Di kamar Thorn dan Solar, kini Solar sedang adu mulut dengan Thorn, masalah tanamannya.
"Jangan taruh benda itu di kamar gue, gue nggak sudi ada barang pemberian dari orang itu di kamar gue" Ucap Solar geram.
"Tapi kamar Solar kan kamar Thorn juga, jadi Thorn bebas mau taruh apapun disini" Ucap Thorn ikut jengkel.
"Kalau gue bilang nggak, ya nggak" Ucap Solar berteriak sambil melempar pot bunga milik Thorn hingga isinya berserakan, di dalam pot itu berisikan tanaman bunga matahari yang masih kuncup.
"Solar jahat, kenapa Solar lempar pot bunga Thorn?" Ucap Thorn emosi, dia mendorong tubuh Solar dengan begitu keras hingga membentur tembok.
Solar meringis kesakitan, bukan karena dorongan Thorn, tapi karena rasa pusing yang tiba-tiba menyerang kepalanya, tiba-tiba perutnya sakit lagi. Tubuhnya pun merosot pada tembok tempatnya bersandar.
"Solar, Solar kenapa? Maafin Thorn, ini pasti gara-gara Thorn dorong Solar, ayo biar Thorn bantu Solar ke kamar" Ucap Thorn panik dan merasa bersalah. Diapun melupakan kemarahannya pada Solar.
"Solar butuh apa? Biar Thorn ambilin" Ucap Thorn menawarkan diri, setelah membantu Solar berbaring di kamarnya.
"Nggak usah, mending lo pergi aja dari sini, nggak usah sok peduli sama gue" Ucap Solar.
"Thorn bukannya sok peduli, tapi..."
"Kalau gue bilang pergi ya pergi!!" Ucap Solar, sambil melempar guling ke arah Thorn.
"Solar marah ya? Maaf Thorn nggak sengaja hiks.." Cicit Thorn mulai menangis.
"Pergi Thorn, tinggalin gue sendiri" Ucap Solar, kini nadanya sedikit merendah. Jujur sebenarnya dia tidak bermaksud mengusir Thorn, tapi dia kini membutuhkan obatnya, jika Thorn tahu soal obat yang dia minum, dia bisa semakin khawatir.
****
Beberapa hari kemudian...Blaze dan Ice sekarang sedang menikmati udara segar di sebuah taman dekat sekolah, mereka memang dipulangkan lebih awal hari ini karena para guru akan melaksanakan rapat.
Mereka menikmati ice-cream, yang mereka beli tadi sambil melihat anak-anak yang sedang bermain di taman. Tiba-tiba saja ada dua pria dewasa dengan wajah seram menghampiri mereka berdua.
"Bagi duit!" Ucap salah satunya menengadahkan tangan di depan wajah Ice.
"Maaf Bang, kita nggak ada duit" Ucap Ice singkat.
"Bohong banget lo ya, lo pikir gue nggak lihat tadi pas beli ice-cream duit lo bejibun gitu hah?" Ucap preman itu, melempar ice-cream, dan menenteng kerah baju Ice.
"Lepasin adik gue!" Ucap Blaze mendorong pria itu hingga tersungkur.
"Kurangajar lo, berani-beraninya lo serang teman gue" Ucap preman itu menarik lengan Blaze lantas memukul wajahnya.
BUGH!
Pukulan itu berhasil membuat sudut bibir Blaze berdarah. Sedangkan preman yang satunya, merogoh saku celana Ice dan mengambil dompet yang terselip disana.
"JANGAN!!" Teriak Ice mencoba merebut uang dan dompet itu.
"Nih dompet lo gue balikin, anak kecil tuh nggak cocok bawa duit banyak-banyak" Ucap preman itu, lantas pergi meninggalkan mereka.
Blaze menghampiri Ice yang kini mulai tersengal, sambil meremas dadanya.
