抖阴社区

Chapter 2 : Mata Mereka di Setiap Langkahku

1.7K 85 1
                                    

Hari itu, Eliot Vaughn merasa udara di sekitarnya lebih berat dari biasanya.

Kampus Universitas Arkwell sedang ramai. Mahasiswa berseliweran di sekitar gedung utama, beberapa kelompok berkumpul di taman sambil tertawa atau berdiskusi tentang ujian yang akan datang. Tapi, bagi Eliot, semua itu terasa jauh dan samar.

Dia merasakan tatapan.

Tatapan yang terlalu intens untuk diabaikan-seolah ada yang mengawasinya dari bayang-bayang.

Eliot menghela napas panjang, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman itu. Ia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di kampus ini. Dengan wajah tampan yang memikat dan kecerdasan yang di atas rata-rata, tidak aneh jika banyak orang yang tertarik padanya. Namun, belakangan ini, perhatian yang ia terima terasa berbeda. Lebih dalam. Lebih mengganggu.

Langkahnya membawa dirinya menuju perpustakaan, tempat di mana ia biasanya bisa menemukan ketenangan. Tapi begitu ia masuk, hawa dingin menjalari punggungnya. Ada seseorang di sini.

Seseorang yang tidak seharusnya berada di tempat ini.

Matanya menyapu ruangan, dan di sudut paling sepi, ia melihatnya.

Leonidas Langston.

Pria itu duduk santai di salah satu kursi baca eksklusif, mengenakan setelan hitam yang terlihat sempurna membingkai tubuhnya yang tinggi dan berotot. Dengan wajah tajam dan mata emas gelap yang memancarkan aura dominasi, Leonidas terlihat mencolok di antara mahasiswa biasa.

Apa yang dilakukan pria sebesar dia di sini?

Eliot pura-pura tidak memperhatikan, tetapi jantungnya berdetak lebih cepat ketika ia melewati lorong buku, mencoba menjauh. Meski ia tahu, itu sia-sia.

"Vaughn."

Suara berat dan dalam itu menembus kesunyian perpustakaan.

Langkah Eliot terhenti. Ia memejamkan mata sejenak sebelum berbalik perlahan, menemukan Leonidas berdiri hanya beberapa langkah di belakangnya.

"Kau mengikutiku?" Eliot bertanya, suaranya tetap tenang meski hatinya berdentum keras di dalam dada.

Leonidas menyunggingkan senyum kecil. "Kau terlalu menarik untuk diabaikan."

Pernyataan itu membuat darah di tubuh Eliot menghangat-bukan karena rasa malu, melainkan karena ancaman samar di balik kata-kata pria itu.

"Kupikir CEO besar sepertimu punya kesibukan lain selain mengejar mahasiswa biasa."

Leonidas mengambil langkah maju, membiarkan udara di antara mereka memanas. "Aku mendapatkan apa yang kuinginkan, Eliot. Dan kebetulan... aku menginginkanmu."

Nada suara itu penuh kepastian, seperti fakta yang tidak bisa disangkal.

Eliot menegakkan bahunya, menolak mundur. "Aku bukan barang yang bisa dibeli, Tuan Langston."

Untuk sesaat, mata Leonidas menyipit-sisi berbahayanya terlihat jelas. Namun, alih-alih marah, pria itu justru tersenyum lebih dalam. "Suka tantangan, ya? Baiklah. Aku sabar, Eliot. Tapi ingat, aku selalu mendapatkan apa yang kumau."

Dengan kata-kata itu, Leonidas berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan Eliot yang masih berusaha mengatur napasnya.

Tapi sebelum Eliot bisa merasa lega, ponselnya bergetar di saku. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

"Kau terlihat lelah. Jangan terlalu memaksakan diri, Eliot."

Jantungnya mencelos. Siapa lagi sekarang?

---

Di ruang praktik privatnya, Dr. Damian Hale duduk bersandar di kursinya, senyum tipis bermain di bibirnya saat ia memandangi layar ponselnya. Ia baru saja mengirim pesan itu, membayangkan ekspresi bingung Eliot saat membacanya.

Ah, Eliot. Begitu keras kepala, begitu menarik.

Damian tidak pernah terobsesi pada siapa pun sebelumnya. Baginya, manusia hanyalah objek studi-sesuatu yang bisa ia perbaiki atau hancurkan dengan keahliannya. Tapi Eliot... Eliot berbeda.

Ada sesuatu dalam diri Alpha spesial itu yang membangkitkan sisi tergelap dalam dirinya. Keinginan untuk memiliki, menguasai, menghancurkan, dan membangun kembali.

Dan tak ada yang bisa mencegahnya.

Ketika pertama kali memeriksa Eliot di rumah sakit, Damian tahu pria itu bukan Alpha biasa. Tubuhnya merespons sentuhan secara berbeda. Aroma alami Eliot memicu sesuatu yang liar di dalam dirinya-sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Sejak saat itu, Damian memastikan ia selalu tahu di mana Eliot berada. Siapa yang ditemuinya. Apa yang dilakukannya. Tidak ada detail yang terlewat.

"Aku bisa memata-matai lebih dekat lagi." Gumamnya, sebelum mengambil jas dokternya dan beranjak keluar.

Hari ini, ia memutuskan untuk menemui Eliot langsung. Lagi pula, hanya masalah waktu sebelum Eliot memahami satu hal yang pasti,

Tidak ada jalan keluar dari dirinya.

---

Eliot duduk di salah satu bangku di taman kampus, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, ketegangan di udara tidak mau hilang.

Ia merasa terkepung.

Leonidas Langston sudah cukup buruk-pria itu mengintimidasinya dengan kekuatan mentah dan dominasi mutlak. Tapi pesan dari nomor tak dikenal tadi membuat Eliot merasa ada bahaya lain yang mengintai di bayang-bayang.

Dan saat ia mengangkat kepalanya, ketakutan itu terbukti benar.

Damian Hale berdiri di sisi taman, bersandar di pagar dengan ekspresi tenang dan mata biru yang menusuk. Eliot langsung mengenali pria itu. Mustahil melupakan dokter berdarah dingin yang pernah memeriksanya.

Dengan gerakan santai, Damian melangkah mendekat, tatapannya tak pernah lepas dari wajah Eliot.

"Senang bertemu lagi, Eliot." Sapanya pelan, tetapi di balik kata-kata ramah itu ada sesuatu yang jauh lebih kelam.

Dua pria berbahaya.

Satu di belakangnya. Satu di depannya.

Dan Eliot tahu, ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih gelap.








Tbc.

2 EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang