Udara di sekitar Eliot terasa semakin berat. Sejak hari itu di perpustakaan, ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Kehadiran Leonidas Langston sudah cukup membuat napasnya sesak, tapi kini ada ancaman lain yang mengintai dari bayang-bayang—Dr. Damian Hale.
Dua pria berbahaya yang seakan mengulurkan tangan mereka untuk merenggut kebebasannya.
Dan sialnya, mereka berdua tidak terlihat akan berhenti dalam waktu dekat.
———
Eliot meremas buku di tangannya saat Damian duduk di bangku di sampingnya. Pria itu mengenakan jas hitam elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna, rambut cokelat gelapnya tertata rapi, dan aroma khas antiseptik bercampur musk samar memenuhi udara di antara mereka.
"Apa yang kau lakukan di sini, Dr. Hale?" Tanya Eliot dengan nada datar, meskipun ia merasakan detak jantungnya berdebar lebih cepat.
Damian menyeringai kecil, mencondongkan tubuh ke arahnya, membuat jarak di antara mereka menyempit. "Panggil aku Damian," bisiknya, suara dalamnya mengalir lembut seperti racun. "Dan aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."
Eliot memutar bola matanya, berusaha mengendalikan rasa gelisah yang mulai menjalari tubuhnya. "Aku tidak butuh dokter pribadi." Balasnya tajam.
Damian menatap Eliot dengan mata birunya yang dingin. Ada sesuatu di balik tatapan itu—sesuatu yang membuat Eliot merasa seperti sedang dikuliti, dievaluasi, dimiliki.
"Kau keras kepala, ya?" Damian menyelipkan sehelai rambut Eliot yang jatuh di pelipisnya ke belakang telinga dengan gerakan lembut, tapi ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. "Tapi aku suka yang seperti itu."
Tubuh Eliot menegang seketika. Sentuhan itu terasa terlalu intim, terlalu berbahaya.
Ia memutuskan untuk berdiri, ingin segera pergi sebelum pria ini menariknya lebih jauh ke dalam permainan yang bahkan belum ia pahami sepenuhnya. Tapi sebelum ia bisa melangkah, Damian mencengkeram pergelangan tangannya dengan erat.
"Kau mau pergi ke mana, Eliot?" Suara Damian terdengar halus, tapi genggamannya menunjukkan kekuatan yang tersembunyi di balik sikap tenangnya.
Eliot mencoba melepaskan diri, tetapi percuma. Tatapan intens Damian menahannya di tempat. "Aku bukan milikmu, Dr. Hale." Desisnya, menyembunyikan ketakutannya di balik kemarahan.
Damian tertawa pelan, suara rendahnya menggema di telinga Eliot. "Belum," jawabnya dingin. "Tapi aku sabar, dan aku tidak akan berhenti sampai kau menjadi milikku."
Dari kejauhan, seseorang memperhatikan mereka.
Leonidas Langston berdiri di balik kaca mobil hitamnya, menatap pemandangan di depannya dengan mata emas gelap yang berkilat marah. Rahangnya mengeras saat melihat tangan Damian yang mencengkeram Eliot.
Tidak ada yang boleh menyentuh miliknya.
Dan Eliot Vaughn adalah miliknya—entah pria itu menyadarinya atau tidak.
Ia tidak menyukai persaingan.
Apalagi dari seorang dokter sombong yang berani menyentuh sesuatu yang sudah ia tetapkan sebagai miliknya.
Dengan gerakan tenang tapi penuh ancaman, Leonidas keluar dari mobilnya dan berjalan menuju taman, setiap langkahnya penuh dengan aura kekuasaan yang menuntut perhatian siapa pun yang melihatnya.
Begitu mendekati mereka, suara baritonnya yang dingin memecah ketegangan.
"Lepaskan dia."
Damian mengangkat alis, menatap Leonidas dengan tatapan penuh ketertarikan bercampur kebencian. Ia mengenali pria itu dari majalah bisnis dan berita televisi. Leonidas Langston—CEO arogan yang memiliki hampir setengah kota ini.
Namun, Damian bukan tipe yang mundur hanya karena ancaman.
"Dan kalau aku tidak mau?" Tantangnya, jari-jarinya masih menggenggam erat pergelangan tangan Eliot.
Leonidas menyipitkan mata, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi ada bahaya nyata di balik ketenangan itu. Dalam satu langkah panjang, ia meraih Eliot dan menariknya ke dalam perlindungannya dengan kekuatan yang tak terbantahkan.
Eliot hampir tersandung karena gerakan tiba-tiba itu, tapi lengan kokoh Leonidas menahannya di tempat.
"Karena aku tidak suka berbagi." Kata Leonidas pelan, namun penuh ancaman yang terselubung.
Tatapan mereka bertemu—dua Enigma dominan yang sama-sama menolak menyerah. Keduanya tahu apa yang mereka inginkan.
Dan di antara mereka berdiri Eliot, terperangkap dalam badai obsesi yang mengancam untuk menghancurkan segalanya.
"Aku tidak peduli siapa kau," kata Damian akhirnya, suaranya dingin. "Jika aku menginginkannya, aku akan mendapatkannya. Dan aku yakin, Eliot tahu siapa yang bisa memberinya perhatian yang layak."
Leonidas menyeringai kecil, tapi tidak ada kehangatan di sana. "Kau membuat kesalahan besar dengan menantangku."
Eliot menghela napas gemetar di antara mereka. "Cukup!" Serunya, melepaskan diri dari cengkeraman Leonidas. "Aku bukan boneka yang bisa kalian tarik ke sana kemari. Aku tidak ingin berurusan dengan salah satu dari kalian!"
Ia berbalik dan pergi, meninggalkan dua pria berbahaya itu berdiri dalam diam yang penuh ketegangan.
Tapi baik Leonidas maupun Damian tahu satu hal,
Eliot tidak akan bisa lari jauh.
Dan mereka akan memastikan bahwa ia akhirnya jatuh ke dalam cengkeraman mereka.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
2 Enigma
FanfictionDi hadapannya, terpampang jelas gambar hitam-putih yang bergerak samar-dua bayangan kecil yang nyaris tidak bisa dipercaya oleh akalnya. Dua janin. Di dalam tubuhnya.