"Ice? Ice lo nggak papa kan?" Tanya Blaze panik.
"Sakit..." Lirih Ice lemah.
****
Di rumah sakit....PLAK!!
"Seharusnya putraku itu pulang bukannya bermain-main ke taman denganmu, bukankah sudah kubilang untuk menjauhi Ice, apa kau tuli hah?" Tanya Angga emosi, dia meremas telinga kiri Blaze dengan cukup kuat.
"Maaf Ayah, tapi aku tidak bisa menjauhi Ice, begitu juga sebaliknya hiks.." Ucap Blaze terisak. Sambil berusaha melepaskan tangan sang Ayah dari telinganya.
"OM ANGGA!" Teriak Hali, menghampiri Blaze dan Ayahnya.
Hali memang datang ke rumah sakit, karena Blaze sempat dihubungi oleh Taufan. Awalnya Taufan dan Gempa yang akan pergi ke rumah sakit setelah mendengar kabar dari Blaze. Tapi Hali melarang, mengingat kondisi mental Taufan yang rentan terhadap perdebatan, sehingga dialah yang datang ke rumah sakit.
"Hei, kenapa ada putra Amato disini? Apa kamu yang memintanya kemari hah? Bagus sekali ya, sekarang sudah punya tempat mengadu" Tanya Angga mencengkram kasar dagu Blaze.
"Dia tinggal bersamaku sekarang, dan sudah aku anggap seperti adik sendiri, jadi urusannya adalah urusanku juga" Ucap Hali.
BUGH!
"Kurangajar, jadi kamu tinggal dirumahnya?" Ucap Angga, kembali melayangkan pukulan ke wajah Blaze
"Dia tinggal bersamaku di kontrakan, bukan di rumah Ayahku, jadi Om tenang saja, sekarang aku akan mengajaknya pulang" Ucap Hali menarik tangan Blaze.
"Tidak ada yang mengijinkanmu membawa anak ini, urusanku masih belum selesai dengannya. Lagipula aku tidak akan pernah mengijinkan dia tinggal bersama kalian, dasar anak-anak tidak berguna" Ucap Angga mengahalangi jalan Hali.
"Kau dan Ayahmu memang sama saja, dulu Ayahmu yang merebut calon istriku karena kehadiranmu, dasar anak diluar nikah. Sekarang kamu juga melakukan hal yang sama, kamu berusaha merebut putra saya" Ucap Angga.
"JAGA MULUT OM!" Ucap Hali emosi.
"Saya tidak pernah merebut putra Om, bukankah Om yang sudah membuang putra Om layaknya sampah. Memang kenapa jika saya adalah anak dari hasil hubungan di luar nikah. Jika saya bisa memilih, saya juga tidak ingin terlahir seperti ini, jadi tidak perlu mengingatkan saya, tentang siapa diri saya yang sebenarnya" Ucap Hali.
"Dasar orang tua plin-plan, saya rasa Ayah saya jauh lebih baik dari Om. Sekali dia memutuskan untuk membenci seseorang dia pasti akan benar-benar melakukannya pada orang itu. Tidak seperti Om, Om mengatakan benci pada Blaze, tapi sebenarnya hati kecil Om sangat menyayanginya" Ucap Hali, lantas menarik Blaze agar ikut dengannya. Sedangkan Angga tertegun dan terdiam di tempatnya setelah mendengar ucapan Hali.
Happy reading ya guys
Senang rasanya bisa update lagi
Tetap pantengin ceritanya ya, nanti Author pengen di akhir cerita kalian vote duta angst di cerita ini
See You 👋😁

KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN
FanfictionBROKEN, mungkin itulah yang telah terjadi pada mereka Jangan memintaku untuk bertahan disaat semuanya telah hancur berantakan ~ Halilintar Kenyataan telah menghancurkan hidupku, hingga tak ada alasan untuk bertahan ~ Taufan Jika di dunia ini saja...