Note : update dikit ya.
"Terima kasih. Kamu sudah mendefinisikan dirimu dengan sangat jelas," balas Keenan dengan suara mendesis. "Aku harap kamu konsisten dengan ucapanmu."
Keenan memang luar biasa dalam menekan kesabaran Niar. Tetapi perempuan itu bertekad untuk tidak membiarkan Keenan memperoleh kesenangan dengan membuat dirinya kehilangan kendali. "Sebenarnya apa maksud Pak Keenan datang ke sini?" tanya Niar. "Saya tidak percaya kalau Pak Keenan hanya ingin mampir untuk membicarakan peristiwa terakhir kali kita bertemu. Dan waktu Pak Keenan terlalu berharga kalau hanya digunakan untuk memprovokasi pegawai rendahan macam saya."
"Tetapi aku lihat kamu menikmati untuk menantangku dengan kalimat-kalimatmu yang tajam itu," balas Keenan sambil menyunggingkan senyum ejekan.
"Kalau memang alasan Bapak ke sini hanya untuk iseng, mohon maaf, saya tidak mau meladeni. Waktu kerja sudah lewat dan saya harus segera meninggalkan kantor ini." Niar berdiri. "Silakan keluar, Pak!"
Niar menyadari kalau apa yang dia ucapkan sangat keterlaluan. Tetapi pria arogan di hadapannya ini layak menerima balasan atas perkataannya yang sembarangan. Perempuan itu terkejut ketika, alih-alih membalasnya dengan kata-kata yang lebih kejam, Keenan justru mengempaskan diri di kursi yang ada di depan meja Niar. Dasar orang gila! Makinya dalam hati.
"Aku hanya ingin mengecekmu," jawab pria itu pendek.
"Untuk?" Niar mengerutkan kening. "Memastikan loyalitas saya?"
"Laporan Pak Tommy terlalu indah untuk jadi kenyataan. Secara nggak langsung dia mengidolakanmu. Membuatmu seolah-olah menjadi Dewi Kerja, kalau hal itu memang ada."
Harusnya Niar tertawa terbahak-bahak ketika Keenan menyebutkan tentang Dewi Kerja ini. Tetapi perempuan ini sedang tidak ingin beramah-tamah dengan atasannya ini. "Apakah Dewi Kerja ini tidak sesuai ekspektasi Pak Keenan?" tanya Niar tajam.
"Pada akhirnya aku harus membuktikannya, kan?" Keenan menatap Niar tajam.
"Pak Keenan akan capek sendiri kalau terus-menerus ingin menemukan bukti apakah saya bisa kerja atau tidak. APakah saya loyal atau tidak. Harusnya Bapak sebagai pimpinan bersikap konsisten. Kalau Pak Keenan sudah berani memanggil saya ke sini dan meninggalkan SBP, harusnya Pak Keenan sudah siap untuk segala risikonya. Termasuk bila saya bekerja di bawah ekspektasi."
Dan tanpa sadar pria ini sudah memancingku untuk mengumbar emosi, batin Niar geram.
"Baiklah, aku akui kalau sudah mengawali pertemuan ini dengan sangat buruk. Jadi apa yang harus kulakukan untuk menebusnya?" Keenan memilih mundur dari konfrontasi.
"Sebutkan saja maksud tujuan Pak Keenan ke sini, apa yang harus saya lakukan untuk pekerjaan ini, agar tidak melar berkepanjangan."
Keenan tersenyum dengan wajah lelah. "Banyak hal ingin aku diskusikan denganmu, Niar. Aku mencoba menitipkan pesanku melalui Pak Tommy."
"Dan Pak Tommy sudah menyampaikannya dengan baik kepada saya. Kami berkomunikasi secara intens. Juga perlu Pak Keenan ketahui, ini adalah pekerjaan pertama saya menyangkut infrastruktur pabrik, jadi saya perlu waktu untuk beradaptasi."
"Sepertinya kamu cepat sekali beradaptasi."
"Karena deadline yang diberikan sangak tidak masuk akal."
"Dan kamu menyelesaikannya tepat waktu."
"Benar. Lalu di mana masalahnya?" tantang Niar.
"Masalahnya adalah aku ingin membicarakan hasil pekerjaanmu itu denganmu, sementara kamu terlihat ingin sekali melemparkan laporan tebal itu ke mukaku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Edge
ChickLitNiar - Gusniar Hayati, 30 tahun, Direktur Operasional PT Saka Buana Patria Bagaimana mungkin seorang Keenan Cakra salah dalam membuat keputusan? Kalau bisa berkolaborasi, buat apa-apa harus ekspansi? Bukankah itu tindakan bodoh yang menyia-nyiakan s...