Eliot terduduk di sofa, tangannya mengepal erat di atas pahanya. Ruangan terasa sesak, meskipun Leonidas dan Damian hanya berdiri di dekatnya. Kata-kata mereka masih bergema di kepalanya, menghantamnya berkali-kali seperti gelombang pasang yang tak pernah surut.
"Kau sedang mengandung anak-anak kami."
Tidak. Itu tidak mungkin.
Ini tidak masuk akal.
Tubuhnya tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu. Ia adalah seorang Alpha!
Eliot merasakan napasnya semakin memburu, dadanya sesak seolah paru-parunya menolak bekerja. Matanya mulai berkunang-kunang, tetapi sebelum ia benar-benar kehilangan keseimbangan, sepasang tangan dingin menahannya.
Damian.
"Tsk. Lihat dirimu," dokter itu mendesah pelan, matanya menatap Eliot seolah ia adalah pasien keras kepala yang tidak tahu cara menjaga diri. "Kau tidak boleh panik dalam kondisi seperti ini."
Eliot berusaha menepis tangan Damian, tetapi pria itu tidak bergeming. Sebaliknya, ia semakin mempererat genggamannya, memastikan Eliot tidak akan jatuh.
Leonidas, yang sejak tadi hanya mengamati, akhirnya melangkah mendekat dan berjongkok di hadapan Eliot. Matanya yang tajam menelusuri wajah Eliot dengan ekspresi yang sulit ditebak.
"Eliot," panggilnya pelan, tetapi ada ketegasan dalam suaranya yang membuat Eliot tidak punya pilihan selain menatapnya. "Dengar baik-baik. Kau boleh membenci kami, kau boleh mencoba melawan, tetapi satu hal yang tidak bisa kau lakukan adalah mengabaikan fakta bahwa kau sedang mengandung."
Eliot menggertakkan giginya. "Aku tidak percaya."
Damian terkekeh pelan. "Oh, kau akan percaya. Aku seorang dokter, Sayang. Aku bisa membuktikannya padamu sekarang juga."
Eliot tersentak. "Jangan panggil aku "Sayang'!"
Leonidas hanya menyeringai. "Kami akan memanggilmu sesuka hati kami."
Eliot semakin frustrasi. Ia ingin menolak, ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanyalah permainan psikologis yang mereka mainkan untuk menghancurkannya. Tetapi jauh di lubuk hatinya, ada sesuatu yang mengganjal—sesuatu yang membuatnya takut.
Karena, jika ia benar-benar jujur pada dirinya sendiri…
Ia memang merasa aneh akhir-akhir ini.
Ia lebih cepat lelah. Kadang-kadang ia merasa mual tanpa alasan. Dan sekarang, setelah Damian menyebutkan kemungkinan ini, Eliot merasa tubuhnya mulai menunjukkan gejala yang tidak bisa ia abaikan lagi.
Tidak. Tidak. Ini tidak boleh terjadi.
Ia bukan milik mereka.
Ia tidak bisa menjadi bagian dari mereka.
Tetapi—
Eliot merasakan tangan Damian bergerak ke perutnya, menekan pelan seolah sedang melakukan pemeriksaan. "Kita akan memastikan semuanya besok di rumah sakit," kata pria itu dengan suara lembut yang terasa menakutkan. "Kau akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Dan setelah itu… kau tidak akan bisa mengelak lagi."
Eliot menoleh cepat, matanya penuh kemarahan. "Aku tidak akan pergi ke mana pun dengan kalian."
Leonidas tertawa kecil sebelum mendekat, wajahnya begitu dekat hingga Eliot bisa merasakan napas hangat pria itu di kulitnya. "Eliot," suaranya rendah dan mengintimidasi, "apa kau benar-benar berpikir kau bisa menolak?"
Eliot menahan napas.
"Jangan bodoh," lanjut Leonidas, satu tangannya terulur untuk menyentuh rambut Eliot dengan lembut—gerakan yang bertentangan dengan tatapannya yang dingin dan mendominasi. "Kami akan memastikan kau mendapatkan perawatan terbaik. Dan kami akan berada di sisimu sepanjang waktu."
Eliot menepis tangan Leonidas dengan kasar, tetapi pria itu tidak terlihat terganggu sedikit pun.
Damian hanya menghela napas. "Baiklah. Aku mencoba bersikap lembut, tetapi jika kau terus keras kepala seperti ini, maka kami akan mengambil pendekatan lain."
Eliot mengernyit. "Apa maksudmu?"
Senyum Damian melebar, tetapi tidak ada kehangatan di sana. Hanya ancaman halus yang membuat Eliot merasakan bulu kuduknya meremang. "Katakan saja… jika kau tidak mau datang ke rumah sakit dengan sukarela, maka kami harus membawamu dengan cara yang lebih menarik."
Eliot menegang.
Sial.
Ia benar-benar tidak punya jalan keluar.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
2 Enigma
FanfictionDi hadapannya, terpampang jelas gambar hitam-putih yang bergerak samar-dua bayangan kecil yang nyaris tidak bisa dipercaya oleh akalnya. Dua janin. Di dalam tubuhnya.