertutup rapat, dia masih berharap salah satu orang rumah akan membukakan gerbang untuknya.
"Woy, udah malem, mau ikut nggak?" Tanya Hali geregetan.
Blaze pun akhirnya menurut, dan naik ke motor Hali. Tanpa disadari ternyata ada yang mengawasi Blaze dari jendela kamarnya, sambil tersenyum.
****
Ice kini masih belum tertidur, dia terus menatap tempat kosong di sebelahnya, seharusnya saudaranya sudah tertidur lelap disampingnya, tapi sekarang tempat itu kosong."Maaf Blaze, gue nggak bermaksud nyakitin perasaan lo, tapi menurut gue ini yang terbaik, gue nggak bisa lihat lo tersiksa fisik maupun mental, karena perlakuan Ayah" Ucap Ice, membiarkan air matanya mengalir begitu saja.
****
Keesokan harinya...Sepulang sekolah, Gempa dan Taufan terkejut, melihat Ice dan supirnya, sedang menunggu di depan gerbang sekolah mereka.
"Lo ngapain disini? Mending lo pulang aja nanti Bokap lo nyariin" Ucap Taufan, dia sudah mendengar cerita dari Blaze yang membuatnya ikut tersulut emosi.
"Kak, udah jangan marah-marah, Ice ada apa?" Tanya Gempa ramah.
"Gue tahu, Blaze ada sama kalian kan, kemarin gue lihat Blaze naik ke motornya Kak Hali, tolong jaga Blaze dengan baik ya Kak" Ucap Ice.
"Peduli apa lo sama dia, bukannya kemarin lo yang minta dia buat nggak ganggu hidup lo lagi?" Tanya Taufan, masih tidak mengerti.
"Maaf ya Kak, tapi gue rasa lo salah paham, gue emang sengaja bilang kayak gitu, karena gue nggak mau Blaze terus-menerus disalahkan atas apa yang terjadi sama gue, dengan dia jauhin gue dan nggak tinggal di rumah lagi gue harap fisik dan mentalnya akan jauh lebih baik" Ucap Ice. Ice mengambil sebuah paper bag kecil dan menyerahkannya pada Gempa.
"Tolong berikan ini pada Blaze, didalamnya ada obat-obatan, dan salep untuk luka bakarnya, aku juga menulis surat, aku harap dia mau memaafkanku" Ucap Ice, lalu masuk ke dalam mobil, meninggalkan Taufan dan Gempa.
****
Di sisi lain...Thorn saat ini meminta supir mengantarnya ke suatu tempat. Supir itu menghentikan mobilnya di depan gerbang, dimana dibalik gerbang itu terdapat sebuah rumah mewah bercat putih. Rumah itu adalah rumah Fang dan Kaizo, dimana dulu Ibunya pernah tinggal disini, sebelum akhirnya meninggalkan mereka.
"Ngapain kita kesini Thorn, gue mau pulang aja" Ucap Solar, malas.
"Thorn kesini mau ketemu Kak Fang, kata Kak Fang Thorn boleh ambil salah satu tanaman milik Ayah, di taman belakang rumah" Ucap Thorn.
"Ya udah, cuma ngambil tanaman doang kan, nggak usah lama-lama" Ucap Solar mengalah.
Dia mengikuti Thorn masuk ke dalam rumah itu, Solar pun jadi teringat lagi pada ucapan Ibunya.
'Jika saja Fang, tidak membunuh Ayah kalian, mungkin sekarang kita akan tinggal bersama, dalam keluarga kecil yang damai dan hangat'
Ucapan itu terus terngiang di telinga Solar, jika saja Ayah kandungnya masih hidup mungkin dia akan tinggal disini, sejak dia baru lahir, dan mungkin hubungannya dengan kakak-kakaknya tidak akan renggang.
Bukan Solar tidak bersyukur dengan hidupnya yang sekarang, baginya Amato adalah Ayah yang baik, namun bagaimana jika semuanya terbongkar suatu saat nanti, Apakah Amato masih akan menyayanginya seperti dulu, karena dia telah merebut kasih sayang Amato dari ketiga putra kandungnya.
****
Sedangkan di rumah Ice..."Ice? Bagaimana harimu di sekolah, apakah anak kurangajar itu mengganggumu di sekolah?" Tanya Angga, menghampiri putranya yang hendak menaiki tangga
"Dia tidak datang ke sekolah, lagipula untuk apa Ayah menanyakannya, aku sudah tidak peduli lagi, jangan pernah membahas dia di rumah ini lagi" Ucap Ice dingin, jujur ada rasa sakit dalam hatinya saat mengucapkan kalimat itu.
Mendengar ucapan Ice yang seperti itu, Angga merasa sedikit lega, rupanya putranya itu memang tidak berpura-pura membenci Blaze, namun terbersit rasa khawatir dalam pikirannya.
'Hmm, jadi anak itu tidak sekolah ya? aku pikir dia akan menunggu di depan gerbang sampai pagi, tapi ternyata dia benar-benar pergi, kira-kira dia pergi kemana ya? Dan sekarang dia tinggal dimana?' Pikir Angga dalam hati.
Happy reading ya guys
Author hari ini lagi happy karena lagi" ada prestasi dari salah satu karya Author
Hari ini karya Author yang berjudul Saviour berhasil meraih peringkat 1 dalam #Taufan
See You 👋😁

KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN
FanfictionBROKEN, mungkin itulah yang telah terjadi pada mereka Jangan memintaku untuk bertahan disaat semuanya telah hancur berantakan ~ Halilintar Kenyataan telah menghancurkan hidupku, hingga tak ada alasan untuk bertahan ~ Taufan Jika di dunia ini saja...