The Lion's Den
"Ciee... yang mau ketemu bos keren!" ejek beberapa teman setelah Keenan menghilang dari pandangan. "Bos keren apaan?" sahut Niar jutek.
"Mbak Niar diundang khusus nih?" tanya Wury sang sekretaris. Sepertinya dia mendengar dialognya bersama Keenan. Tetapi memang saat ini meja kerjanya berada di tempat umum, di ruangan besar yang ditempatinya bersama karyawan yang lain. "Emang Pak Yasser dan Bu Clarissa nggak ikut?"
"Nggak tau juga sih. Nggak bilang juga."
Padahal baru juga dia pergi selama tiga minggu. Semua sudah berubah total seperti ini. Jujur Niar akui kalau dia merasa tersesat berada di tempat ini. Padahal dia bukan orang yang melankolis dan terikat pada tempat di mana dia berada. Tetapi tatanan di perusahaan ini sudah kacau. Energi yang terbangun sejak perusahaan ini berdiri sudah hilang tak berbekas. Tadi pagi para karyawan yang seolah kehilangan arah sudah mengeluhkan beberapa hal yang membuat mereka bingung akan dibawa ke mana pekerjaan ini. Tanpa adanya orang yang akan mengevaluasi, tanpa ada yang menetapkan target, bisa dipastikan semangat kerja kendor semua.
Niar juga serba salah. Ingin bertindak seperti biasa, dia sendiri tidak tahu berapa hari lagi akan bertahan di sini. Dan Yasser? Sepanjang rapat tadi pagi Niar bagai menghadapi mayat hidup yang hanya fisiknya saja berada di ruangan itu. Tetapi entah pikirannya sedang berada di mana.
Dia sedih untuk Yasser dan keputusannya. Sedih untuk perusahaan ini. Muak dengan keberadaan Clarissa. Dan berharap Keenan punya akal sehat. Biar kepalanya yang dihiasi wajah tampan itu ada gunanya, nggak cuma bego-begoan kayak sepupunya si Chika. Biar tatapan tajamnya itu benar-benar seperti singa yang memang memiliki alasan untuk bersikap garang. Bukan singa ompong sebagai maskot Cakra Grup.
Niar tidak ahli menilai sebuah performa perusahaan hanya dari sekilas pandang. Tetapi kalau orang-orang seperti Clarissa, Jimmy, dan Robby Cakra menjadi garda depan, entahlah bagaimana perusahaan keluarga itu berjalan selama ini.
Yasser muncul dari ruangannya, berjalan menuju ke mejanya. "Ni," panggilnya.
Niar mendongak. "Ya?"
"Ehm ... mau makan siang bareng kami?" tanyanya sambil menunjuk ke rombongan di belakangnya. Dengan Clarissa berdiri paling depan.
Niar menggeleng. "Nggak deh, makasih. Saya makan di kantor aja, DO –delivery order—karena banyak kerjaan," tolaknya.
"Ya udah kalau gitu," kata pria itu. Tetapi sebelum dia berjalan pergi masih menyempatkan diri mengatakan, "selamat ulang tahun ya, Ni."
Dan Niar tertegun mendengarnya.
***
Satu jam sebelum waktu yang dijanjikan Keenan, Niar sudah memacu mobilnya menuju ke tempat yang telah disebutkan Keenan. Gadis itu sengaja tidak mengatakan apa pun secara lisan kepada Yasser maupun Clarissa, yang secara teknis adalah atasan resminya. Hanya mengirim pesan pendek kepada sang direktur utama tentang kepergiannya untuk menemui Sang Dirut Cakra Grup.
Niar memarkir mobilnya dengan mulus di area parkir gedung pusat Cakra Group yang menjulang sombong membelah langit kota. Pengalaman bertahun-tahun berburu proyek memberikan Niar rasa percaya diri yang tinggi dan mental tak mudah gentar ketika memasuki gedung-gedung besar dengan suasana mengintimidasi seperti ini. Dengan yakin Niar berjalan menuju lobi, menjelaskan maksudnya kepada petugas keamanan, yang segera mengantarnya menemui seorang resepsionis cantik di balik meja penerima tamu. Setelah menyerahkan kartu identitas dan menunggu beberapa saat, Niar diarahkan ke lantai 25 tempat kantor Keenan berada.
Seorang perempuan cantik yang lain menyambut kedatangannya. Niar mendengus. Tentu saja bos Cakra Grup ini tak akan mau menerima pegawai dengan penampilan biasa saja untuk posisi frontliner-nya. Kembali Niar harus menunggu beberapa menit dan dipersilakan duduk di sofa, sementara perempuan yang kemungkinan besar adalah sekretaris itu, masuk ke dalam ruangan yang tertutup rapat di ujung lorong. Sambil menunggu, Niar melayangkan pandangannya mengamati suasana yang terlihat dari balik dinding kaca yang melatar-belakangi salah satu sisi ruangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Edge
ChickLitNiar - Gusniar Hayati, 30 tahun, Direktur Operasional PT Saka Buana Patria Bagaimana mungkin seorang Keenan Cakra salah dalam membuat keputusan? Kalau bisa berkolaborasi, buat apa-apa harus ekspansi? Bukankah itu tindakan bodoh yang menyia-nyiakan s...